💔 1. Gadis Istimewa

73 3 0
                                    

        "Kamu ini kenapa sih, Mah? Biarin dia belajar sendiri! Nggak ada sekolah. Tambah bikin malu aja!"

Suara gebrakan meja diiringi intonasi papa yang meninggi, membuat telingaku berdenging.

Terukir gurat marah diwajah yang selalu kuhormati ini. Napasnya memburu. Terdengar pendek-pendek.

Sementara kakak yang umurnya selisih tiga tahun denganku-Kak Carika, tak bergeming atau merasa terganggu. Seolah hal ini sudah biasa terjadi. Tangannya santai memasukkan nasi ke dalam mulut.

Mama yang berada di sampingku ... hanya mengulum senyum pedih. Menatap sendu ke arah papa yang perlahan meninggalkan meja makan diikuti Kak Carika di belakangnya setelah menyalimi tangan mama.

Deru motor di halaman menandakan mereka sudah pergi. Papa berangkat kerja sekalian mengantar Kak Carika yang tahun ini masuk ke sekolah menengah atas favorit.

Ah, papa ....

Meski lima tahun terakhir, penolakan seperti tadi sudah sering terjadi. Mengapa tetap saja hatiku dilanda nyeri? Seharusnya organ dalam ini bebal, bukan?

Dulu, papa pernah marah, tetapi itu hanyalah satu banding dua dengan sekarang.

"Anggrek!" Aku mengerjap pelan. Menoleh ke arah mama yang menatapku prihatin.

Aku menggeleng. Mengusap tangan mama yang melingkupi tanganku yang mungil.

"Tak apa, Ma. Papa hanya tak ingin aku diganggu," ucapku. Namun, hanya suara sengau yang keluar. Membuat air yang tadi tertahan di sudut mata mama, kini mengalir bagai air terjun.

Mama tentu tak akan pernah mengerti. Sampai kapanpun. Aku tersenyum pedih. Mengusap air bening itu dengan dengan tanganku. Setelahnya, membereskan piring sisa makan, dan membawanya ke dapur.

💔💔💔

              Namaku singkat saja, Anggrek. Bunga yang cantik. Secantik parasku, kata mama. Sayangnya ... aku juga seperti ciri buruk dari tanaman itu. Hanya benalu yang tak tahu malu.

Selama dua belas tahun menumpang hidup pada papa. Sementara keadaanku yang tak sempurna benar-benar membuatnya malu memiliki anak sepertiku.

Namaku memang salah satu dari jenis bunga. Tetapi bukan berarti aku menyukai mentari menerobos retina mataku. Hangatnya menelusup di anatara pori-poriku. Atau sinarnya membuat kulih putihku ikut bersinar.

Aku ... tak terlalu suka pagi. Pagi, hanya terdengar caci maki. Pagi, aku hanya dilanda kebosanan.

"Anggrek!"

Aku berbalik. Di pintu yang setengah terbuka, nampak mama sudah rapi. Menguar wangi sabun dari tubuhnya.

Mama berjalan mendekat dan duduk tepat di depanku.

"Mama mau ke toko dulu ya, jangan lupa tutup pintu," ucapnya mengecup kepalaku.

Mama memiliki sebuah toko laundry. Tempatnya hanya lima menit jalan kaki dari rumah. Berangkat pagi pulang siang. Kembali lagi saat toko akan ditutup.

Aku mengangguk. Mangambil notes dan pulpen di nakas. Lalu membubuhinya dengan tinta hitam. "Hati-hati, Mah."

Mama tersenyum kecil. Mulai beranjak. Menghilang di balik pintu.

Aku kembali menatap keluar jendela.  Memandang beberapa motor yang hilir mudik, ibu-ibu yang berkumpul di gerobak sayur, sampai kebosanan mengambil alih kesadaranku

Kita dan Kata (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang