Bulan menangis

5 0 0
                                    

"Mah.... pah... a...ku hamil." Kalimat itu seakan menusuk dalam-dalam dihati Moonaya.

"Apaaaaaa." Papah berdiri dari kursinya dan berjalan mengarah pada Moonaya dengan tangan mengepal keras terlihat dari urat nadinya yang menonjol keluar, sementara mamah hanya menundukan kepala.

Plakkkkk......tamparan keras itu mendarat dikedua pipi moonaya yang mulus dan putih, perih dan memar merah seakan menghiasi pipinya.

"Apa kamu tau saya mati-matian menjagamu, mengurusmu hingga kau besar seperti ini, lalu inikah balasanmu terhadap saya hahh." Papah sudah marah dan tak bisa menahannya, kosa kata yang keluar dari mulutnya seakan menambah air mata Moonaya yang jatuh.

Darahnya seakan berjalan dengan cepat menusuk sanubari dan hati Moonaya. Dia berpikir seakan dirinya seperti anak yang tidak berguna.

"Pah sudah hentikan kasian anak kita." Mamah seakan ingin mendinginkan suasana namun papah sudah naik pitam yang mungkin sudah terlanjur kecewa terhadap Moonaya.

"Tidak aku tak punya anak seperti dia." Papah bersikukuh dengan amarahnya.

"Pahhhhh maafin Moon." Moonaya berjalan menuju kaki sang ayah namun ayah tetap saja menolak, nafasnya terdengar tak beraturan menggambarkan betapa ia marahnya saat ini.

"Papah dengerin Moon, Moon juga gatau bakalan seperti ini, tolong maafin Moon pah." Moonaya bersimpuh di kakinya dengan luapan tangis yang semakin menjadi-jadi.

"Lebih baik kamu pergi dari sini dan keluar dari rumah saya, sampai kapanpun saya akan tetap kecewa terhadapmu. Dan ingat saya bukan papah kamu lagi." Kata-katanya begitu lembut tak keras seperti tadi namun justru kalimat inilah yang akan menghacurkan harapan setiap anak termasuk dirinya. Dia menangis sejadi-jadinya dan memegang erat kaki ayahnya diikuti mamah yang ikut memegang erat suaminya itu seakan menolak keputusan sepihaknya.

Namun beliau melepaskan kakinya yang dipegang erat mereka, lalu dia pergi begitu saja dengan penuh kekecewaan diwajahnya dan meninggalkannya.

"Maafkan aku mah, maafkan aku yang menjadi aib keluarga ini." Sang Ibu memeluk erat Moonaya.

"Tidak Moon, kamu tetap anak kebanggaan ibu dan bukanlah aib bagi kami." Ibu semakin erat memeluk Moon.

"Tapi bu aku ini." Belum beres berbicara mamah  langsung menutup mulutnya dan meletakan kepala Moon pada pelukannya yang siapa saja akan merasa tenang dibuatnya.

Namun selang beberapa menit berlalu papah membawa tas berukuran besar dan melemparkan tas itu tepat dihadapan Moon, dan iapun paham apa yang dimaksudkan papahnya itu.

Moonaya pun melepaskan diri dari pelukan ibunya itu dan mengambil tas yang sudah muat sesak oleh pakaiannya. Dalam hati Moonaya mungkin ini jalan terbaik untuk kehidupanya, mamah menahannya.

Kini langkah Moonaya berada tepat diujung pintu keluar rumah yang sudah membesarkannya selama ini dan dia benar-benar akan meninggalkan rumah kenangan ini.

Karena ulah lelaki bejad itu kini Moonaya harus menjalani sisa hidup tanpa keluarga besarnya. Umur Moonaua masih 19 tahun dan baru lulus SMA namun nasib sial menimpanya, saat mereka merayakan kelulusan sekolah tanpa diperidksi oleh Moonaya dia di dijadikan nafsu bejat oleh Adit yang tak lain adalah teman dekatnya sendiri.

Namun nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin kenyataan yang telah terjadi bisa ia ubah seperti semula. Dan dia sudah Ikhlas akan menjalani kehidupannya karena Allah.

Tunggu lanjutannya ;) selalu ambil hikmahnya. 

Seperti Sendu senjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang