Jimin berjalan gontai ke garasi rumahnya, menyimpan sepedah lalu memasuki rumah sepi miliknya. Tubuhnya ia hempaskan ke sofa ruang tengah, sambil memejamkan mata. Ia lelah, sangat lelah.
Pandangannya tertuju pada jam yang berada di pergelangan, menunjukkan pukul tujuh malam. Saat Jimin memasuki sekolah menengah atas, ibunya benar-benar sibuk mengurusi usaha catering yang kini sudah memiliki tempat sendiri. Tidak seperti dulu, dimana rumahnya berantakan karena dipakai usaha catering milik ibunya. Karena dulu belum berkembang seperti sekarang.
Ponsel yang berada di saku celananya bergetar; telepon masuk dari ibunya.
"Jimin-ah?"
"Ne, omma."
"Kau sudah pulang?"
Jimin hanya mengangguk; meski yang ia lakukan akan sia-sia karena ibunya tidak mungkin bisa melihat anggukan kepalanya.
"Appa-mu, tadi menghubungiku-"
Jimin mendengus kesal, bukan karena ayahnya jarang menghubungi, tapi lebih ke 'Apa yang diinginkan si pak tua itu?
"Omma, sudah tau'kan apa jawabanku?"
Terdengar helaan nafas di sebrang sana, sepertinya ini akan menjadi pembicaraan yang panjang.
"Dia tetap appa-mu. Jimin-ah."
"Ck, pria brengsek itu, bukan Appa-ku."
"Jangan jadi anak yang tidak punya sopan santun, omma tak pernah mengajarkanmu tentang itu."
Jimin mengusap wajahnya sambil menghela nafasnya kasar. "Apa yang pria tua itu katakan?"
"Jangan memanggilnya seperti itu, tidak sopan. Appa-mu ingin kau mengunjunginya. Jangan membantah!"
Jimin mendesah lemah, ibunya ini sudah seperti cenayang saja. Selalu tau, apa yang akan Jimin lakukan.
"Tidak usah, lemas begitu. Kau hanya akan menemuinya, bukan tinggal dengannya."
Tuh, kan?
Ibunya ini sangat menakutkan, apa semua ibu di dunia seperti ini? Apa semua ibu di lahirkan sebagai peramal pembaca pikiran? Hmm, mungkin saja. Ia harus mencari tau.
"Kapan aku harus mengunjunginya?"
Jimin yakin ibunya kini tersenyum lebar. Ck.
"Besok, jam tujuh malam. Nanti ada yang akan menjemputmu. Supir suruhan Appa-mu."
"Arraseo, aku melakukan ini hanya demi omma."
"Terserah apa katamu, dasar anak nakal."
****
"Bagaimana keadaanmu?"
Dua orang yang sedang di dalam ruang inap, terkejut akibat pertanyaan seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu.
Matanya menatap sebuah mangkuk bubur yang di pegang sang gadis untuk seorang lelaki yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit.
"Kau mengejutkanku, Jimin-ah."
Jimin mengabaikan ocehan sang gadis, lalu terduduk di sofa yang memang tersedia di ruang inap VIP ini. Rumah sakit mewah, yang hanya bisa ditempati para orang kaya. Huh, dasar manusia boros.
"Kapan kau datang?"
Kembali, Jimin mengabaikan perkataan gadis itu. Matanya menengadah ke plafon ruang inap, badannya ia baringkan di sofa empuk ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED [PJM] X [INY]
Teen Fiction[Highest rank: 51] Persahabatan adalah sebuah kebahagian serta kekhawatiran yang berlomba saling mendominasi. Sebuah harapan datang jika memang benar-benar berusaha, terbalaskan hanyalah sebuah pelengkap. Cerita cinta manis dalam kota Seoul. Tenta...