Pesan Dari Masa Silam ( Prolog )

174 10 3
                                    

12 Juni 2025

Iseng saja aku mendekati jendela di Apartemenku. Bangunan tinggi menjulang terlihat diseluruh sudut kota. Tak ada satu tempatpun yang terlihat kumuh. Semua serba modern. Udara panas mulai terasa ketika mentari sudah sampai ditempat tertingginya.

"Masya Allah! Udara hari ini panas sekali." Ucapku.

Tidak terasa sudah satu jam aku menatap jendela. Menikmati suasana kota yang begitu ramai membuatku lupa bahwa hari ini aku ada jadwal Kuliah.

"Oh iya, hari ini kan ada jadwal Kuliah. Aku siap-siap dulu ah!." Ucapku sambil bergegas kekamar mandi.

ketika melewati ruang tamu, tiba-tiba Handphoneku berbunyi.

Kriinngggg....kriingggg....kriiinggggg!

Kuhampiri dan kuperhatikan handphoneku. Muncul nomor yang tak kukenal di layar.

"Siapa ini?" Gumamku dalam hati.

"Halo! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam." Jawabnya.

"Afwan! Ini dengan siapa ya?"

"Lim, ini aku. Ridwan. Sahabatmu. Masa kamu lupa."

"Ridwan?" Tanyaku dalam hati.

Pertanyaan itu langsung membawa memoriku mencari koneksi yang bisa menjawabnya. Ku ingat-ingat. Satu tahun. Dua tahun. Tiga, empat, lima, enam. Keringat mulai berucuran didahiku. Secercah cahaya mulai menerangi memoriku kala ku kembali ke kisahku enam tahun yang lalu.

"Masya Allah! Ridwan. Ini bener Ridwan si kecil dan tukang gombal itu?."

"Alhamdulillah, kau tidak lupa, Lim." Jawabnya.

"Tapi kenapa ya, julukan itu tidak pernah hilang dari ingatanmu?" Tanya Ridwan gusar.

"Ha-ha-ha! Maaf, Wan. Julukanmu tidak akan pernah hilang. Soalnya dengan julukan itu aku mudah mengingatmu." Candaku.

"Huft! Ada-ada saja kau."

"He-he. Oh iya, bagaimana kabarmu? Pesantren amankan?" Tanyaku.

"Alhamdulillah, baik! Kabarmu gimana? Kalau masalah Pesantren, tenang. Semuanya aman terkendali."

"Alhamdulillah Bi Khair! Subhanallah! Ana rindu sekali dengan Pesantren, Wan."

"Rindu dengan Pesantren, atau dengan Aisyah, nih?."

Deg. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Kembali memoriku diajak bernostalgia dengan kampung halaman dan pesantrenku.

"Kamu ini memang The King Of Girls. Setiap waktu pasti obrolannya tentang wanita."

"Ha-ha-ha. Julukan baru lagi, nih? Lebih bagusan ini, Lim. The King Of Girls." Katanya bangga.

"Gitu aja bangga. Hati-hati loh. Banyak wanita nanti susah nikah." Balasku.

"He-he. Iya pak Ustadz."

"Oh iya, Lim. Aku dapat kabar gembira nih. Temen kita, Rofiq. Sebentar lagi mau nikah." Tuntasnya.

"Masya Allah! Kapan, Wan?"

"Nanti minggu depan."

"Baiklah! In sya Allah Ana akan datang. Alhamdulillah minggu depan kuliah Ana di Madinah sudah beres."

"Masya Allah! Kalau gitu bagaimana kita sekalian reunian aja? Kayanya seru euy?"

"Ana setuju. Sudah enam tahun kita tidak kumpul bareng lagi. Kamu yang atur ya, Wan."

"Beresssss. Aku tunggu! Jangan lupa oleh-olehnya. Assalamu'alaikum."

"Siap! Wa'alaikum Salam."

Ku tutup handphoneku. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.

Translate
Afwan: Maaf
Alhamdulillah Bi Khair: alhamdulillah baik
Ana: Saya
Euy: ungkapan dalam bahasa sunda
The King Of Girls: Raja Wanita

Alhamdulillah Part II beres. Bagaimana? Menarik bukan? Hhe. Makanya, like and share dong. Supaya saya lebih semangat lagi melanjutkan kisahnya.
Jangan lupa tinggalkan saran dan kritik kalian di komentar ya!

Salam Literasi

Cinta Yang DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang