2. Ribut Lagi

589 45 5
                                    

Suara pecahan beling diiringi teriakan yang aku hafal milik siapa membuat aku refleks menoleh.
"Wen, itu suara Kia yang teriak? " tanyaku memastikan.
"Kayaknya iya. Liat yuk! " ajaknya.

Kerumunan siswa menutup akses indera penglihatanku untuk menembus siapa yang ada di tengah sana yang menjadi objek tontonan.

"Eh, lu kalo jalan liat-liat dulu dong. Bogel. "

"Temen lu tuh yang jalan gak pake mata. Lu pikir ini sekolah bapak lu pada? "

"Buset, kayaknya mereka berantem deh, Wen. "

Aku dan Wenda mempercepat langkah kami menerobos kerumunan untuk memastikan apakah yang kami pikirkan memang benar.

"Eh eh eh,,, kenapa ini? " aku menghalau tangan Jessica yang melayang ke udara ingin menghampiri pipi salah satu siswa bertopi putih.

"Ini Yu, makanan kita tumpah nih ditabrak duo bogel ini. "
Adu Jessica kesal.

Dua orang yang dipanggil bogel itu berdecak tak terima.
Mereka adalah Wendi dan Ruben. Teman Ivan.
Sahabat satu geng yang sebenarnya emang suka cari gara-gara sama kami berempat.

"Eh bukan salah gue ya. Mata lu berdua aja yang meleng. Nih gara-gara lu berdua, seragam gue jadi kotor. " adu Wendi tak terima menunjukkan seragamnya yang kotor karena ketumpahan mi ayam.

"Sukurin. " kata Kia penuh semangat.

"Udah udah, kita bisa pesen lagi makanannya. " ucapku berniat menyudahi keributan ini.

Aku tidak mungkin membela kedua temanku sedangkan yang dirugikan bukan hanya kami. Anggap saja keduanya salah.

"Enak aja. Gak bisa. Lu harus bersihin dulu ni baju gue. " kata Wendi menarik tangan Jessica yang ingin pergi.

"Eh jangan pegang pegang ya. "
"Ih najis, siapa juga yang mau pegang pegang elu. Gue mau kalian tanggung jawab atau gue laporin ke Bu Oki. "

"Laporin aja. Dipikir kita takut?" tantang Kia.

"Udahlah, Wen. Kita bersihin aja di toilet. " lerai Ruben.

Tumben ni anak kalem. Biasanya kalau urusannya sama Jessica dia paling sewot.

"Gak bisa gitu dong, Ben. Lu sih enak cuma kena sepatu doang. Nih gue!" ucap Wendi menunjukkan noda yang menempel di seragamnya.

Ruben lalu membisiki Wendi sesuatu yang berhasil membuat Wendi diam tak lagi menuntut.
Namun, sebelum pergi dia berpesan pada kami berempat.

"Gue maafin kali ini, tapi lain kali kalian gak akan lolos. "

Wendi lalu pergi bersama Ruben. Mungkin ke toilet. Entahlah itu tidak penting.

Ah iya, ada yang tidak biasa. Si gendut ke mana? Bukannya mereka seperti anak kembar siam. Selalu nempel bertiga ke manapun pergi.

"Sial banget sih. Gimana ini? " tanya Jessica sebal.

"Ya mau gimana. Pesen lagi aja. Ntar gue deh yang bayar sekalian ganti rugi mangkuknya. "
Ucapku. Ya, hitung-hitung traktir sahabat sendiri.

***

Aku sudah seperti anak hilang.
Tak bosan kupandangi jam tangan pemberian Ayah ini yang tiap kulihat, selalu berubah. Namun, jemputan belum juga datang.

"Hp mati, uang abis, temen udah pada pulang. Sial banget gue hari ini. " rutukku tak berkesudahan.

Jarak rumah cukup jauh, makanya aku selalu minta Ayah untuk jemput.
Andai saja aku tak sombong menerima bantuannya Wenda, mungkin saat ini aku sudah di rumah, mandi, makan, lalu tiduran di kamar sambil stalking idola.

Dut DutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang