Terpilih menjadi perwakilan sekolah dalam olimpiade Kimia adalah sebuah kebanggaan sendiri bagi setiap murid. Tetapi, lain dengan Violet. Cewek berambut sebahu ini tidaklah menganggap itu sebagai kebanggaan. Melainkan sebuah musibah. Pasalnya ia mengikuti seleksi itu tidak dengan niat tetapi karena sebuah pemaksaan dari sang kakak yang selalu meledeknya.
"Gila! Lo lolos, Vio. Gue salut sama lo." Ucap Nadine dengan suara yang membahana.
"Sumpah, gue serasa mimpi liat nama lo di papan mading, Vio." Sambung Gabriel, teman Violet yang lainnya.
Ya, mereka bertiga tengah berdiri di depan papan mading. Melihat secarik kertas yang baru saja ditempel oleh anggota ekskul KIR.
"Ini namanya bencana buat gue!" Teriak Violet histeris.
"Lo aneh, Vio. Kakak lo aja gak lolos. Bayangkan, kakak lo itu juara umum 1 di sekolah kita, sedangkan adiknya macam lo, bisa lolos." Cerocos Nadine.
Violet mencebik kesal, "Kalian liat deh, siapa yang nanti bakal jadi partner gue." Violet menunjuk satu nama yang tertulis rapi di atas namanya tersebut.
"Varodhika Juzack Pratama," Eja Gabriel layaknya anak SD. "Wouh!? Serius, dia yang bakal jadi partner lo? Gak salah bacakan gue?"
Violet meremas kedua tangannya di depan wajah Gabriel lalu menggeram gemas. "Ya ampun, Gabriel! Lo baru baca namanya aja udah kek gini reaksinya, apalagi gue yang bakal jadi partner dia di olimpiade nanti." Desis Violet.
Nadine mendengkus kesal. "Lo heboh banget dah, Gab. Emang lo gak malu diliatin sama yang lewat dari tadi?"
"Udah, udah. Jangan berantem. Kalian balik ke kelas duluan aja. Gue mau ke kelasnya Bang Agam dulu. Bye!" Violet pun berlalu meninggalkan kedua temannya di mading.
*-*-*-*
"Kenapa Ibu menempatkan saya pada olimpiade Kimia? Padahal saya tidak mengikuti seleksi apapun dalam olimpiade ini." Tanya seorang murid yang tengah menatap guru wanita yang berusia 40-an itu.
"Varo, hanya Kimia yang kosong. Kebetulan hasil dari seleksi kemarin sekolah kita kekurangan orang. Jadi saya pikir ini akan menjadi olimpiade kamu yang terakhir sebelum kamu lulus semester depan." Bu Risma menjelaskan pada Varo.
Varo memalingkan wajahnya ke samping, lalu menghembuskan napasnya. "Maaf sebelumnya, Bu. Tapi ini tahun terakhir saya di SMA Mega ini, dan saya rasa seharusnya sebagai siswa akhir tahun- seperti saya - sudah tidak ada kegiatan sekolah yang membebani pikiran seorang siswa yang tengah disibukkan oleh berbagai ujian akhir. Dan juga---"
Bu Risma menyela perkataan Varo. "Saya tahu, Varo. Tapi, apa salahnya jika kamu membantu sekolah untuk terakhir kalinya? Lagi pula saya sudah membicarakan hal ini dengan Wakasek Bidang Kurikulum, dan beliau mengizinkan kamu untuk mengikuti olompiade ini. Saya harap kamu paham."
"Saya paham. Tapi masalahnya saya--"
Lagi, bu Risma memotong perkataan Varo. "Saya rasa penjelasan saya barusan sudah sangat jelas. Jika sekolah kita mengosongkan bidang Kimia, maka akan fatal konsekuensinya bagi sekolah kita. Dan dalam olimpiade ini kamu tidak akan sendirian. Akan ada seseorang yang menjadi partnermu nanti."
Varo terlihat malas untuk berdebat dengan bu Risma. "Konsekuensi macam apa yang akan didapat oleh sekolah kita jika seandainya saya tidak mau ngikuti olimpiade ini?"
Bu Risma membenarkan letak kacamatanya. Butuh perjuangan yang keras untuk membujuk siswa berprestasi namun keras kepala seperti Varo ini. "Ada kemungkinan sekolah kita tidak akan diizinkan untuk mengikuti kegiatan apapun yang nantinya diadakan oleh pihak yang sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Violet : Ketika si Angkuh Datang
Novela JuvenilDia Violet, 16 tahun. Terpaksa mengikuti olimpiade Kimia tingkat Nasional bersama seorang kakak kelas yang ia hindari. Sekuat apapun Violet menghindar dari dia, namun siapa yang bisa mengelak dari rencana Tuhan, bukan? Kisah kehidupan Violet yang mu...