21 Agustus 2023
Teo bersiap untuk berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun, sebelum itu ia terlebih dahulu untuk sarapan bersama ayah yang sibuk dengan laptop di atas meja, dan kakak yang sedang menyeruput segelas kopi sembari membaca surat kabar. Teo yang melihat kejadian itu menghela nafas kasar karena bosan dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Ia pun memutuskan untuk menyudahkan sarapannya yang belum tuntas.
Teo berangkat tanpa disadari oleh ayah maupun sang kakak.
Ayahnya merupakan seorang CEO di sebuah perusahaan makanan cepat saji yang banyak menghasilkan makanan instan, seperti mie dan jenis makanan lainnya. Keluarganya memiliki reputasi besar dalam bisnis makanan cepat saji.
Teo sering diperlakukan tidak adil dengan kakaknya, sang kakak yang terlahir sempurna selalu dibangga-banggakan di depan orang lain, sedangkan Teo tidak pernah sama sekali, bahkan untuk mengakui kemampuan Teo saja sang ayah tidak pernah melakukannya.
Sesulit itukah mengucapkan kata hebat untuk anak sendiri? Padahal setiap anak ingin mendapat pengakuan dari orangtuanya agar ia memiliki jalan yang terarah dalam hidupnya.
Teo berangkat di antar supir pribadinya dengan mood yang sudah berantakan. Ia biasa diantar oleh sang supir yang sudah lama bekerja untuk keluarganya, dan entah mengapa ia lebih nyaman diantar sang supir dari pada diantar ayahnya sendiri. Waktu itu ia pernah sekali diantar sang ayah dan hal-hal yang tak diinginkan terjadi di luar kendali.
Teo berjalan menuju kelasnya, mengikuti alur rutinitas harian di sekolah dengan menyusuri lorong menuju kelasnya di lantai dua. Tak sengaja ia berpapasan dengan Bumi yang tengah asyik bermain basket. Tiba-tiba kaki Bumi tersandung karena ia berlari cukup kencang yang menyebabkan bola basket di dipegangnya terhempas dan melambung ke arah Teo. Kecepatan Teo dalam menangkap bola tersebut membuat Bumi sangat terpukau.
Teo harus jadi pemain basket di sekolah ini. Walaupun emang agak sedikit terlambat. Tapi, bisa dipastikan bakat Teo akan membuatnya menjadi bintang yang bersinar.
Bumi yang terjatuh langsung berdiri dan menghampiri Teo, "Makasih, Teo. Mau ikut main?" Ucap Bumi berterima kasih sekaligus mengajak Teo untuk bermain basket bersamanya di lapangan.
Teo memberikan bola basket yang ditangkapnya dan langsung menolak ajakan Bumi. Ia pun melanjutkan perjalanan ke kelas tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia berniat untuk tidak tergoda pada apapun yang berkaitan dengan basket hari ini.
Saat jam pelajaran bahasa Inggris, Teo diminta oleh Mr. Edwan untuk mengambil buku yang tertinggal di ruang guru, ia pun mengangguk paham dan langsung menuju ruang guru.
Teo yang hendak masuk ke ruang guru, secara tiba-tiba seseorang memanggil namanya dan menyuruh Teo untuk melempar bola basket yang berada di depan pintu ruang guru. Ternyata itu adalah Yozar yang sedang melaksanakan pelajaran olahraga. Teo yang tadinya acuh tak acuh akhirnya mengambil bola itu dan melemparnya ke arah Yozar tanpa ekspresi. Balasan yang diterimanya hanyalah lambaian tangan dan ucapan terima kasih dari Yozar.
Ini adalah kedua kalinya Teo memegang bola basket.
Jam istirahat tiba. Seperti biasa Teo datang ke kantin hanya untuk membeli minuman. Tak lama kemudian Haru dan Sangkara datang dan langsung ke warung bakso Mang Ole yang terkenal sangat enak seantero sekolah. Mereka bahkan meracik bumbu sendiri saat Mang Ole sibuk membuatkan pesanan bakso untuk murid lain. Di sana mereka berpapasan secara tak sengaja, Teo yang melihat keakraban keduanya merasa iri, mereka berdua nampak bahagia hanya dengan memesan bakso Mang Ole. Tak ingin berlama-lama menyaksikan kedekatan yang terjadi di antara Haru dan Sangkara, Teo pun memutuskan untuk pergi dari kantin.
Dengan santai Teo berjalan menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku yang sudah lama dipinjam.
Setelah dari perpustakaan ia pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Ia berjalan pelan di lorong sekolah yang jarang dijamah siswa. Nuansa sunyi dengan lampu remang-remang menambah kesan horor di setiap langkah kaki Teo yang mengalun sesuai alunan ritme.
Tepat saat langkahnya memasuki ranah yang selalu dijamah oleh banyak siswa, yakni lapangan sekolah, tanpa diduga sebuah bola basket melambung ke arahnya. Sangkara dan teman-temannya yang sedang bermain meminta Teo untuk bergabung. Di hadapan bola basket, gejolak di hati Teo muncul lagi. Meskipun awalnya enggan, tanpa sadar, Teo setuju untuk bergabung dan bermain bersama.
Di sisi lain Bianca datang bersama teman-temannya dari kantin, untuk pertama kalinya ia melihat Teo bermain basket dengan penuh semangat, dan untuk pertama kalinya pula ia melihat Teo tersenyum dan tertawa. Melihat betapa bahagianya orang yang ia sukai bermain basket Bianca mengeluarkan ponsel untuk memotret momen tersebut. Melihat hasil potret yang ia ambil, wajah Bianca memerah dan tanpa sadar mengembangkan senyumannya.
"Bianca, muka lo merah tuh." Goda salah satu temannya.
"Hah? Nggak kok, gue cuma kepanasan aja." Dusta Bianca sambil mengibaskan tangan ke arah wajahnya yang masih memerah.
"Ohh gue tau, pasti karena Teo. Ngaku aja deh, lo terpesona sama kemampuan Teo, kan?" Ucap temannya yang lain dengan nada meledek.
Bianca menepuk bahu temannya,"Ihh, apaan sih." Bianca masih mengelak, padahal sudah jelas bahwa ia mengagumi Teo, bahkan sebelum melihat laki-laki itu memperlihatkan kemampuannya dalam bermain basket.
Bianca kembali tersenyum sambil melihat Teo yang masih bermain basket, walaupun sudah bercucuran keringat laki-laki itu masih terlihat tampan.
Selepas bermain basket, Haru memberikan masing-masing dari mereka sebotol air untuk memulihkan tenaga.
"Kalian berempat keren." Seru Haru sambil memberikan botol air mineral pada semuanya.
"Thanks, Haru." Ujar Teo langsung meneguk air pemberian Haru.
"Paling keren waktu Teo masukin bolanya ke ring. Iya, nggak?" Ucap Bumi meminta pendapat ke yang lainnya. Semua langsung mengangguk setuju.
"Bener banget tuh. Teo, gimana kalo lo ikut club basket? Lo bisa jadi pemain unggulan." Saran Yozar sambil menyeka keringat di dahinya.
Mendengar saran dari Yozar, Teo terdiam sejenak lalu mengingat kembali bahwa impiannya tersebut sangat dikekang oleh sang ayah. "Gue nggak bisa, soalnya bokap gue--"
"Udah, ini formulir untuk masuk club basket. Nanti kalo udah diisi lo bisa kasih form nya ke Darren dari kelas 12-D." Potong Sangkara sambil memberikan formulir pendaftaran club basket sekolah.
Teo menerimanya dengan ragu, "Tapi, gue--"
"Udah, terima aja, Teo." Seru seseorang dengan suara cempreng khas-nya.
Teo menoleh saat Bianca sudah berada di dekatnya, "Bianca?"
"Gue dukung lo, kok." Ucap Bianca meyakinkan Teo untuk ikut club basket, "Ini kesempatan yang bagus, kan?" Sambungnya.
"Bukan cuma lo doang, kita semua dukung bakat lo, Teo." Sahut Bumi yang ikut mendukung impian Teo.
Teo tersenyum mendengar banyak orang mendukungnya untuk ikut serta dalam club basket di sekolahnya. Namun, lagi-lagi ia masih memikirkan perkataan sang ayah mengenai impiannya.
"Gue pikir-pikir lagi, ya?" Katanya, masih terlihat ragu untuk mengikuti saran dan dukungan yang diberikan oleh teman-temannya.
"Mikirnya jangan kelamaan, nanti keburu kadaluarsa." Ujar Bumi dengan nada bercanda. Semuanya tertawa mendengar ujaran Bumi. Ia tahu betul bagaimana meredakan ketegangan.
Gue yakin, lo pasti bisa, Teo. Gumam Sangkara dalam hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LINGKAR BINTANG [END]
Teen Fiction𝗕𝗮𝗯 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗹𝗶𝘁 + 𝗠𝗶𝗻𝗶𝗺 𝘁𝘆𝗽𝗼 Di dunia yang penuh dengan sandiwara ini kehidupan Sangkara dan teman-temannya diwarnai oleh kebahagiaan serta penderitaan yang silih berganti. Pengorbanan besar dan takdir yang tak terduga menciptakan rea...