Chapter Six

9 1 0
                                    

Selamat malam, readers. Aku balik lagi, ya. Maaf upnya malem2 nih. Oke, Happy reading!

----

Violet menyembulkan kepalanya di balik pintu kelasnya. Memastikan bahwa bu Gina -guru yang tadi mengajar di kelasnya- masih berada di dalam kelas. Namun, yang ia temui hanya bangku kosong. Tanpa ada bu Gina yang duduk di sana. Ia melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya.

Masih dengan wajah yang ditekuk, Violet memutuskan duduk dengan tiba-tiba, membuat teman-temannya berjengit kaget.

"Vio!" Seru Nadine yang mengusap dadanya akibat terlalu kaget dengan kedatangan Violet yang tiba-tiba.

Violet tak mengindahkan seruan kaget dari teman semejanya tersebut. Lalu Violet mengeluarkan buku catatannya dan membanting buku itu dengan keras.

Gabriel yang berada di belakang Violet pun terkejut dengan suara yang dihasilkan bantingan buku tersebut. Lalu Gabriel melirik ke arah Sarah -teman semejanya- bertanya tentang perubahan sikap Violet.

Sarah yang tak paham pun hanya bisa mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau," bisiknya kemudian.

Nadine menatap aneh ke arah Violet. Kemudian ia bertanya, "Lo kenapa, sih, Vio?"

Violet tak menjawab. Ia masih asyik dengan kegiatan menyalin materi di white board di depan. Sesekali mulutnya mengluarkan umpatan-umpatan kecil yang diarahkan kepada Varo.

"Varo tembok, bisanya cuma bikin orang kesel aja." Lagi, Violet mengumpat pada sosok Varo yang tak ada di dekatnya.

"Untung kakak kelas. Coba kalo bukan, udah gue pites tuh muka datarnya." Geretuan Violet semakin sering terdengar kala materi yang ia salin sedikit lagi.

Nadine yang mendengar umpatan Violet pun mengangkat alisnya bingung. Lalu pandangannya tertuju pada Gabriel yang masih menatap Violet. Melalui tatapan matanya Nadine bertanya kepada Gabriel tentang perubahan sikap Violet yang tiba-tiba. Gabriel yang tidak tahu hanya bisa mengangkat kedua bahunya diiringi oleh gelengan dari kepalanya.

"Vio, lo ken--"

"Kok tumben bu Gina udah keluar. Padahal jamnya dia belum selesai?" Pertanyaan Nadine terpotong oleh Violet yang terlebih dahulu bertanya.

"Ah, itu... tadi dia katanya ada urusan. Jadi bu Gina pergi duluan sebelum jam ajarnya selesai." Nadine menjawab.

Violet mengangkat sebelah alisnya. Lalu menganggukkan kepalanya. "Oh,"

"Vio, lo baik-baik aja, 'kan?" Tanya Gabriel kemudian.

Violet menolehkan kepalanya kepada Gabriel yang duduk di belakangnya. "Iya, gue baik. Tapi emosi gue lagi gak baik." Violet menjawab dengan raut wajah kesal.

Nadine, Gabriel dan Sarah pun bertukar pandangan. Mereka meras bingung harus berbicara seperti apa pada Violet, mengingat jika cewek itu sedang emosi maka si macan dalam tubuh Violet akan keluar.

Violet yang merasa terus diperhatikan oleh ketiga temannya pun menoleh, melihat ke arah mereka bertiga. "Kalian ngapain ngeliatin gue terus? Ada yang salah sama diri gue?"

Nadine, Gabriel dan Sarah pun menunjukkan muka ketakutan. Seperti maling yang tertangkap basah.

"Elo. Lo yang salah, Vio." Sarah menjawab seketika.

Violet memasang wajah bingung. Lalu menunjuk dirinya sendiri. "Gue? Gue salah apa sama kalian bertiga?" Violet kebingungan dengan penuturan Sarah tadi.

Sarah mengangguk mantap. "Iya, elo. Tadi datang-datang ke kelas, ngegurutu gak jelas. Ditanya sama Gabriel juga jawab kek gituh. Lo buat gue, Gabriel sama Nadine bingung tau gak?"

Gabriel mengangguk setuju. "Bener tuh, apa yang dibilang sama Sarah. Lo kenapa, sih?"

Violet tidak langsung menjawab. "Oh, itu. Itu gara-gara si muka tembok, Varo. Kesel setengah abad gue sama tuh cowok. Kalian bayangin aja, gue udah coba negosiasi sama bu Risma. Eh, dia malah gak mau bantuin gue coba. Gimana gak kesel gue sama dia?!" Violet membalas dengan berapi-api.

Ketiga teman Violet dibuat bingung.

"Bantuin kayak gimana maksud lo?" kata Nadine yang masih bingung.

"Bantuin buat batalin belajar bareng, Nad." jawab Violet setengah berteriak.

Gabriel menatap curiga. "Lo kenapa gak mau banget ikutan belajar bersama buat persiapan olim?"

Violet terdiam. Entahlah, ia pun tak tahu kenapa dirinya sangat tidak menginginkan kegiatan itu. Violet hanya merasakan jika bahaya akan segera datang kalau dia setuju dengan kegiatan itu. Namun, di sisi lain ia pun tak dapat menolak.

"Gak tau. Firasat gue gak enak aja kalo harus urusan sama kegiatan itu." Violet menjawab sesaat kemudian.

"Aneh lo," Nadine berkomentar.

Kriingg..

Bel pertanda pulang pun berbunyi. Semua murid mulai bersiap untuk segera pulang. Tak terkecuali Violet dan ketiga temannya.

"Oh, iya. Ada yang mau nemenin gue ke toko buku gak?" tanya Sarah.

"Nggak bisa, Sar. Sorry, ya. Gue ada urusan." timpal Gabriel.

"Kalian berdua sih, Vio, Nad?"

"Gue bisa kok." jawab Nadine.

"Sorry ya, Sa. Gue nggak bisa ada urusan belum kelar nih." Violet menjawab dengan nada menyesal.

Sarah mengulas senyum. "Santai aja. Kalo gitu gue sama Nadine duluan, ya. Takutnya kesorean. Bye!" Sarah dan Nadine segera melenggang meninggalkan kelas yang mulai sepi.

"Vio, lo pulang dijemput atau bareng sama abang lo?" tanya Gabriel ketika keduanya dalam perjalanan menuju gerbang.

"Nggak tau juga. Kayaknya gue bakal pulang naik ojol deh." Violet melirik jam tangannya, pukul 14.00.

Gabriel menganggukkan kepalanya. "Oh, gitu, ya udah, gue duluan ya. Udah dijemput nih," pamit Gabriel yang langsung menyebrang jalan.

Violet membalas dengan lambaian tangan dan ucapan hati-hati. Dengan langkah pelan ia kembali masuk ke dalam lingkungan sekolah.

Violet masih mempunyai urusan yang harus segera ia selesaikan. Ya, dia harus selesaikan hari ini juga, jika tidak maka akan tidak baik kedepannya.

Urusannya dengan Varo belum selesai. Sama sekali.

☆○☆○☆

Tbc!

Hai, i am come back! Masih ada yang nungguin cerita ini gak sih? Kok rasanya sepi banget ini lapak😅 btw, aku mau minta maaf karena hampir 1 bln setengah aku menghilang tanpa jejak. Hampurain aku ya, karena aku masih beradaptasi dengan kemageran ini setelah 2 bln libur sklh.

Oke, see you next chapter ya!😄😉😉

i <3 u

Mima manis,


27 Juli 2019

Violet : Ketika si Angkuh DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang