Ucapan Dowoon membuatnya terusik. Brian benar-benar hilang konsentrasi, bahkan ketika dia dan Sungjin tengah menikmati waktu berdua. Pulang bersama sembari sibuk menyantap street food yang mereka beli tadi.
"Ada apa?"
Suara ringan Sungjin memecah lamunannya. Lantas Brian tersentak lembut dan mengalihkan pandangan pada wira yang berada disampingnya sejenak.
Haruskah dia berkata jujur?
Lalu bagaimana jika dia jujur? Sungjin pasti marah dan kesal pada Dowoon, kan?
"Oh, tidak ada apa-apa."
Brian memilih berbohong demi kebaikan hubungan Sungjin dan Dowoon.
Rumah Brian sudah dekat beberapa langkah lagi. Jujur saja, berpisah dengan Brian itu sangat berat bagi Sungjin.
Padahal, dia dan Brian sama sekali belum resmi. Ia masih merasa harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. Mungkin mudah bagi Brian untuk menilainya sebab lelaki itu sudah lebih dulu mengenal seorang Park Sungjin. Lalu bagaimana dengan Sungjin sendiri?
Masih belum.
Helaan nafas terdengar pelan dari bilah bibir Sungjin. Brian yang tengah memakan odaeng tersebut sama sekali tak mendengarnya dan malah fokus pada makanan.
Bersyukur, batin Sungjin.
"Nah, kita sudah sampai."
Brian dan Sungjin saling bertukar tatap. Park Sungjin benar-benar jadi sosok manusia yang amat sempurna. Sudah tampan, pintar, kritis dan berwawasan luas pula.
Berbeda dengannya, yang hanya jadi pengabdi Sungjin selama 24 jam per-7 hari, belajar, makan, istirahat.
Keduanya masih belum mau beranjak dari tempat mereka berdiri saat ini, masih menikmati momen bersama. Namun keduanya terusik akibat lonceng sepeda milik seorang anak kecil yang lewat di jalanan itu pula.
Brian membungkukkan badannya sejenak dan tersenyum lebar, "Terima kasih sudah mengantar! Hati-hati di jalan!"
Sungjin tak membalas dengan sepatah katapun. Ia melayangkan senyuman tipis kemudian melangkahkan kakinya, menjauh dari kediaman Brian.
Belum jauh Ia berjalan, terdengar suara teriakan melengking yang histeris berasal dari rumah Brian. Bagaimana bisa lelaki seperti Kang Younghyun punya suara semenggelegar itu?
Tapi bukan itu pertanyaannya. Yang patut Sungjin tanyakan adalah, ada apa?
Lantas lelaki itu berlari menuju rumah Brian dan masuk kedalam rumahnya tanpa mengetuk pintu. Netranya menangkap bagaimana lelaki bersurai gelap tersebut terduduk di lantai dengan tatapan kosong, memandangi seisi rumah yang sudah entah bagaimana bentuknya.
Ulah siapa?
Sungjin menepuk pundak Brian sejenak dan melangkahkan kakinya masuk lebih dalam. Ia harus berhati-hati sebab serpihan kaca dan kayu bertebaran dimana-mana. Tak ingin diam saja, Brian mengikuti Sungjin dari belakang sembari menyelamatkan barang-barang yang sekiranya masih bisa diselamatkan.
"Jadi ini maksud dari yang Dowoon katakan," gumam Sungjin menghela nafas berat. "Mㅡmaksudmu?" tanya Brian terbata-bata, masih terkejut dengan kejadian ini.
"Ia pernah melihat ada seseorang yang memantau rumahmu akhir-akhir ini. Aku tidak mau berasumsi buruk pada siapapun tapi siapa yang suka mencelakaimu kecuali orang-orang yang dulu pernah bermasalah dengan kita, benar?"
Ucapan Sungjin ada benarnya juga. "Lantas, aku harus apa?" tanya Brian. Sungjin memaklumi jika Brian bertanya seperti itu, siapa yang masih bisa berpikir jernih jika kejadian seperti ini terjadi?
"Bawa barang-barang yang masih selamat, untuk sementara menetaplah dulu di rumahku bersama Dowoon. Soal urusan jangka panjang, nanti kita pikirkan bersama."
Selagi Brian memunguti barang-barang yang masih layak digunakan, Sungjin mencoba membereskan kekacauan yang terjadi. Mungkin tidak dengan bagian rumah yang rusak, tapi setidaknya mereka tak meninggalkan rumah ini dalam kondisi yang tak terawat. Siapa tahu nanti bisa dijual, kan?
***
Brian masih diam. Dipangkuannya kini sudah ada tas yang amat padat karena barang-barang yang diselamatkannya tadi. Beruntung, dokumen penting serta barang-barang berharga lainnya tidak ada yang hilang.
"Yang dirusak hanya perabotan dan lainnya, tapi tidak ada pencurian. Aku yakin, orang yang datang hanya untuk modus balas dendam," ucap Dowoon seraya meletakkan segelas teh diatas meja yang berada didepan Brian.
Ketiganya kini duduk di ruang makan, berdiskusi tentang segala kemungkinan yang terjadi. "Kalau melapor polisi, bagaimana?" tanya Sungjin. "Ku pikir bisa, siapa tahu tetangga Brian juga punya rekam jejak CCTV, benar?" asumsi Dowoon.
Yang bersangkutan tidak menjawab apa-apa, hanya menyeruput teh dengan lesu dan meyakinkan diri dalam benak agar tetap tenang.
Tak lama, Wonpil dan Jaehyung datang ke rumah Sungjin dan Dowoon.
"Kejadian gila apa lagi yang terjadi?" tanya Jaehyung, mendekat ke Brian dan meminum teh dengan rakus.
"Hey, kalian bahkan tidak mengetuk pintu?!" tanya Sungjin dengan mata melotot. "Ayolah, langsung pada intinya saja," ujar Wonpil dengan maksud mengalihkan topik. Beruntung, rencananya berhasil.
"Apakah masih mereka lagi yang berulah?" tanya Jaehyung yang saat ini sibuk mencari camilan. Tidak tahu diri, dasar.
"Rencananya akan dilaporkan pada polisi," jawab Dowoon cepat. "Tapi yang terpenting, mungkin mereka ingin meletakkan Brian dalam situasi yang sulit. Tidak mustahil kalau nantinya hal yang sama akan terjadi disini, karena Brian tinggal disini."
"Jadi secara tidak langsung, aku menyusahkan?"
Tanggapan Brian atas ucapan Wonpil barusan membuat semuanya terdiam. "Tentu tidak," Sungjin membuka suara.
"Kalau begitu, apa?" tanya Brian. "Kalau begitu, pengamanan padamu dan sekitarmu juga harus diperhatikan. Kita sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, loh. Disini ada petugas keamanan yang biasa jaga, tidak?" tanya Wonpil melempar pandangan pada Sungjin dan Dowoon bergantian.
"Ada, disini tidak sesepi lingkungan rumah Brian yang itu."
Jawaban Sungjin membuat semuanya bernapas lega. "Kalau begitu, kita semua harus mulai proteksi diri sendiri. Kalau perlu, ayo ikut kelas taekwondo!"
"Ikut kelas matamu. Kau saja paksa kami ikut kelas Bahasa Inggris, kan? Melarang kami ikut kelas lain karena tidak mau capek."
Jaehyung dan Dowoon melempar tatapan sinis satu sama lain, seakan ada aliran listrik yang tersambung antarpandangan mereka.
Jaehyung menutup kulkas dan menyantap sosis siap saji milik entah siapapun itu, memalingkan wajahnya dari Dowoon.
"Hey, jangan bertengkar!" Wonpil menengahi. "Nah kalau begitu, lebih baik aku menemani Brian untuk beres-beres dulu. Kalian buatlah laporan untuk polisi terdekat, bagaimana?" saran Sungjin yang dihadiahi anggukan setuju.
Entahlah, dia tak pernah terlibat pada hal rumit seperti saat ini yang bahkan perlu berurusan dengan polisi. Sungjin menuntun Brian menuju kamarnya dengan Dowoon.
"Dowoon berada di top bunk sementara aku di bottom bunk. Jadi, tidur saja di tempatku. Nanti aku akan cari matras yang sekiranya bisa dipakai untuk tidur di gudang kami."
Brian menganggukkan kepalanya lemah. Kalau boleh jujur, dia tak pernah menduga akan jadi setidak berguna ini didepan Sungjin.
Selepas Sungjin keluar dari kamar, Brian membereskan barang-barangnya meski mencoba untuk tidak mempersempit ruang karena tambahan dari barang-barang tersebut. Sementara Sungjin, dirinya beruntung masih bisa menemukan kasur bagian bawah dari tempat tidur dorong yang dulu pernah dipakainya sehingga punggungnya tak akan sakit karena beralaskan matras yang tipis dan lantai yang keras.
Setidaknya segalanya jadi lebih membaik saat ini, meski harapannya pada hari esok ingin jauh lebih baik lagi. Begitulah yang Brian inginkan.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNGBRI: What If
Fanfiction"Say something!" "Uh?" "Say something, you're standing in front of us like a fool for 15 minutes!" "Park Sungjin, I like you..." ㅡ ☆☆ ㅡ top!Sungjin bot!Brian YAOI || Lemon? || Bahasa Don't be a ghost reader, please! ♡