Chapter 4

8 3 0
                                    

Bab 4

"Melanie..... Buka pintunya!

Tidak perlu, siapa yang mengetuk pintu kamarku termasuk ibuku. Aku tetap menangis sepanjang hari tanpa henti.

Yang kulakukan hanyalah menangis.

Betapa bodohnya diriku....
Kenapa harus mengeluarkan air mata karena dia....
Bukannya aku harus melupakannya?

"Melanie.... Kenapa kamu? Ayo buka pintumu! Ceritakan semua yang terjadi padamu!"

Aku tetap tidak bisa membuka pintu. Hatiku rasanya sakit, tidak bisa melupakannya. Entah kapan, aku bisa melupakannya.

Tiga hari kemudian....

"Melanie, buka pintunya! Ini Aisha!

Sudah tiga hari, aku tidak pergi kesekolah. Pasti, Aishalah yang mengkhawatirkanku. Tidak heran, dia langsung datang mencariku.

"Kumohon, bukalah pintunya!" bentak Aisha yang berusaha membuka pintunya.

"Maafkan aku, Aisha. Saat ini, aku ingin sendiri..." balasku sambil menutup wajahku dengan bantal.

"Kenapa?! Apa karena dia lagi? Apa kamu lupa, saran yang kuberikan padamu! Lupakanlah dia! Dia nggak bakal mencarimu walaupun kamu menangis setengah mati!"

Mendengar apa yang dikatakan Aisha, memang benar. Seharusnya saat itu, aku tidak memperdulikannya.

Diriku yang begitu lusuh dan lemah karena sudah tiga hari tidak merawat diri. Maka, aku berusaha membangkitkan diriku dari terpuruk.

Tanpa berpikir panjang, aku membukakan pintu untuknya. Aisha langsung memelukku, dan dirinya langsung khawatir ketika melihat kondisiku seperti kurang gizi.

Ibuku langsung secepatnya menyiapkan makanan kesukaanku yaitu ayam goreng. Mencium aromanya saja langsung membuatku lahap makan. Dengan sekejap, aku menghabiskan tiga piring nasi dan ayam goreng karena tiga hari aku tidak menyentuh makanan.

"Terima kasih, Aisha. Berkat kamu, Melanie sudah lebih baik." ucap ibuku sambil memberikan bingkisan kepada Aisha.

"Sama-sama tante." balas Aisha sambil menerima bingkisan pemberian ibuku.

Aisha langsung pamit dan pergi, tidak lupa dia berpesan kepadaku agar menjaga kesehatan karena ujian sebentar lagi akan tiba.

***
Keesokan harinya, diriku sudah mulai berubah karena tidak lagi memikirkannya. Aku benar-benar melupakannya, walaupun sering berpapasan dengannya. Tidak peduli, apa yang dikatakan olehnya, tetap fokus terhadap diriku.

Namun suatu hari, ketika aku sedang belajar di perpustakaan, Bakti datang membawa buku yang dia bawa dan berjalan menuju ke arahku. Dia duduk tepat di depanku. Untunglah, aku fokus belajar matematika, jadi tidak memperdulikannya.

"Mel... Sebenarnya, aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Kenapa, kamu selalu menghindariku?" tanya Bakti yang sedang menatapku walaupun aku tetap tidak memperdulikannya.

"Maaf, aku sedang sibuk." balasku sambil belajar.

Dimanapun aku berada, mulai dari kantin, kelas dan di lapangan, dia selalu memperhatikanku. Walaupun merasa tidak nyaman, aku tetap tidak memperdulikannya sampai hari pertama ujian telah tiba.

Untunglah, aku tetap fokus apa yang kukerjakan sampai ujian telah selesai. Waktunya bagi kami bebas dan siap menghadapi pengumuman kelulusan yang cukup mendebarkan.

Tetapi belum selesai, karena aku harus menghadapi satu hal lagi yaitu bertemu dengannya ketika rapat khusus bagian tim dekorasi.

Aku harus bersabar karena sebentar lagi tidak akan bertemu dengannya lagi.

"Hei, Mel. Sini biar kubantu...." kata Bakti.

"Tidak usah, biar aku saja." balasku yang hanya fokus apa yang kukerjakan.

"Kamu kenapa? Apakah aku ada salah denganmu?" tanya Bakti dengan penasaran.

"Tidak. Urus saja dengan cewekmu." balasku yang lalu langsung pergi ke tempat lain.

Apa yang kulakukan?
Kenapa aku bicara seperti itu?
Bukannya kedengaran kasar!
Tapi sudahlah, aku tidak memperdulikannya....

Perkataan itu membuat Bakti menjadi penasaran yang membuat suasana menjadi cekam. Tanpa berpikir panjang, Bakti langsung menarik tanganku dan sontak membuatku kaget.

"Cewek? Sejak kapan aku punya pacar?" tanya Bakti dengan menunjukkan ekspresinya yang mulai emosi.

"Astaga.... Ndak usah pura-puralah. Aku tahu koq.... dan menyaksikan sendiri. Sudah, jangan ganggu aku. Sibuk tahu...." balasku sambil menghempaskan tangan darinya.

***
Oh Melanie....
Betapa kasarnya dirimu....
Kenapa aku harus melakukannya?

Malam hari tepat menunjukkan pukul sembilan malam. Diriku masih memikirkan konsep dekorasi yang nantinya digunakan untuk pesta perpisahan di sekolah.

Saat aku mulai menggambar konsepnya, tiba-tiba suara handphone yang berbunyi. Kulihat yang menelponku tak lain adalah Bakti.

"Halo, Melanie. Boleh keluar sebentar, aku sudah didepan rumahmu."

Astaga.... Jam segini, dia datang ke tempatku. Apa dia gila ya?

Diriku langsung pergi menghadapinya, kulihat dia membawakan sesuatu seperti kado. Tanpa ragu-ragu, dia langsung memberikannya kepadaku.

"Ini apa?" tanyaku dengan penasaran.

"Sebenarnya, besok itu adalah ulang tahunmu. Tetapi, aku kasih kamu sekarang. Aku harap kamu menyukainya." jawab Bakti.

"Terima kasih, Bakti. Oh iya, sudah larut malam, sebaiknya kamu pulang ya. Bye...." balasku yang sesekali melihat wajahnya.

"Baiklah, Melanie. Bye juga ya...." balas Bakti sambil melambaikan tangannya.

Ada apa dengan dia ya?
Tumben dia baik sama aku....

DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang