Wa

26 4 9
                                    

"Kak awas!"

Kuanlin sedikit berteriak kemudian refleknya menarik Danice ke jalan yang lebih aman. Danice masih blank atas apa yang baru saja terjadi.

"Kakak ga papa?" tanya Kuanlin.

"Ga papa, Lin. Cuma kaget aja tadi" jawab Danice.

"Hati-hati kak, lagian kalo jalan itu gausah pake headset. Ga denger kan motor tadi klakson?"

"Iya deh. Makasih ya, Lin"

Iya, tadi Danice hampir terserempet motor. Sebenarnya si pengemudi sudah mengklakson, tapi karena Danice pakai headset jadi ia tidak dengar. Mungkin jika Danice fokus, suara klakson motor itu masih terdengar. Mengingat volume musik yang ia putar tidak full. Tapi Danice tadi juga sedang melamun. Jadi makin tidak tahu keadaan sekitar.

Danice melepas headsetnya lalu memasukkannya ke saku rok nya. Mereka berdua melanjutkan perjalanan ke sekolah yang hanya tinggal beberapa meter saja. Tempat Danice hampir diserempet motor tadi memang dekat sekolah. Tepatnya di sebelah halte bus. Bang Daniel, kakak Danice, menurunkan Danice disana tadi.

"Kakak tiap hari dianter jemput?" tanya Kuanlin. Basa basi.

"Iya, ga berani pergi sendiri, Lin."

"Kenapa? kan udah gede."

"Keluarga yang ga bolehin. Pokoknya harus diantar jemput keluarga. Kalau ga ada yang bisa, harus ada temen yang bareng sampe rumah. Jadi sampe sekarang terbiasa pergi ada temennya." jelas Danice.

"Kayaknya keluarga kakak sayang banget sama kakak. Sampe segitunya haha"

"Ya begitulah, Lin."

Mereka berdua sampai di kelas. Di kelas sudah ada Woojin yang sedang mengajari Minji tugas rumahnya.

"Minji pasti pr nya belum selesai ya???" goda Danice.

"Iya tau kok juara kelas itu pr nya selalu selesai dihari yang sama dengan waktu diberinya pr. Gausah ngajak ribut deh, Nice." sahut Minji sewot.

"Ya.. dia sewot. Becanda kali Ji.."

"Bodo!" Minji menjulurkan lidahnya. Mengundang tawa tiga orang lainnya.

"Eh, btw kok kalian dateng bareng? Janjian ya...?" kini giliran Woojin yang menggoda Danice.

"Engga kak, tadi ketemu di depan sekolah." Kuanlin yang menjawab.

"Iya, Kuanlin tadi nyelametin gue dari serempetan motor"

"Danice hampir keserempet motor?! Lo ga papa kan tapi?!" heboh Minji sambil membolak-balik badan Danice.

"Kak Danice ga papa kak,, cuma kayaknya tadi shock gitu."

"Syukur deh lo gapapa, Nice. Gue tebak lo tadi pake headset kan? kebiasaan sih lo"

Woojin mengomel. Sedangkan Danice hanya tersenyum tanpa dosa. Dan Minji masih melanjutkan tugas rumahnya. Kuanlin? Entah apa yang dipikirkan anak itu, tapi matanya fokus pada apa yang dilakukan Danice.

Sebagai laki-laki, Woojin tahu betul apa yang kemungkinan besar ada di pikiran Kuanlin. Dari sorot mata Kuanlin pun Woojin sudah tahu. Ia menepuk bahu Kuanlin.

"Kalo suka, berjuang. Jangan diliatin doang. Saingan lo berat." ujar Woojin setengah berbisik.

Sedangkan Kuanlin menatap Woojin bingung. Darimana Woojin tahu jika Kuanlin memperhatikan Danice? Dan tadi apa ia bilang? Saingannya berat? Memangnya siapa yang akan jadi saingannya? Apa setara dengan Choi Yeonjun si ketua OSIS?

Anak Aksel [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang