Ma

14 3 4
                                    

Sudah lima hari ini Danice mengabaikan Kuanlin. Bahkan ia minta pada Hyeongseob untuk bertukar tempat duduk. Minji dan Woojin juga tahu masalah ini. Danice yang menceritakan pada Minji. Maka secara otomatis Woojin juga akan tahu.

Kuanlin bingung harus bagaimana. Ia sudah berkali-kali minta maaf pada Danice. Namun selalu tak berbalas. Danice selalu mengabaikannya. Minji dan Woojin juga sudah berusaha membujuk Danice agar memaafkan Kuanlin. Tapi memang dasarnya kepala Danice itu sebelas dua belas dengan batu.

Pulang sekolah nanti Kuanlin bertekad akan minta maaf lagi. Apapun syaratnya, intinya Kuanlin akan berusaha mendapat maaf dari Danice. Maka ia meminta bantuan Daniel untuk tidak menjemput Danice. Daniel setuju saja. Hitung hitung ia hemat bensin.

Kriiiiiing

Berderingnya bel tersebut pertanda waktu pulang tiba. Semua siswa terlihat berhamburan keluar kelas. Termasuk Kuanlin. Ia buru-buru merapikan bukunya dan keluar kelas.

"Tumbenan susu tulang udah ga ada di tempat" itu Woojin yang bersuara.

"Ujin! Namanya Kuanlin" kata Minji.

"Kelepasan hehe" ujar Woojin tanpa rasa dosa.

"Huffft..."

"Ngapa lo Nice?" tanya Minji.

"Bang Daniel ga bisa jemput. Gimana dong?" jawabnya.

"Duh sorry Nice, kita juga ga bisa nganterin lo. Kita berdua ada keperluan" Woojin beralasan.

Padahal sebenarnya mereka juga sudah sekongkol dengan Kuanlin. Walau memang sebenarnya Woojin dan Minji ada acara, tapi masih bisa jika harus mengantar Danice dulu.

"Gapapa, gue coba balik sendiri aja" ucap Danice final.

"Bareng Kuanlin aja sih, sapa tau dia masih di sekolah" usul Minji yang diangguki Woojin.

"Ish gue kan masih diemin dia. Ogah banget tiba-tiba gue minta bareng"

"Yeu dikasih saran juga. Yaudah kita duluan ya! Bye Danice Kang" Minji dan Woojin pamit.

Danice keluar kelas. Namun pergerakannya ditahan oleh seseorang. Baru ia menoleh tapi tubuhnya sudah ditarik menuju gerbang sekolah. Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang tiba-tiba diajak berlari. Mereka sampai di halte bus seberang sekolah. Danice segera melepaskan genggaman tangan mereka. Namun baru aja terlepas, tangannya sudah digenggam lagi.

"Diem aja udah, dianter pulang kok" kata Kuanlin. Sedangkan Danice tak lagi berusaha melawan.

Bus mereka datang. Kuanlin men-tap kartu busnya dua kali. Masih dengan menarik Danice, ia mencari tempat duduk. Hanya ada satu tempat duduk. Sebagai laki-laki ia pun mengalah. Danice duduk namun tangannya masih digenggam oleh Kuanlin.

"Lepas ih Lin!"

"Nanti kakak kabur"

"Ngga deh, beneran"

"Ngga ah"

"Ish!"

Danice menggerutu. Apa apaan Kuanlin ini? Didalam bus saja tangannya digandeng begitu. Belum selesai menggerutu, Danice merasa tangannya ditarik.

"Ayo turun"

Setelah turun, ia baru sadar ini bukan di halte dekat rumahnya. Halte dekat rumahnya masih harus melewati tiga halte lagi. Lalu kenapa mereka turun? Dan Kuanlin menariknya ke sebuah taman. Kuanlin menyuruh Danice duduk disebuah bangku lalu pergi lagi.

"Kemana lagi sih? Disuruh duduk malah ditinggal" Danice masih saja marah-marah tak jelas.

Sebentar kemudian Kuanlin kembali sambil membawa dua kaleng minuman. Ah, jadi tadi ia beli minum. Kuanlin menyerahkan satu kaleng pada Danice lalu duduk di sisi bangku yang kosong.

Anak Aksel [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang