Adit & Mala: Final Match, Drive Slow, Lovesick

22.6K 3K 819
                                    


Three iconic moments of Adit and Mala.


Final Match — 2018

Kalau boleh jujur, satu-satunya hal yang membuat Adit lumayan mencintai dunia perkuliahan hanyalah dia bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga besar FISIP yang seru dan menyenangkan.

Sialan, tugasnya sebagai anak jurusan Hubungan Internasional ternyata sangat memberatkan. Transisi dari jenjang sekolah ke dunia perkuliahan membuatnya seakan merasakan jetlag berlebihan. Sumpah, jetlag banget malah.

Adit yang kalau dulu kerjaannya setiap pulang sekolah hanya nongkrong untuk ngobrol ini itu, sekarang diganti menjadi nongkrong untuk buka laptop dan mengerjakan tugas. Belum lagi jam tidurnya yang berantakan bisa membuatnya merasa sakit kepala setiap bangun di pagi hari.

Nggak asik banget, ya?

Dan hari ini, ketika Adit sudah bersiap-siap keluar kelas untuk pulang ke kosan karena baru tidur jam tiga pagi, ketua kelasnya tiba-tiba berteriak dengan lantang.

"Hari ini kita dukung final basket FISIP lawan Teknik ya!"

Kedua alis Adit bertaut.

"Dih, males," gumam Adit sewot. "Lo aja sana, gue mau balik."

"Kenapa sih lo nggak pernah mau ikut, Dit?" Salah satu teman Adit yang sudah nggak heran dengan galaknya cuma bisa ketawa. "Sekali-kali lah, jadi supporter tuh seru kali."

Adit melirik temannya itu galak. "Definisi seru menurut lo apa? Kalau menurut gue seru itu nggak perlu keringetan karena teriak-teriak dan lompat-lompat."

Begitu sarkasme yang kembali keluar dari bibir Adit yang ditanggapi oleh candaan teman-temannya.

"Dasar, mahasiswa apatis."


Namun, pada akhirnya Adit harus nolak dengan alasan apa lagi kalau ditarik teman-temannya secara paksa? Waktu Adit bilang ingin tidur, semuanya langsung bersorak.

Susah deh kalau sudah begini, Adit bisa dimaki-maki nggak solid, padahal FISIP sangat menjunjung tinggi solidaritas—begitu menurut senior-nya.

Mengantri untuk memasuki hall Teknik, Adit melepas kemeja flanel yang dia gunakan sebagai luaran, menyisakan kaos hitam polosnya.

"Belum apa-apa udah gerah kan, anjing. Emosi gue," Adit kembali mengeluh sambil mengibas-ngibaskan kaosnya. "Kalau sebanyak ini yang dateng, gue nggak yakin tuh itu hall cukup buat kita."

Ratusan orang dari fakultasnya memenuhi hall Teknik, entahlah mungkin karena gengsi datang ke kandang lawan, Adit sendiri nggak ngerti. Yang jelas, Adit punya feeling buruk kalau dia nggak bakal kebagian masuk ke hall karena berdiri di barisan belakang. 

"Eh, misi dulu yaaa, ini yang masuk cewek-cewek duluan."

Salah satu kakak tingkatnya tiba-tiba menggiring segerombolan perempuan ke depan Adit. Dan cewek terakhir di barisan tersebut nggak sengaja menginjak tali sepatunya hingga terlepas.

Adit refleks berdecak, membuat cewek yang berdiri di depannya dengan rambut dikuncir kuda itu menengok.

"Eh, keinjek ya?" tanyanya panik. "Sorry banget, gelap nih nggak keliatan."

PodcastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang