***
Bugis dan dapros adalah makanan khas dikampung kami. Tepung ketan yang dikukus dalam daun kelapa dan diberi isian dengan enten sangatlah mantap jika disantap dengan ditemani secangkir kopi panas. Sedangkan dapros adalah makanan sejenis dengan kerupuk. Terbuat dari tepung beras yang dibuat lonjong dan bergelombang. Dapros ini biasa disajikan saat hari raya tiba, atau sekedar makanan ringan pendamping lauk pauk."Neng, candak gulana di dapur. (Neng, ambil gulanya di dapur).” Perintah emak.
“Muhun, mah, sakedap. (Iya, bu, sebentar).” Jawab Adikku.
Itulah kebiasaan kami dikampung. Membuat makanan khas untuk sekedar dimakan sendiri atau dijual sebagai oleh-oleh.
***
"Lim, kita main ke Pesantren dulu, yu, ana kangen suasananya." Ajak Ridwan.
"Hmm bolehlah."
Langsung saja kita ganti haluan. Asalnya menuju jalan pulang, sekarang jalan menuju pesantren.
“Dan, oper-oper.” Teriak seorang anak kepada temannya.
Kuhampiri mereka yang terlihat asyik bermain bola dihalaman Pesantren. Melihat wajah mereka yang polos dan tanpa beban membuat aku merasa ingin kembali kemasa kecil. Persepsi aku ketika kecil menjadi besar adalah sebuah kedigdayaan semata. Mungkin diantara kita berpikiran sama bahwa menjadi besar adalah suatu kebebasan. Kita bebas untuk bermain, belajar, dan bebas dalam segala hal. Kecuali yang dilarang agama. Tapi kini aku sadar, menjadi besar tidaklah terlalu menyenangkan. Banyak beban yang harus ditanggung agar menjadi seorang dewasa sejati.
“A, awasssss....”
Aku yang sedang sedikit melamun tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan itu. bruukk. Sebuah bola jatuh tepat mengenai atas kepalaku. Aku sedikit meringis kesakitan karena kerasnya hantaman bola itu.
“Innalillahi.” Ucapku spontan.
Mereka yang melihat hal itu, ada yang ketakutan, bahkan ada yang tertawa puas. Termasuk Ridwan.“A, punteun teu kahaja. (A, Maaf tidak sengaja).” Ucap salah seorang diantara mereka.
“Muhun, teu sawios. Sok atuh maen deui. (Iya, tidak apa-apa. Silahkan main lagi).” Balasku sambil tersenyum menahan sakit.
“Tos Magrib ah, A. Bade uih heula. (Sudah magrib, A. Mau pulang dulu).” Kata mereka sambil berlari meninggalkan pesantren.
“Astagfirullah, tidak terasa sudah sampai magrib disini.”
Langkahku sedikit gontai karena hantaman bola tadi. Bukannya lebay, tapi memang sakit. Kalian mungkin tau ada bagian bola yang sangat keras, kan? Bagian itulah yang jatuh tepat diatas kepalaku.
***
Malam ini adalah malam penentuan. Apakah aku akan meninggalkan kampung ini ataukah ditangguhkan sampai Allah menakdirkanku untuk pergi ke Madinah. Sungguh momen yang sangat menegangkan.
Kutatap layar komputerku. Entah bagaimana aku mengungkapkan perasaanku sekarang ini. Terlihat hitungan mundur dari layar sebagai isyarat waktu pengumuman akan segera tiba. Sengaja aku kunci kamarku. Aku tidak mau umi ataupun abi kecewa jika aku harus gagal.
Ting. Sebuah suara yang nyaring menandakan pengumuman kelulusan sudah masuk. Dengan mengucap basmallah, ku arahkan panah pada link yang tertera dilayar. Sekejap mata layar sudah berpindah ke website Universitas Madinah.
“Bismillah. Apapun hasilnya aku harus bisa menerimanya.” Ucapku meyakinkan diri.
Sebuah surat resmi berbahasa Arab dari Universitas Madinah sekarang menghiasi layar komputerku. Aku baca dengan seksama.
“Pengantar yang indah.” Gumamku.
Rektor Universitas Madinah memberikan sambutan yang begitu indah. Memberikan selamat dan semangat kepada mahasiswa yang telah diterima di kampus tersebut. Beliau menyebutkan bahwa mereka yang ditakdirkan kuliah di Madinah adalah orang-orang yang terpilih.
Aku scroll kebawah. Sampailah dibagian daftar kelulusan mahasiswa. Aku cek satu-satu. Aku mulai panik ketika namaku tidak ada. Aku cek sekali lagi. Aku balik lagi. Aku lihat lagi. Dan akhirnya memang tidak kutemukan. Seketika semuanya seperti sudah berakhir. Aku menyadari bahwa persaingan dikampus tersebut memanglah berat. Dengan menghela nafas panjang, aku mencoba mengikhlaskan semuanya.
“Loh, kok daftarnya hilang?”
Tiba-tiba aku terkaget karena layarnya kembali keawal.“Apa sinyalnya mati, ya?”
“Ah engga. Sinyalnya bagus.”
“Atau mungkin karena aku tidak lulus, jadi otomatis keluar?”
“Hmm bisa jadi.”
Ketika hendak membuka kunci kamar, tiba-tiba suara yang pernah membuatku berkeringat dingin berbunyi kembali. Ting.
“What? Wah ini sih fix bug server nya.”
Aku lihat kembali layar komputerku. Ku arahkan pada link yang tertera. Seperti dugaanku, servernya nge-bug. Aku kembali masuk ke website kampus. Tapi, tunggu. Dalam daftar kelulusan mahasiswa tadi tertera 1199 mahasiswa. Sekarang jadi 1200.
“Ini fix sih bug server.” Kembali aku mengatakan demikian.
Aku cek lagi daftar nama tersebut. Aku periksa satu-satu. Secercah harapan muncul saat aku membaca namaku ada dalam daftar itu.
“Salim Alfiyansah, najah.”
Ku terdiam sejenak. Ku periksa sekali lagi. Dan itu bukan bug. Dalam layar memang tertulis namaku dan predikat yang aku raih dengan bahasa Arab.
“Apakah ini mimpi? Atau aku memang sedang berhalusinasi?”
Halusinasi saat kesedihan atau kekecewaan yang mendalam memang ada. Aku bukan ngarang. Dalam ilmu psikologi disebut skizofrenia. Skizofrenia adalah sebuah penyakit kejiwaan yang menyebabkan seseorang berhalusinasi dengan sebab trauma, kecewa, kesedihan yang mendalam, dan yang lainnya.
“plak.” Aku tampar pipiku untuk menyadarkanku dari halusinasi itu.
Aku coba sekali lagi. "Plak". Tidak ada yang berubah. Semuanya sama. Malah pipiku yang memerah dan sakit. Namaku tetap ada dalam daftar itu. Aku akhirnya yakin, inilah kuasa Allah. Dia tidak akan meninggalkan hamba-Nya. Spontan aku bersujud. Menangis. Mengucapkan hamdalah. Perjuanganku selama ini tidak sia-sia. Penantianku yang panjang tidak lapuk ditelan kegagalan.“Alhamdulillahi alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat .” Itulah doa yang aku ucapkan sebagai tanda syukurku pada Allah yang Maha Pemurah.
***
Translate (Terjemahan kata)
Enten : Isian dalam bugis. Berupa campuran parutan kelapa dan gula.
Innalillahi : kalimat istirja. Sesungguhnya semua hanya milik Allah. Diucapkan ketika mendapatkan musibah.
Astagfirullah : kalimat istigfar. Memohon ampunan.
What : Apa
Bug : Kesalahan server/data
Najah : Lulus
Alhamdulillahi alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat : Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan-Nya menjadi sempurna segala amal saleh. Diucapkan ketika mendapatkan hal yang baik.***
Alhamdulillah part ke 3 dari episode Agar Yang Rapuh menangguhkan telah selesai.
Jangan lupa tinggalkan saran dan kritik kalian di kolom komentar, ya.
Jangan lupa juga untuk vote dan share ke temen-temen yang lain agar kami bisa meneruskan kembali cerita ini.#stayathome
#socialdiatance
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Dinanti
Jugendliteratur"Aisyah, Tunggu! Aku mau melamarmu." Tidak ku sangka kata itu keluar dari mulutku. Sebuah kata yang mempunyai arti sejuta makna. Kata itulah yang membuat semua gadis diseluruh negeri ini akan terdiam kaku. Termasuk Aisyah. Seorang gadis sholehah ya...