Happy reading!
Empat hari setelah pemberitahuan peserta olimpiade Sains tingkat Nasional, Violet sudah memantapkan hatinya untuk menemui bu Risma secara langsung.
Berbagai kemungkinan telah ia pikirkan seperti; mendapat omelan dari bu Risma, penyambutan yang tidak baik, atau bahkan ia bisa saja digiring masuk ke ruang BK. Secara bu Risma adalah Wakasek Kesiswaan di sekolah. Pikiran negatif itu pun datang bergantian.
Langkah kecilnya membawa Violet ke ruangan pribadi Bu Risma yang berada di lantai tiga gedung sebelah Barat sekolahnya - yang berlawanan arah dengan gedung kelasnya- yang memiliki jarak yang cukup jauh.
Violet berdiri tepat di depan pintu bercat putih itu. Tangannya terulur untuk mengetuk pintu tersebut tapi, sedetik kemudian Violet mengurungkan niatannya.
Lo pasti bisa, Vio! Lo harus bisa! Demi otak lo. Ya harus bisa! Violet menyakinkan hatinya untuk mengetuk pintu tersebut.
Saat ia hendak mengetuk, pintu itu terlebih dulu terbuka dari dalam. Yang tak lain adalah bu Risma.
Bu Risma yang melihat kehadiran Violet pun tersenyum ramah. "Violet, ada perlu apa?" Tanya Bu Risma.
Violet panik sendiri. Ia menggaruk ujung hidungnya yang tidak gatal sama sekali. "An-anu sa-saya ingin bertemu dengan Ibu." Violet tersenyum kikuk.
Demi Tuhan, selama ia bersekolah di SMA Mega belum pernah ia berbicara segugup ini dengan seorang guru. Dan hanya ada 3 guru yang berhasil membuat Violet kelabakan ketika berbicara dengan guru. Pertama, Pak Husein, dia adalah Kepala Sekolah sekaligus pemilik yayasan. Di samping jabatannya, Pak Husein dikenal sebagai Singanya para guru SMA Mega. Karena beliau tidak akan segan menghukum staf sekolah apalagi murid yang terlambat. Yang kedua, Bu Aira, dia adalah seorang guru Sastra Indonesia di SMA-nya. Bu Aira memiliki paras yang rupawan, muda, memiliki intektual yang tinggi, dan tentu saja galak. Sebenarnya Violet tidak pernah memiliki masalah dengan Bu Aira, tetapi karena terlalu banyak mendengar gosip dari anak kelasnya, membuat Violet takut sendiri dengan Bu Aira. Dan yang ketiga adalah Bu Risma. Wanita paruh baya yang tengah berdiri di hadapannya.
Bu Risma menghentikan gerakkan tangannya ketika hendak menutup pintu ruangannya. "Oh ya? Ada perlu apa?"
Violet menghela napas panjang, menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba meningkat. "Saya ingin membicarakan soal olimpiade Kimia, Bu. Apa Ibu memiliki waktu?"
Bu Risma tampak berpikir. "Sebenarnya saya ada keperluan di luar-"
"Jika Ibu tidak ada waktu, nanti saya ke sini lagi, Bu." Violet menyela perkataan Bu Risma.
"Tapi sepertinya ini penting untukmu. Jadi saya rasa 20 menit cukup untuk urusanmu itu?" Sambung Bu Risma.
Senyuman mengembang di wajah Violet. "Cukup, Bu." Dengan tegas Violet menjawab.
Bu Risma membuka kembali pintu ruangannya, mempersilakan Violet masuk.
"Jadi apa yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Bu Risma ketika mereka duduk berhadapan.
Violet berdeham, menatralkan kembali detak jantungnya itu. "Jadi kedatangan saya ke sini, untuk memberitahukan bahwa saya tidak bisa menjadi peserta olimpiade Kimia, Bu." Jawab Violet dalam satu tarikan napas.
Bu Risma sempat ternganga mendengar jawaban kilat dari Violet. Kemudian Bu Risma berdeham. "Bisa kamu ulangi Violet? Karena saya tidak mendengarnya dengan jelas." Pinta Bu Risma.
Violet mengumpat dalam hatinya. Mampus lo, Vio! Mampus!
"Jadi... kedatangan saya ke sini adalah untuk memberitahukan bahwa saya tidak bisa menjadi salah satu peserta olimpiade, Bu." Sejelas mungkin Violet berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violet : Ketika si Angkuh Datang
Novela JuvenilDia Violet, 16 tahun. Terpaksa mengikuti olimpiade Kimia tingkat Nasional bersama seorang kakak kelas yang ia hindari. Sekuat apapun Violet menghindar dari dia, namun siapa yang bisa mengelak dari rencana Tuhan, bukan? Kisah kehidupan Violet yang mu...