Malam itu angin berhembus cukup kencang. Udara malam yang kian dingin menerjang tubuhnya.
Ini yang Yeji benci ketika harus pulang hampir larut malam karena adanya pelajaran tambahan bagi para pelajar tingkat akhir.
Daerah rumahnya bukanlah daerah yang sering dilalui orang-orang. Pulang malam seperti ini cukup memacu adrenalinnya.
Suara-suara binatang malam menemani setiap derap langkah yang diambil Yeji pada gang sepi menuju rumahnya.
Gang ini sendiri cukup terkenal angker bagi penduduk sekitar karena ada sebuah rumah besar kosong yang sudah bertahun-tahun tidak ditempati dan ditumbuhi berbagai rumput dan tanaman liar. Gerbangnya sendiri telah berkarat dan mulai keropos. Jendela kaca sebagiannya telah retak dan pecah akibat ulah anak-anak jahil yang sekadar lewat. Parahnya lagi, tak ada satupun penerangan di sekitar sini kecuali lampu yang berada di ujung jalan.
Usut punya usut sebelum ia pindah ke daerah ini, rumah besar itu dulunya milik pengusaha sukses dan terkenal. Tetapi seluruh keluarganya mati dibantai, tidak ada satupun yang berani menempati rumah itu maupun membelinya.
Pernah sekali tukang kebun kepercayaan keluarga itu sempat tinggal disana, namun tidak berlangsung lama karena tiap malam mereka kerap diganggu dengan berbagai penampakan dan suara-suara aneh sepanjang malam.
Akhirnya bapak tukang kebun dan keluarganya memutuskan pindah dari sana. Gosip tentang gangguan yang terjadi ketika malam hari menyebar hingga ke telinga warga sekitar.
Hingga sekarang tidak ada yang berani tinggal di sekitar sana maupun lewat ketika malam hari.
Tungkai Yeji bergerak seirama mengisi kekosongan gang. Sebenarnya ada jalan alternatif yang lumayan aman selain jalan ini untuk mencapai rumahnya. Namun akan cukup memakan waktu yang lebih lama untuk sampai rumah.
Lagipula selama ia pulang malam dan melewati gang ini belum pernah sekalipun ia mengalami kejadian janggal maupun aneh.
Akan tetapi malam ini berbeda, sebab ada perasaan aneh yang hinggap di dirinya. Lagi lagi ia merasa seperti sedang diawasi.
-------
"Hei," bisikan halus itu menyapa rungunya.
Yeji menghentikan langkahnya, gadis itu menggeleng pelan. Matanya mengerjap was-was.
''Oke, itu hanya ilusi. Tidak ada siapapun di sekitarmu Ji. Teruslah berjalan, tetap tenang," batinnya.
"Hei," bisik suara itu lagi, kali ini suaranya semakin terdengar jelas di telinganya.
Tubuhnya meremang, buru-buru Yeji merogoh saku seragamnya, mengeluarkan sebuah ponsel dari sana.
Dengan dada yang bergemuruh dia melakukan sebuah panggilan dari salah satu kontak nomor yang ada di ponselnya, masih dengan langkah yang kini mulai dipercepat dan berubah menjadi berlari.
Belum sempat panggilan disana tersambung, layar ponselnya menggelap seketika.
Yeji mengkerut bingung, seingatnya ponselnya masih tersisa daya sekitar lima puluh persen. Bertanya tanya pada dirinya sendiri mengapa ponselnya bisa mati secara tiba-tiba seperti itu. Dia merasa ada yang aneh sejak tadi, kecurigaannya bertambah, Perasaannya mulai tak tenang.
Gadis itu meremat ponsel miliknya erat-erat, diiringi dengan larinya yang semakin laju berpacu. Keringat mulai menetes dari dahinya. Deru napasnya terdengar tidak beraturan.
Dia tidak ingin melihat ke belakang, tidak sama sekali, karena ia merasa ada sosok yang mengikuti dari belakang sana.
Tuhan, ini buruk. Benar-benar buruk. Apa dia hantu gentayangan rumah kosong itu? Tapi kenapa baru sekarang hantu rumah kosong itu muncul dan mengganggunya.
"Akkh," ringisnya, begitu ia oleng dan jatuh berlutut di tanah.
Sial! Lututnya pasti akan lecet dan memar esok.
Belum sempat ia bangkit untuk berdiri kembali, sebuah jubah hitam yang terjulur mencapai tanah di hadapannya mau tak mau membuatnya mendongak perlahan, menatap dengan seksama sang pemilik jubah disertai debaran kuat pada jantungnya.
Yeji tersentak, mematung dengan wajah pucat, iris membulat, serta bibir gemetar menahan takut.
"Mau kemana?" Lirih pemuda bertudung hitam di hadapannya dengan wajah tertunduk. Sebagian wajahnya tertutup oleh tudung hitam miliknya.
Suaranya terdengar begitu dingin dan datar. Tangan pemuda itu perlahan bergerak membuka tudung dari atas kepalanya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.
Menatap lekat Yeji tepat di irisnya diikuti seringai mengerikan.
Detik itu juga Yeji merasa kesadarannya tertarik sepenuhnya, perlahan semuanya mulai menggelap.
.
.
.
.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Beside Me
FanfictionMereka ada, Bahkan ketika kau tidak melihatnya. Disekitarmu Berdiri mengawasimu Di sudut yang tak dapat kau jangkau. ©2019