Tak pernah ada yang berbeda dari malamnya suatu tempat dimanapun kaki berpijak. Langit malam di Seoul, Jepang, Hongkong, maupun di Amerika sekalipun, warnanya tetap lah sama. Gelap, dingin dan dan sepi. Bintang pun tidak setiap hari muncul menemani bulan. Kalaupun ada malah ditutup oleh sekawanan awan tebal pembawa mendung dan berakhir hujan deras.
Aku tak pernah menyalahkan bagaimana mencekamnya malam hari ketika aku keluar dari gedung perusahaanku dan berdiri di tengah-tengah taman dengan kepala mengadah ke atas. Mataku menatap samar langit gelap yang bertabur bintang. Aku tak bisa melihatnya tapi aku bisa tahu kalau malam ini adalah salah satu malam paling indah yang pernah kusaksikan. Jika saja aku tidak lupa mengambil kacamataku di ruanganku tadi.
Jam kerja sudah habis sejak tiga jam yang lalu. Gedung perusahaanku juga sudah hampir gelap seluruhnya. Hanya ada beberapa titik cahaya di beberapa lantai paling atas yang menyala tanpa tahu kapan waktunya mati, dan juga lantai paling bawah tempat lobi gedung. Menyeramkan, tapi aku sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Ditinggalkan dengan setumpuk pekerjaan yang tidak seharusnya aku selesaikan dalam waktu dekat, tapi aku ingin sekali menyelesaikan secepatnya.
Kim Taehyung, sepupu sekaligus sekretarisku, tak pernah bosan mengingatkanku untuk memikirkan kesehatanku. Terutama masalah menjaga pola tidur dan makan. Dia selalu mengomeliku yang selalu makan makanan tak bergizi dari restoran cepat saji. Padahal dia sudah susah payah membuat kontrak dengan ahli gizi untuk memantau pola makanku. Tapi tetap saja aku tidak pernah mau memakan makanan dari ahli itu. Terlalu banyak hal hijau di dalamnya.
Lamunanku buyar saat kurasakan ada getaran di dalam saku atas di dalam jasku. Getaran singkat untuk satu notifikasi pesan singkat.
Aku tak perlu membukanya karena hanya dengan membaca namanya saja sudah membuatku tak bersemangat. Pun aku balik badan dan berjalan cepat dengan langkah lebar menuju kantor.
Sesampainya di ruangan, aku langsung mengambil mantel panjang dan kunci mobil. Tak lupa mematikan lampu ruangan lalu berjalan cepat lagi ke parkiran. Seolah sudah tahu aku akan kemana, teknologi bernama GPS itu langsung menampilkan daftar nama tujuan yang sering aku kunjungi dengan mobil ini. Pun aku langsung menekan pilihan pertama.
Tak butuh waktu lama sampai akhirnya aku menampakkan diri di salah satu restoran milik keluarga. Restoran ini sering kali dijadikan tempat berkumpulnya keluarga besar ketika ada acara-acara tahunan yang bersifat penting atau bahkan remeh sekalipun. Contohnya, jamuan makan malam bersama dua keluarga yang sudah dua tahun dilangsungkan. Tentu tanpaku.
Perjamuan dua keluarga ini tentu bukan tanpa sebab dilakukan. Dengan iming-iming pengembangan perusahaan, dua orang tua ini berniat menjodohkanku dengan putrinya. Sudah dua tahun direncanakan, tapi aku tidak pernah mau datang. Terhitung sudah hampir sepuluh kali perjamuan ini diadakan, dan baru hari ini aku menampakkan diri.
"Kalau kau tidak datang lagi kali ini, ayah pastikan kau tidak mendapatkan apapun termasuk gedung yang kau punya sekarang ini. Aku tidak peduli meski kau yang membangunnya dengan keringatmu sendiri. Jadi, dengarkan ayah dan datang ke perjamuan besok malam."
Begitu yang ayah bilang padaku kemarin saat dia dengan tiba-tiba datang ke apartemenku. Yang lebih mengejutkan, beliau sudah duduk di sofa ruang tamu dengan gayanya yang pongah dan menjengkelkan itu. Kemudian mengancam akan mengambil semua saham sekaligus hak kepemilikan gedung perusahaan yang sudah kubangun selama sepuluh tahun ini kalau aku tidak menuruti kemauannya.
Pak tua serakah itu tidak pernah puas dengan harta dan jabatan. Entah mau diapakan uang-uang yang sudah sebanyak satu negara ini. Bahkan untuk menghidupi cicit-cicitnya nanti pun tidak akan habis sampai tiga digit uang. Pun batas ketamakan manusia juga ada. Tapi sepertinya pak tua itu tidak peduli dengan batasan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Magic Shop | NamJin
Fanfic"Selamat datang di Magic Shop. Tempat bersantai dengan segelas teh tanpa batas refill dan buku-buku dengan segala jenis bahasan. Lengkap. Atau mungkin ada sesuatu yang ingin didiskusikan bersama? Saya siap mendengarkan, Tuan. Semoga anda menyukainya...