Bab 15

359 28 1
                                    

Happy reading!

***

Semakin hari kelas nya jadi lebih sering mendapatkan jam kosong. Di kelas nya Alya duduk diam mendengarkan musik dengan teh botol di atas meja nya juga beberapa makanan ringan.

Usai jam istirahat pertama ternyata guru tidak ada yang masuk ke kelas nya. Anak lain bilang ini rezeki, katanya tuhan sedang baik karena mau membiarkan otak mereka istirahat sehari penuh.

Tanpa tugas dan tanpa ocehan guru di kelas. Beberapa murid lain lebih memilih untuk menghabiskan jam kosong untuk pacaran, bernyanyi tak jelas dan kegiatan kecil lainnya yang merusak mata dan juga telinga orang yang akan bersantai-santai ria.

Alya terusik ketika Najwa dan Diandra datang mengganggu nya yang tengah bersantai.

"Alya gue mau tanya." Najwa menggoyangkan lengan Alya dan duduk diikuti Diandra.

Alya otomatis mengerutkan kening nya, menangkap raut bingung sahabatnya Najwa segera melanjutkan pertanyaannya.

"Gue mau tanya, itu si Dera abis berantem?"

"Ha? Kapan? Dia ribut lagi?" Alya duduk tegak.

"Lagi? Maksudnya dengan ribut lagi?" kali ini Diandra bertanya.

"Gue gak tau juga, dari beberapa hari ini emang tingkah nya makin aneh. Dan gue gak faham kenapa dia gampang banget emosi." jelas Alya.

"Lo mau cerita kenapa muka sahabat lo sampe bonyok kaya gitu?" tanya Diandra dan diangguki Najwa.

Alya meneguk air di botolnya kemudian menatap dua sahabat nya dan bercerita. "Kemarin malem gue telat balik, dan gue di tebengin balik sama temen. Sampe rumah tau nya udah ada Dera. Ya kejadiannya gitu aja, dia tiba-tiba mukul temen gue di depan rumah dan hasilnya ya gitu di pukul balik dapet memar deh mukanya." jelasnya.

Diandra dan Najwa mengangguk mengerti, pantas saja saat tadi mereka melewati lapangan dan melihat Dera yang tengah bermain bola merasa ada yang aneh dengan wajahnya. Dan ternyata itu adalah memar yang di dapat karena berkelahi semalam.

"Kalian tau dari mana muka Dera memar gitu?"

"Tadi gue sama Diandra habis dari toilet terus gak sengaja lewat lapangan, dan kebetulan liat dia yang lagi main sepak bola. Terus ya gitu deh." terang Najwa.

Ada sedikit jeda sebelum Diandra kembali bertanya. Ia sendiri merasa ada yang janggal semenjak bertemu dengan Dera.

"Al, lo yakin dia mukul orang yang anterin lo balik cuma karena cemas lo pulang malem?" Alya mengerutkan kening tak faham.

"Maksud gue, kalo dia marah cuma karena lo balik malem aneh gak sih?" Alya tak menjawab, ia sama sekali tak ada pikiran aneh yang mengarah kemana pun selain menurutnya Dera marah karena ia pulang malem. Walaupun ada sedikit kejanggalan.

"Udah deh Di, kali aja emang gitu faktanya. Jiwa detektif lo tunda aja dulu." sela Najwa. Bukannya apa Najwa hanya tak ingin suasana berubah menjadi canggung.

"Sorry. Gue cuma ngerasa agak aneh aja denger nya." Alya menangguk faham.

Ia tak bisa berasumsi lain, tapi juga tak bisa mengesampingkan asumi lainnya. Apalagi jika Diandra sudah bertanya ada yang aneh karena jiwa detektifnya sudah muncul.

"Gue gak yakin juga, cuma gue gak mau berpikir yang aneh-aneh. Sementara ini gue anggap aja kejadian semalem murni karena dia khawatir sama gue."

"Terus kalian berdua marahan? Tumben Dera gak mampir kesini." tanya Najwa.

"Gak ada musuhan, semalem gue cuma kesel aja dia jadi sebrutal itu cuma karena gue pulang telat dan di anter balik temen."

"Coba lo samperin gih, kasian juga gue tadi dia main bola kaya gak ada semangat nya." saran Diandra.

Alya juga merasa tak enak jika mengabaikan sahabatnya itu lebih lama. Alya bangkit menemui Dera, sedangkan Najwa dan Diandra kembali ke bangku mereka.

••••

"Nih minum." Alya menyodorkan sebotol air mineral dingin. Dera menoleh dan mengambil air itu, tersenyum tipis. Sebelum menghampiri Dera kelapangan, Alya mampir ke kantin untuk membeli sebotol air mineral.

"Sorry." Dera mengernyit tak mengerti.

"Sorry gue nyuekin lo seharian ini." Ah, akhirnya dia menangkap maksud yang Alya sampaikan.

"Enjoy aja kali, gue juga gak enak sama kejadian semalem. Gue bisa lepas kontrol kaya gitu apalagi di rumah Bunda." Alya tersenyum lega ketika mendengar pernyataan itu.

"Tapi Al, jujur gue gak suka kalo gue lo cuekin seharian ini. Gue jadi gak ada semangat nya karena gak enak sama lo."

Alya berdecak, ia memegang kening Dera memastikan suhu tubuh nya dan Dera tak berbeda jauh. "Lo sakit? Kok aneh gini sih? Biasanya juga muka tebel. Jadi so cool begini aneh banget."

Dera terkekeh pelan, "Gue sehat sayang. Cuma rasanya agak kaga enak aja."

Alya langsung buru-buru menoyor kepala sahabatnya. Ternyata benar sahabatnya sehat jika sudah mampu berbicara seperti itu.

Mereka berdua tertawa bersama, tak ada lagi yang harus di khawatirkan hari ini. Semua sudah baik-baik saja. Ya, harapa nya.

Ada yang mereka berdua lupakan, terutama Alya.  Ia lupa menanyakan kabar lelaki satunya.

TBC

Difficult Choice ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang