Pan

4 1 0
                                    

"TAPI GUE GA GITU ALIN!!!" selanjutnya isakan gadis itu memenuhi ruang kedisiplinan.

"Aku percaya kakak ga bakal ngelakuin itu, tapi sekarang semua bukti ada di kakak,, kakak ga akan bisa ujian kalau ga ngaku"

"Tapi gue ga nyontek alin... Gue ga nyontek... Itu bukan punya gue.. Bukan tulisan gue..."

Kuanlin segera memeluk Danice. Isakannya makin menjadi. Kuanlin juga bingung bagaimana cara membuktikan kepada para guru bahwa memang bukan Danice pelaku pencontekan di kelasnya. Iya, Danice dituduh mencontek karena pengawas ujian menemukan kertas mencurigakan di bagian bawah meja Danice. Setelah menemukan itu, Danice langsung diminta ke ruang guru.

Kuanlin sebenarnya tahu siapa yang berbuat ulah, tapi para guru tidak percaya karena memang bukti ada pada 'kakak'nya itu. Jadi Danice diminta mengakui bahwa kertas itu miliknya. Dan kalau Danice masih saja mengelak bahwa contekan itu bukan miliknya, maka Danice tidak diperbolehkan mengikuti ujian. Nilai ujiannya akan nol.

Tapi mengaku pun tak ada gunanya. Nilai ujian Danice akan dipotong setengah dari yang ia dapat. Baru kali ini ia terkena masalah semacam itu. Jika kalian berpikir ini hanya masalah sepele, maka tidak bagi Danice. Reputasinya di sekolah sangat baik. Para guru mengenalnya karena prestasi yang luar biasa di bidang akademik maupun non-akademik. Maka sekali saja ia terkena masalah seperti ini, tercoreng sudah track recordnya selama ini.

Setelah dirasa mulai tenang, Kuanlin melepas pelukannya. Ditatapnya gadis itu. Tangannya mengusap sisa air mata yang mengalir di pipi Danice.

"Udah ya, kakak tenang disini, biar aku sama Bang Woojin yang cari biang keladinya. Aku panggilin Kak Minji ya?" tawar Kuanlin yang dijawab anggukan oleh Danice.

"Danice!" Dunia seakan membantu Kuanlin. Minji tiba-tiba datang ke ruang kedisiplinan bersama Woojin. Minji langsung memeluk Danice.

"Gimana, Lin? Guru-guru ga mau percaya?" tanya Woojin sambil mengusap rambut Danice. Minji? Biasa saja. Woojin itu sudah seperti kakak kedua Danice. Walau memang lebih banyak peperangan diantara mereka.

"Gue tau ini pasti ulah si Jennie kan?! Emang tuh nenek lampir pengen gue botakin keknya!" Minji mengomel dengan tangan yang ia kepal-kepalkan seolah sedang menumbuk sesuatu.

"Ya sebenernya iya, Kak. Tapi para guru ga mau tau karena buktinya ada di Kak Danice" jelas Kuanlin.
"Gue udah coba berkali-kali tapi tetep aja mereka seakan tutup telinga soal ini"

"Kelas kita bukannya ada cctv ya?" tanya Woojin yang dari tadi hanya diam saja.

"Iyakah?! Kok lo ga ngomong dari tadi sih, Bang?!"

"Yaelah, Lin. Otak gue kan ga secepat punya lo. Untung ae ini lewat, kalo ngga?"

"Ih Woojin Kuanlin...buruan ke ruang cctv, biar masalah kelar! Kasian Danice, sampe ga bisa ujian, kalian berdua pokoknya" ancam Minji.

"Siap ibu negara!"

Woojin dan Kuanlin meninggalkan ruang kedisiplinan. Mereka menuju ruang cctv yang ada di lantai 1. Meminta izin pada petugas yang ada disana untuk mengecek cctv kelas mereka.

"Wah kalo bukan cewek, udah gue seret ke lapangan tuh orang! cewek sih.." ujar Woojin yang emosi melihat rekaman cctv yang ada.

"Pak, saya boleh minta file yang ini? Ada guru yang minta" pinta Kuanlin.

"Oh boleh boleh, sebentar ya"

Setelah mendapat file rekaman tersebut mereka menuju ruang kedisiplinan terlebih dahulu.

"Ayo kak ke ruang guru" ajak Kuanlin.

Ditemani tiga temannya, akhirnya Danice ke ruang guru. Yang masuk hanya Kuanlin dan Danice. Woojin dan Minji menunggu di luar. Mereka menjelaskan lagi pada para guru bahwa pemilik kertas contekan tersebut bukan Danice. Awalnya para guru tetap tidak percaya sampai Kuanlin menyerahkan file rekaman cctv pada guru tersebut.

"Baik Danice, kami minta maaf atas tuduhan tidak berdasar tadi. Sekarang, kamu boleh mengerjakan ujian di ruang kedisiplinan. Nanti Pak Siwon yang akan mengawasi ya"

"Baik Pak, terima kasih dan.. maaf tadi sempat membentak bapak" kata Danice sambil menunduk.

"Tidak apa-apa, saya maklumi karena kamu sedang emosi pasti. Yasudah, terima kasih juga Kuanlin, sudah membantu kami"

"Ya Pak, sama sama. Kalau begitu kami pamit, Pak. Permisi" pamit Kuanlin.

Mereka keluar ruang guru setelah itu. Minji yang melihat Danice keluar langsung bertanya dengan hebohnya.

"Udah, gue bisa ikut ujian dong akhirnyaaaaa... Nanti si Jennie bakal dipanggil guru BP" jelas Danice.

"Syukur dah" ucap Woojin.

+++++

"Makasih ya, Lin. Udah bantuin gue" ucap Danice. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah Danice.

"Sama-sama. Tapi ga gratis ya, Kak"

"Ih pamrih ternyata"

"Haha ga ada yang gratis Kak sekarang tuh"

"Iya deh, mau apa lo?"

"Liburan nanti ikut aku ya"

"Dih, kemana?"

"Hmm belom tau sih, liat aja nanti"

"Awas aneh-aneh ya!"

Mereka sampai di rumah Danice. Kuanlin langsung pulang karena hari sudah cukup sore. Takut ketinggalan bus sore ini. Soal rencana liburan, sebenarnya Kuanlin sudah punya destinasi untuk mereka. Tapi ia belum yakin apakah Danice mau dan diizinkan orang tuanya atau tidak. Jadi ia berniat akan meminta izin langsung pada om dan tante Kang.


+++++

Duh, minta izin langsung...
Mau ngajak jalan, atau ngajak nikah, Lin??

Nungguin ga ssi? Wkwk
Ini sebenernya udah jadi dari kemaren, tapi kelupaan ngupload karena deadline tugas sempit banget kek celana leging wkwk

Enjoy this chapter

Enjoy this chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lanjut??
-천_Saa-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anak Aksel [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang