Mentari mulai menunjukkan keberadaannya pagi ini untuk menyapa orang-orang agar menggenggam harapan di hari yang penuh dengan cerita.
Sangkara tengah bersiap-siap untuk berangkat sekolah, menyiapkan sarapan untuknya dan adiknya, dan mengurus beberapa keperluan rumah sebelum dirinya menginjakkan kaki di rumah pendidikan.
Sahara nampak senang jika sudah menyambut hari baru, karena dengan begitu ia bisa terbebas dari sang ayah yang terus memukuli dirinya hanya untuk memuaskan rasa kesalnya.
Hal serupa juga terjadi pada Yozar, Bumi, Teo, dan Haru yang akan memulai kehidupan dengan rutinitas yang sama, yakni mengemban ilmu.
Sangkara menyimpan segudang mimpi di matanya, melangkah ke sekolah dengan semangat yang tidak pernah pudar.
Sebelum ke kelas, ia tak lupa menitipkan Sahara ke perpustakaan, itu pun dengan berbagai pertimbangan dari kepala sekolah dan penjaga perpustakaan untuk menerima keberadaan Sahara di sana. Namun, karena Sangkara merupakan salah satu siswa terbaik di sekolah, akhirnya kepala sekolah dan penjaga perpustakaan mengizinkan Sahara untuk dititipkan di sana selagi Sangkara menjalani proses belajar mengajar di kelas. Untungnya Sahara adalah anak yang penurut dan patuh pada apa yang orang lain ucapkan, dengan begitu tidak ada yang merasa dirugikan.
Di kelas, dia dikelilingi oleh teman-teman yang beraneka ragam sifatnya. Tentu saja masing-masing dari mereka melakukan kegiatan lain sebelum pelajaran dimulai. Namun, berbeda dengan siswa lainnya, Sangkara lebih memilih membaca buku di waktu luangnya. Di pojok kelas ia juga melihat Yozar yang sedang tertidur.
Lagi-lagi seperti itu, semoga saja nilainya mengalami perubahan. Setidaknya baik. Batin Sangkara.
Di ruang kelas lain, Bumi dan Teo tengah menyiapkan diri untuk ujian harian. Di saat yang lain sedang membaca materi pelajaran yang akan diuji, Bumi malah membuat pesawat mainan dari sehelai kertas. Teo yang menyaksikan sifat kekanak-kanakan Bumi hanya bisa menggeleng pelan. Ia juga tidak mau memaksa Bumi untuk belajar.
Karena apapun yang dilakukan secara terpaksa, akan menghasilkan hasil yang tidak sesuai ekspetasi.
Di sisi lain, Haru menyusuri lorong sekolah menuju ruang BK, di sana ia melaporkan perbuatan anak kelas lain yang sudah merundungnya. Haru menjadi semakin berani mengutarakan isi hatinya berkat bantuan Sangkara. Hidupnya kini menjadi tenang karena orang-orang yang selama ini merundungnya akan mendapatkan konsekuensi.
Seperti itulah hidup mereka masing-masing. Dengan mata penat dan punggung membungkuk, mereka menanggung beban belajar, menghadapi ujian, dan merasakan getirnya proses pendidikan. Tetapi, dalam setiap tantangan, ada kekuatan bersama yang mengikat mereka.
Saat matahari mencapai puncaknya di langit, kantin mulai diramaikan oleh para siswa untuk mengisi energi. Sangkara menjemput adiknya di perpustakaan untuk ikut bersamanya menyantap makanan di kantin.
Di kantin pun, Sangkara sudah ditunggu oleh yang lain, seperti Teo, Haru, dan Bumi. Yozar kemungkinan terlambat datang karena ia masih tertidur di kelas. Sangkara saat itu berniat untuk membangunkannya namun karena saking laparnya ia lupa melakukan itu.
"Sahara, mau makan apa hari ini?"
"Bakso!"
Sangkara tersenyum dan mengangguk, "Yaudah, kamu tunggu di sini sama kakak yang lain, ya? Biar kakak pesan baksonya dulu ke Mang Ole."
Sahara mengangguk sambil tersenyum dan duduk di antara Teo, Hari, dan Bumi.
"Sahara, tadi baca buku apa di perpustakaan?" Tanya Teo penasaran. Begitu pun dengan yang lain.
"Aku banyak baca buku di sana, tapi yang paling aku suka buku tentang astronomi dan biologi. Seru banget!" Jawab Sahara dengan sifatnya yang ceria dan polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINGKAR BINTANG [END]
Teen Fiction𝗕𝗮𝗯 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗹𝗶𝘁 + 𝗠𝗶𝗻𝗶𝗺 𝘁𝘆𝗽𝗼 Di dunia yang penuh dengan sandiwara ini kehidupan Sangkara dan teman-temannya diwarnai oleh kebahagiaan serta penderitaan yang silih berganti. Pengorbanan besar dan takdir yang tak terduga menciptakan rea...