💔 5. Refreshing

30 4 2
                                    

             Enam ratus menit dalam seminggu aku menghabiskan waktuku bersama Kak Candra dengan belajar. Ya, tak terasa sudah sebulan rutinitas itu berlangsung tiap hari senin sampai kamis dengan durasi dua jam setengah.

Pembelajaranku pun meningkat drastis, Kak Candra bahkan memberikanku buku-bukunya. Termasuk kamus bahasa ibu dan asing.

"Gimana? Sudah selesai, Anggrek?"

Aku menggeleng tanpa mengangkat wajah ke arah Kak candra. Saat ini aku tengah menyelesaikan soal-soal tentang trigonometri. Soalnya tak terlalu sulit. Namun, menulis jawabannya membutuhkan waktu yang lumayan lama. Kalian tahu persis bukan? Soalnya sebaris, tetapi jawabannya bisa sampai selembar kertas.

Ada sepuluh soal yang Kak Candra berikan. Aku sudah mengerjakan delapan soal. Masih tersisa dua soal lagi. Aku mengembuskan napas pelan. Meniup poniku. Lalu merenggangkan jari-jari tangan hingga mengeluarkan bunyi.

"Capek?"

Aku menggelengkan kepala ke arah Kak Candra. Laki-laki yang akhirnya kuketahui berumur enam belas tahun itu menyenderkan punggungnya pada kaki sofa. Se-persekian detik kemudian ia menegakkan punggungnya. Mengambil segelas air dingin yang ada di atas meja.

"Ini, minum!"

Eh? Kukira Kak Candra mengambil untuk dirinya sendiri.

Aku segera meraih air dingin itu. Sebelum tangan Kak Candra pegal karena terlalu lama menggantung di udara.

"Terima kasih," ucapku yang tak mengeluarkan suara sambil tersenyum.

Kak Candra balas tersenyum.

Aku meminum dengan dua kali teguk. Tenggorokanku terasa sejuk. Setelah menyimpan gelas, aku kembali mengisi dua soal yang tersisa.

Lima menit kemudian, aku selesai mengeksekusi semua soal yang Kak Candra berikan. Buku itu kuserahkan pada guruku.

Wajah yang memeriksa satu per satu pekerjaanku itu tampak serius. Kalau matanya memandang lebih dari satu jam kertas itu, apakah akan terbakar?

Aku menertawakan pikiran konyolku. Tetapan Kak Candra ketika serius itu memang sangat tajam, tetapi tak membuatku takut.

"Benar semua, Anggrek."

Mataku seketika berbinar. Benarkah?

Kak Candra mengangguk. Menatapku lurus, "kamu memang pintar, Anggrek. Ini bahkan pelajaran kelas sembilan."

Aku tersenyum lega. Artinya, aku tidak menyulitkan Kak Candra, kan?

"Hmm ... Anggrek."

Aku menunggu Kak Candra melanjutkan ucapannya.

"Apa kamu nggak merasa bosan?"

Aku mengerutkan kening. Meraih pulpen dan notes.

"Bosan apa maksudnya, Kak?"

"Ya ... bosan belajar begini-begini saja."

Bosan ya?

Aku menggeleng. Kemudian mengangguk.

Entahlah .... Bukannya lima tahun ini aku terbiasa belajar di rumah bersama tumpukan buku bahkan sebelum Kak Candra datang?

"Apa kamu nggak mau belajar di luar gitu? Atau setidakmya refresing sekali seminggu?" tanya Kak Candra pelan.

Sebenarnya ... ya aku sedikit merasa jenuh.

Aku ingin surai hitamku tertiup angin sore. Tanpa sadar aku mengangguk antusias. Membuat Kak Candra tersenyum lebar.

Kita dan Kata (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang