Ju

10 1 3
                                    

Mulai hari ini pekan ujian dimulai. Jika biasanya pada pukul 7 sekolah masih sepi, jika sudah memasuki pekan ujian maka pukul 7 terasa seperti pukul 8 kurang 5 menit. Dengan kata lain, sudah ramai. Para siswa datang lebih awal agar bisa mengulang pelajaran sekali lagi di sekolah.

Begitu pun dengan Danice dan kawan-kawannya. Sekarang mereka sedang berada di kantin untuk belajar sambil sarapan.

"Aih.. yang begitu ga pacaran namanya?"

Woojin akhirnya bersuara setelah muak melihat adegan picisan selama hampir setengah jam. Di hadapannya ada Kuanlin yang dengan telaten menyuapkan potongan roti untuk Danice. Sedangkan yang disuapi asik membaca buku dan sesekali menjelaskan materi jika diantara ketiganya ada yang bertanya.

"Tau dih, gue sama Woojin yang punya status, kok kalian yang romantis" Minji menimpali. Danice meletakkan bukunya.

"Ya ampun, kalian kalo mau juga tinggal suap suapan apa susahnya sih? Lagian ni ya, kalo gue ga disuapin Kuanlin, terus yang megang buku gue, ntar bukunya kotor kena coklat"

"Alesan bae lu, Nice" kata Woojin.

"Lo lagi lin, mau aja disuruh ama maknya Rooney" -Minji

"Kuanlin diem aja ngapain lo yang prites sih Ji?"

"Udah ya ampun kakak kakak. Kak Minji, bang Woojin, gue bukannya mau disuruh suruh, tapi gue menyelamatkan telinga dan badan gue dari amukan kak Danice" jelas Kuanlin

"ALIN!!!!!" teriak Danice tiba-tiba. Tiga orang lainnya menutup telinga seketika.

"Tuh kan"

Mereka tertawa kecuali Danice. Setelah sarapan mereka habis, mereka kembali ke kelas. Woojin yang beda kelas dengan Minji pun mengantar kekasihnya dulu ke kelas.

"Semangat ujiannya ya" ujar Woojin memberi semangat.

"Iya, kamu juga semangat ujiannya"

"Masuk kelas woi masuk kelas! Pacaran mulu" yang ini ulah Haknyeon, teman sekelas Woojin yang kebetulan ada disitu untuk belajar dengan Euiwoong.

"Mending gue ada status daripada yang ono" sindir Woojin.

"Heh buluk!!"

Mendengar teriakan itu Woojin dan Haknyeon segera keluar dari ruangan tersebut.

-----

"Huaaa alin... matematikanya susah tadi..."

Kini Danice dan Kuanlin sedang berada di taman kompleks rumah Danice. Sepulang sekolah tadi Danice meminta jalan-jalan dulu sebelum ke rumah. Jadilah mereka di taman sekarang.

"Ya susah gitu tapi kakak selesai juga kan ngerjainnya?" tanya Kuanlin.

"Iya, tapi kan bikin mikir keras, pusing ni. Sebel deh sama Pak Kyuhyun" omel Danice.

Kuanlin hanya mendengarkan sambil menyuapkan es krim ke mulut Danice. Sesekali untuknya juga. Tak terasa es krim mereka sudah habis. Yang tadi ternyata suapan terakhir.

"Ayo pulang, udah sore ini" ajak Kuanlin.

"Hmm"

Mereka berdiri dari bangku kayu tersebut. Sudah seperti otomatis, Kuanlin langsung menggandeng tangan Danice dengan erat. Berjalan beriringan ke rumah Danice. Sesekali bergurau. Mungkin jika orang yang tak kenal mereka, dilihat sekilas saja mereka seperti pasangan baru yang sedang mabuk cinta. Masih hangat-hangat tahi ayam kalau kata orang tua dulu. Tapi hubungan mereka tak seperti itu. Entah hubungan macam apa yang mereka jalani ini.

"Danice pulaaang!!" teriak Danice yang disambut seekor kucing berwarna orange.
"Rooneeeeyyyy" Danice langsung menggendong kucing gembul itu.

"Meow~"

"Apa? Laper ya? Abang Daniel kemana memang?" tanya Danice seperti bisa bahasa kucing.

"Ehm.. kak, aku pulang dulu ya?" pamit Kuanlin.

"Iya, Lin. Hati-hati ya.. oya, nanti malem kalo aku minta jelasin materi, jelasin ya?"

"Iya, tenang aja"

"Rooney say goodbye to uncle" ujar Danice sambil mencoba melambaikan salah satu kaki depan rooney.

"Uncle?" Kuanlin menaikkan sebelah alisnya "Ada ada aja kakak ini haha"

"Meow~"

"Yaudah kak, pamit ya" Kuanlin mengusap kepala Rooney.

"Iya hati-hati, Lin"

-----

"Ini terus gimana, Guan??"

"Ya sebentar dong kakak, ini lagi ngitung"

"Huffft..." ditelungkupkan kepalanya ke meja belajar.

Danice sedang belajar fisika dengan Kuanlin via video call. Dan ia pusing sekarang. Sekalipun ia siswa berprestasi yang nilainya selalu bagus, tapi mata pelajaran fisika adalah kelemahannya.

Padahal dia dulu tak pernah merengek seperti ini. Apalagi sampai menyerah dan pasrah. Tapi entah kenapa, semenjak ada Kuanlin ia jadi mudah mengandalkan Kuanlin. Ia terlihat sedikit....manja?

"Udah ni ketemu!" seru Kuanlin. "Kak? Kak Danice! Ini udah ketemu jawabannya.. eh tidur ya? Yaudah selamat tidur. Besok harus belajar ya" Kuanlin tersenyum lalu mematikan sambungan teleponnya.

-----

"Nyenyak tidurnya tuan putri?" tanya Daniel saat melihat adiknya baru turun ke ruang makan.

"Hmm.. tapi bang, seinget ku, aku lagi belajar sama Kuanlin, kok pas bangun tiba-tiba ada di kasur ya? Apa aku sleep walking?" Danice menyuapkan roti ke dalam mulutnya.

"Ga kerasa abang angkat semalem?"

"Abang ke kamar ku? Tumbenan? Kok tau aku tidur?"

"Ya kalo bukan Kuanlin yang telpon abang minta tolong angkatin kamu ke kasur, abang ga akan mau dek" jawab Daniel sambil berlalu dari ruang makan. Sarapannya sudah selesai.

"Kuanlin telpon bang Daniel?"

Semalam..

"Udah ni ketemu!" seru Kuanlin. "Kak? Kak Danice! Ini udah ketemu jawabannya.. eh tidur ya? Yaudah selamat tidur. Besok harus belajar ya" Kuanlin tersenyum lalu mematikan sambungan teleponnya.

"Halo, bang boleh minta tolong?" tanya Kuanlin.

"Boleh, kenapa Lin?"

"Minta tolong bangunin atau angkatin kak Danice ke kasur, dia ketiduran di meja belajar tadi"

"Gue kira minta tolong apaan lu-"

"Hehe, kalo ga mau gapapa bang"

"Iya gue pindahin itu bocah. Tenang ae, lu belajar aja sekarang terus istirahat"

"Yo bang! Makasih!"

"Yep"

-----



Lagi ada yang presentasi, dari pada ngantuk kan/?🙃

Lanjut?

_천_Saa-


Anak Aksel [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang