💔 6. Untuk Lusa

46 4 1
                                    

             Kalian tahu apa yang paling menyakitkan?

Saat dirimu melihat cahaya, tetapi seperkian detik kemudian kamu ditampar oleh kenyataan. Bahwa kamu hanyalah kegelapan. Dan siapa yang ingin berada dalam warna pekat itu? Tidak ada.

Seperti beberapa saat lalu. Saat Kak Candra ingin mengajakku jalan-jalan, rasanya ribuan bunga akan mekar dalam diriku. Namun, kembali layu saat aku dihadapkan oleh kenyataan. Aku memang hanya ditakdirkan sendiri. Tanpa teman.

Karena bagi meraka, aku hanya menyusahkan. Menyebalkan. Memalukan. Dan semua kata-kata menyakitkan itu pantas untukku.

Umurku memang dua belas tahun sekarang. Namun, bukan berarti aku tak mengerti rasanya di kesampingkan.

Padahal aku tak pernah ingin dan tak pernah meminta pada Tuhan untuk dilahirkan dalam kondisi seperti ini.

Terkadang aku ingin menangis sambil berteriak keras. Mengeluarkan semua gejolak yang mendampingi hidupku tujuh tahun terakhir. Namun, aku ini bisu. Kalaupun menangis, hanya sesak yang kurasakan.

"Anggrek?" 

Suara yang cukup lama kukenal, membuatku yang sedang membenamkan muka di lutut mendongak.

Kak Candra sedang menatapku khawatir. Ia kemudian jongkok di depanku.

"Kamu sebenernya kenapa, hm?"

Aku tak menjawab. Tanganku bergerak menghapus air mata secara kasar.

Laki-lai jangkung ini menatapku sebentar lalu mengalihkan pandangannya pada benda di pergelangan tangan.

"Sudah jam lima," gumamnya kecil.

Sudah waktunya.

"Apapun yang kamu rasakan. Jika berat disembunyikan. Aku siap mendengarkan, Anggrek." Kak Candra mengusap rambutku pelan.

"Aku pulang dulu." Kak Candra kemudian berdiri. Berjalan ke arah motor besarnya.

Dalam keterdiamanku memandangnya, aku merasa ada yang kurang pada Kak Candra.

Aku menepuk kening pelan. Bangun dan berjalan ke arah Kak Candra. Mengeluarkan notes dan pulpen saat sampai di hadapannya. Walau di bawah tatapan kebingungan Kak Candra. Aku mulai menulis sesuatu.

"Kak Candra melupakan ransel."

Kak Candra terdiam beberapa saat, lalu tertawa kecil. Maskipun tak ada yang lucu, Kak Candra yang tertawa kecil seakan mensugestiku untuk ikut tertawa kecil.

"Nah, ketawa begitu dong, kan gigi kelincinya kelihatan." Kak Candra semakin tergelak. Tetapi, yang jelas bukan karena ketawaku yang tak memiliki suara.

"Aku ambil dulu ranselnya, Kak," tulisku.

Sedetik kemudian masuk ke dalam rumah yang sudah terkunci. Aku mengambil kunci yang cadangan yang kusimpan dalam tas selempang. Biasanya kalau mama berangkat pagi dan aku malas menutup pintu, maka mama akan menutup dari luar.

Tak butuh waktu lama untukku mengambil ransel yang terletak di ruang keluarga. Aku menyerahkan ransel itu pada Kak Candra yang tadi duduk di motornya.

"Terima kasih, Anggrek. Aku pamit dulu. Assalamu'alaikum."

Wa'alaikumussalam.

Saat suara klakson terdengar, aku melambaikan tangan pelan. Mataku memandangnya sampai sosok itu benar-benar telah menghilang.

Baru saja aku berada di teras dan ingin masuk ke dalam rumah, deru motor dari belakang membuatku berbalik.

Papa.

"Assalamu'alaikum."

Wa'alaikumussalam.

Papa memandangiku dari atas sampai bawah.

"Kamu mau pergi ke mana? Atau pulang dari mana kamu?"

Aku menggigit bibir, kalau kujawab dengan jujur, papa pasti murka. Kalau tidak jujur, malah dosa.

Gimana ini?

"Kalau ditanya ya jawab!" Aku tersentak karena bentakan papa.

Buru-buru kuambil notes dan pulpen dari dalam tas. Belum satu kata yang kutulis, papa langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apa pun.

💔💔💔

            Seperti malam-malam sebelumnya, meja makan selalu ramai. Bisa dibilang, meja makan adalah tempat kami berkumpul setelah melakukan berbagai aktivitas.

"Pa, hari tiga hari lagi kan tujuh belasan." Kak Carika membuka percakapan.

"Lalu?" Papa menatap ke arah Kak Carika, bertanya.

"Nah, lusanya aku lomba drum band, Pa. Jalan bareng yang gerak-jalan," jawab Kak Carika.

Pantas saja seminggu terakhir, intensitas latihan Kak Carika padat. Bahkan Jam pulangnya agak telat dari papa.

"Berarti sabtu, ya? Pas hari libur kerja."

"Papa nonton ya?" Kak Carika memandang papa penuh harap. Sementara papa pura-pura berfikir.

"Nonton nggak, ya?"

"Ayolah, Pa. Ya? Ya?" Kak Carika tiba-tiba merengek. Membuatku seketika tersenyum. Sangat jarang sekali aku melihat ekspresi itu di wajah kakakku.

"Baiklah, papa nonton." Papa tersenyum pada Kak Carika.

Kak Carika kini beralih pada mama yang sedari tadi diam.

"Mama juga, ya?"

Mama menatapku sebentar, "lihat nanti, ya." Kak Carika mendesah kecewa setelah mama mengatakan itu.

Kenapa mama tak mengiyakan keinginan Kak Carika? Padahal mama  tinggal meminta karyawannya untuk menutup toko. Jika alasannya adalah karena toko.

Kali ini tak ada pembicaraan lebih lanjut. Setelah membantu mama. Membereskan piring kotor, aku ke pamit ke kamar. Kulihat papa sedang menonton televisi. Sementara Kak Carika sudah masuk ke dalam kamar sejak selesai makan. Lelah, katanya.

Memangnya siapa yang tidak lelah kalau setiap hari pulang sore?

💔💔💔

             Cahaya rembulan menyapaku, saat tirai jendela perlahan kubuka. Aku mendudukkan diri, menghadap ke luar jendela. Memandang bulan yang tak lagi sabit tanpa noda. Bersih sebersih kapas.

Hari ini adalah hari terakhir aku bertemu Kak Candra dalam minggu ini. 

Jadi, lusa aku pasti kesepian sekali. Kak Carika pergi lomba dan papa pergi menontonnya. Aku yakin mama juga pergi. Walau setengah hatiku ragu.

Eh, kenapa aku bersedih? Bukankah sejak dulu aku selalu kesepian. Bahkan dari pagi hingga petang.

Aku menggeleng pelan. Mengusir perasaan yang kubenci.

Meskipun dari hati yang paling dalam keinginan untuk pergi menonton Kak Carika ada, aku takut hal itu akan terjadi lagi. Hal yang menyakitkan untuk diingat. Apalagi untuk mengulangnya.

Cukup kejadian sore tadi yang membuatku menangis. Kuharap hari-hari berikutnya tak ada lagi.

________________________

~HN 🐬
Bima, 19 Agustus 2019
23.06

.
.

Hai!
Maaf updatenya telat.

Terima kasih untung yang sudah menyimpan cerita ini di reading list, memberikan vote, dan meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Kritik dan sarannya juga aku tunghu ya.

Aku mau nanya, apa cerita ini membosankan?

Kalembo ade.
Sarengheo 💕

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita dan Kata (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang