Kelima || kupu-kupu dan pesawat kertas.

16 1 0
                                    

"Fan," 

Fana menoleh mendengar panggilan Genta yang setengah berbisik. Gadis itu mengerutkan kening, tak berani bicara karena Pak Bambang masih menerangkan pelajaran. Genta menyodorkan sebuah kertas kecil kepadanya yang dibentuk pesawat. 

Ia membuka kertas tersebut, membacanya kemudian tersenyum tipis, mengangguk, dan membentuknya kembali seperti semula. Tangan Fana bergerak mengambil selembar kertas kecil warna-warni di meja Genta, dan ikut membuat pesawat. 

Genta melongo, terkejut dengan Fana yang lebih memilih membuat pesawat kertas bersamanya dibanding mendengarkan pelajaran. Setahunya, Fana adalah gadis yang mengutamakan pendidikan diatas segalanya. Tapi tidak untuk kali ini. 

Fana memilih salah satu kertas berwarna hitam, menghiasnya dengan spidol warna putih dan menulis sesuatu di dalamnya. Ia kembali melipat kertas tersebut, tapi kali ini berbentuk kupu-kupu. 

"ID Line mu?"

Fana mengangguk. Genta membaca sekali lagi dan menemukan kalau Fana menanyakan akun Instagramnya. Cowok itu tersenyum kemudian menuliskannya. 

Kelas seolah tidak ada orang, hanya mereka berdua dengan dunia mereka sendiri yang saling tersenyum. Lebih tepatnya, Genta yang tersenyum hingga lesung pipinya kelihatan dan Fana yang tersenyum dalam hati. 

...

Fana menghela napas keras-keras. Lagi-lagi ia harus terjebak dalam ruang perpustakaan karena dirinya lupa akan naskah cerpen yang mesti dikirimkan hari itu juga kepada gurunya. Ia sendirian, hanya ada beberapa guru yang bercengkrama dan berlalu-lalang memantau pekerjaannya. 

Tangan Fana menari-nari diatas keyboard, mengetik dan mengubah ide pokok yang ia tulis di buku catatan kecilnya menjadi paragraf demi paragraf. Beberapa guru menawarkannya makanan atau cemilan yang sedang mereka nikmati bersama, tapi seperti biasa dengan sopan Fana menolak. 

"Fana, tangkap!"

Sebuah roti rasa keju dan minuman kaleng rasa peach mendarat begitu saja di tangannya. Fana yang refleknya bagus dan tenang tidak kaget sama sekali. Genta, yang melempar dua benda tadi berjalan menuju tempat Fana duduk. 

Cowok itu dengan santai mengambil roti keju tersebut, kemudian membuka bungkusnya dan menggigit roti tersebut. Fana yang tidak paham mengerutkan kening. 

"Nggak ada yang bilang rotinya buat lo, Fan. Minumannya aja." 

Gadis itu tersenyum tipis, lagi-lagi membuat Genta berhenti mengunyah sesaat. Senyuman tipis Fana selalu membuat Genta gagal fokus. Terlalu indah, begitu menurutnya. Fana membuka kaleng minuman tersebut dengan tangan kirinya, jari panjangnya dengan mudah membuka kaleng tersebut hanya dengan satu tangan. 

"Suka minuman kaleng?" 

"Ya. Dan bagaimana kamu tahu kalau saya suka yang ini?" 

Genta menjitak pelan kening Fana, membuat gadis itu sedikit mengaduh sakit dan memukul lengan Genta cukup keras. Cowok itu tertawa, sementara para guru yang sedang menikmati rujak buah tersenyum-senyum menatap dua remaja dihadapan mereka. 

"Hanya ini di rumah gue yang nggak beralkohol." 

Maksudnya bercanda, tapi nada Genta cukup serius membuat Fana terkejut. Satu lagi, Fana paling anti cowok yang minum alkohol dan merokok. 

"Gue bercanda, Fan." 

Fana menghela napas lega, kemudian meneguk minumannya. Genta menemaninya menyelesaikan naskah hari itu. Tentunya di temani canda dan tawa dari Genta, dan Fana yang sesekali tersenyum tipis. 

Genta dan FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang