2. Karenamu

55 8 0
                                        

Selama istirahat berlangsung, Jimin tidak melihat Nayeon dikantin. Biasanya Nayeon akan pergi ke kantin bersama teman sebangkunya yang tomboy, Jeongyeon. Apa Nayeon tidak ingin makan? Apa Nayeon sakit? Entahlah.

Kelas Nayeon dan Jimin memang berbeda. Nayeon jurusan Seni Vokal, sedangkan Jimin lebih memilih jurusan Seni Tari.

"Jimin-ah, kau melihat Nayeon?"

Jimin mendongak, mengalihkan perhatiannya kepada gadis tomboy yang berdiri dihadapannya.

"Nayeon? Bukankah biasanya ia bersamamu?"

"Jika aku tahu, untuk apa aku bertanya?"

Jimin hanya menganggukan kepalanya. Benar juga.

Jeongyeon langsung terduduk, tangannya menggeser makanan Jimin agar Jimin memperhatikannya.

"Ya! Jangan berani mejauhkan makananku, Jeongyeon-ah!"

Tangan Jeongyeon dengan sigap menggeser lebih jauh saat tau Jimin akan menarik makanannya kembali.

Melihat itu, Jimin menghela nafasnya, pasrah. "Kapan terakhir kali ia bersamamu?"

"Saat masih jam pelajaran kedua berlangsung, ia izin untuk ke toilet. Tapi sampai sekarang ia tak kembali."

Jimin mendengus kasar, mengepalkan tangannya menahan kesal, terlihat dari memutihnya buku-buku jari tangannya.

"Apa ada panggilan ke ponselnya?"

Jeongyeon terdiam sebentar, mencoba mengingat. Lalu dengan santai mengangguk.

"Ya."

****
Gedung belakang sekolah yang masih dalam tahap pembangunan, terasa sangat sepi. Banyak reruntuhan serta paku-paku beton yang berserakan di sekitar gedung. Tidak ada siapapun disini, para pekerja pun mendadak tidak Jimin jumpai, entah kemana perginya mereka.

Langkahnya terhenti, badannya membeku. Ia melihat seorang gadis duduk dibangku panjang yang sudah reyot, kepalanya tertunduk sambil mencengkram ponsel dengan keras. Iya, dia Nayeon. Seorang gadis yang mampu membuat Jimin berlarian ke seluruh penjuru sekolah, agar dapat menemukan gadis itu. Gadis yang membuatnya hampir gila saat dia jauh dari jangkauan.

Dengan badan yang basah karena keringat serta nafas tersegal dengan tidak beraturan, Jimin menghampiri. Berdiam diri di depan gadis itu, gadis yang kini terdengar jelas bahwa ia sedang menagis.

"Nayeon-ah."

Nayeon mendongakkan kepalanya, mata yang mampu membuat Jimin tenang, kini menatapnya dengan rasa sakit. Senyum yang telah membuatnya jatuh berkali-kali, kini bergetar menahan tangis.

"Gwaencahana?"

Tiba-tiba Nayeon berdiri, memeluk Jimin sambil menangis keras, meluapkan kesedihan, kekesalan, kekecewaan yang telah ia tahan sejak tadi.

"Sakit sekali, Jimin-ah."

Jimin yang mendengar itu, semakin mengeratkan pelukan mereka. Mengelus lembut rambut Nayeon, mencoba membuat Nayeon tenang di pelukannya.

"Apa salahku, Jimin-ah? Mengapa rasanya sakit?"

"Kau tidak bersalah, dia yang bersalah."

Nayeon melepaskan pelukan mereka, lalu terduduk di atas rerumputan, menarik tangannya melingkari kaki. Kepalanya tertunduk di sela-sela kaki, badannya bergetar, menangis sejadi-jadinya.

Jimin ikut terduduk di depan Nayeon, tidak memperdulikan celananya yang akan kotor karena tanah di rerumputan. Tangannya reflek menangkup di sisi wajah Nayeon agar bisa melihatnya.

TIRED [PJM] X [INY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang