I

3.2K 301 50
                                    

Seorang pria tampak berjalan menyusuri koridor dengan earphone menyumbat telinganya. Mulut si pria bergerak pasif mengikuti lirik seakan ikut bernyanyi. Kaki jenjangnya melangkah masuk kedalam sebuah ruangan dipenuhi kursi dan meja lengkap dengan peralatan belajar mengajar.

Adalah Park Sungjin, ketua kelas dari ruang 12-A yang dikenal sebagai sosok siswa pintar dan pendiam. Meski begitu, banyak yang senang bergaul dengan Sungjin atau sekadar berdiskusi tentang materi pembelajaran. Tak hanya pintar di kelas, Sungjin juga seringkali mengisi pentas seni sekolah bersama kawan band-nya dan berposisi sebagai vokalis serta gitaris. Hal ini membuat orang-orang luluh pada pesona lelaki itu.

"Lagi?"

Sejenak Sungjin hening setelah melepas earphone yang dia pakai tadi dan hendak duduk di tempat duduknya. Sebuah kotak bekal berada diatas meja dengan kertas berwarna kuning menempel diatasnya.

Untuk Park Sungjin
Makan yang banyak ya?
Semangat untuk hari ini. Kau yang terbaik!

Dan tak lupa sebuah nomor ponsel tertulis dipojoknya. Sungjin mendecih, melepas kertas itu dan meremasnya lalu membuang kertas tadi ke tempat sampah. Setelahnya, Sungjin membuka kotak bekal tadi dan memakan roti lapis daging didalamnya.

"Lumayan, sarapan gratis lagi."

Sungjin tahu betul siapa yang memberikan kotak bekal ini bahkan setiap harinya. Tak hanya di sekolah, Ia sering menerima kiriman makanan berupa ayam goreng atau makanan lain saat tak bersekolah. Sungjin hanya tinggal berdua bersama salah seorang sahabatnya, Yoon Dowoon yang juga anggota dari band sekolah. Hanya saja hari ini Yoon Dowoon tidak bisa masuk sekolah karena kondisi kesehatan yang kurang baik.

"Hey, Park Sungjin!"

Dua orang lelaki berlari kearahnya dan langsung berebut sisa roti lapis daging yang tinggal sepotong lagi.

"Yash! Kemarikan!"

"Hey, ini punyaku!"

"Park Sungjin, ini milikku atau milik si jelek ini?"

"Park Jaehyung!"

"Tidak, ini diberikan untukku jadi kemarikan."

Jaehyung dan Wonpilㅡkedua lelaki yang berebut roti lapis daging tadi langsung terdiam saat apa yang mereka rebutkan diambil oleh Sungjin lalu dimakan. "Dari Brian lagi, eoh?" tanya Wonpil penasaran, sementara Jaehyung duduk di tempat duduknya yang berada didepan Sungjin lalu memutar bangkunya.

Sungjin mengangguk pelan. "Kau masih tak ingin berkenalan lebih dekat atau berteman dengannya, huh? Dia sudah sangat baik sekali padamu!" timpal Jaehyung menanggapi. "Itu akan membuatnya merasa aku memberinya harapan. Sudah aku katakan, aku tidak menyukai sesama jenis."

Wonpil dan Jaehyung mengangguk paham. "Baiklah, lagipula memaksakan perasaan itu tidak baik. Tapi, pikirkan lagi untuk mengobrol dengannya, ya? Kasihan dia," ucap Wonpil menepuk pundak Sungjin lalu berjalan menuju tempat duduknya yang berseberangan dengan Sungjin.

Sungjin meletakkan kotak bekal tadi di ujung meja dan menatap kosong ke kotak bekal itu. Kang Younghyun atau biasa dipanggil Brian, siswa pindahan dari Amerika yang menaruh perhatian pada Sungjin bahkan saat dia bertatap mata dengan Sungjin untuk pertama kalinya. Sungjin hanya menganggapnya sebagai penggemar atau orang iseng, tidak lebih.

Brian selalu menyematkan nomor ponsel disetiap kertas sematan yang diberikan bersama dengan kotak bekal sarapan setiap pagi namun Sungjin terlalu malas mengontak lelaki itu. Tidak penting, baginya.

"Dia datang, dia datang!" bisik Jaehyung yang buru-buru menutup wajahnya dengan komik Naruto, menahan tawa lebih tepatnya. Sungjin bersandar pada tempat duduknya dan melihat seorang lelaki bersurai gelap masuk kedalam kelas. Wajahnya lebam dan masih terdapat darah segar di ujung bibir lelaki itu.

"Selamat pagi." Seperti biasa, Sungjin menyambut setiap murid kelasnya yang datang tak terlambat. Lelaki itu menganggukkan kepalanya dan berjalan ke tempat duduk yang berada paling belakang dekat jendela. Setelah meletakkan tas, lelaki itu berjalan mendekati Sungjin dan mengambil kotak bekal kosong itu lalu memasukkannya kedalam tas.

"Terima kasih banyak," Brianㅡnama lelaki ituㅡmembungkukkan badannya kepada Sungjin. "Uhm, sama-sama." Sungjin mengangguk. Brian kembali berjalan keluar kelas dengan langkah yang lemas dan berlalu.

"Pfftt! Hahaha!"

Jaehyung tertawa keras setelah merasa Brian sudah berjalan menjauhi kelas. Tawanya disahut oleh Wonpil yang juga ikut tertawa. "Hey, kenapa?" tanya Sungjin bingung.

"Tidak lihat ekspresinya tadi? Terima kasih banyak~ hahaha!" Jaehyung bahkan memukul-mukul meja dan memegang perutnya yang mulai terasa sakit.

"Ku pikir dia bertengkar lagi dengan murid kelas 12-C yang biasa mengolok-oloknya dengan menjelekkanmu, Sungjin," Wonpil menanggapi. "Bisa jadi, ku pikir dia terlalu menjaga image Sungjin, bukankah begitu?" tanya Jaehyung.

Sungjin menyunggingkan senyum tipis dan merebut komik milik Jaehyung lalu membacanya.

"Kau masih baca bagian ini terus?"

"Hey, pertarungan antara Naruto dan Sasuke ketika Sasuke diculik sangat asyik, tahu!"


***

Brian duduk disebuah bangku kayu di atap sekolah sambil mendengarkan lagu melalui earphone yang terhubung ke ponselnya. Matanya berkaca-kaca dan sesekali mendongakkan kepala sambil menghela nafas. Sudah terhitung tiga bulan Brian melakukan hal seperti ini dan tak pernah direspon oleh Sungjin, hal itu membuatnya sedih.

"Ibu pernah bilang padaku kalau aku tidak boleh menyerah ketika mencintai seseorang yang ku anggap sangat berharga. Tapi aku juga tidak sanggup kalau harus seperti ini terus..." monolog Brian sembari mengusap airmatanya yang mengalir membasahi pipi.

"Ah, sial. Kenapa menangis? Dasar cengeng," Brian mengusap pipinya berkali-kali namun airmatanya kian deras. Perih pada ujung bibirnya yang robek akibat dipukul sama sekali tak dia pedulikan sebab diberi respon seadanya oleh Sungjin adalah sesuatu yang jauh lebih menyakitkan.

"Ini masih pagi, kenapa menangis?"

Suara familiar yang menyapu telinganya meski sedang mendengarkan lagu membuat Brian langsung terdiam dan melepas earphone. Ia menoleh kemudian matanya membulat.

Park Sungjin...menghampirinya?

"Maaf kalau aku berisik. Selamat pagi!" Brian membungkukkan badannya dan berlari menuruni tangga. Sungjin menatapnya heran lalu menatap plester luka yang Ia pegang sejenak lalu membuangnya begitu saja.

Panik? Sudah pasti! Kenapa Sungjin tiba-tiba menghampirinya apalagi saat dia menangis? Menyebalkan sekali. Kini Brian membasuh wajahnya dan menepuk pipinya sendiri. Matanya memerah karena menangis dan Ia menyesalinya sekarang.

"Waktunya tidak tepat!" rutuk Brian mengusak rambutnya frustasi. Setidaknya untuk saat ini, Brian harus mengumpulkan keberanian untuk berhadapan dengan Sungjin di kelas nanti.

Ya, harus.




To be continued

SUNGBRI: What IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang