Bagi Han Yeji, tiada hal yang lebih mengerikan daripada teror yang kerap ia dapatkan beberapa malam belakangan pada tiap tengah malam.
Tepat saat jarum panjang dan pendek jam dinding miliknya bergerak bertemu pada satu titik di angka dua belas. Jendela kamar miliknya terdengar di ketuk berkali-kali.
Bukan ketukan tergesa-gesa seperti meminta pertolongan, namun lebih kepada ketukan halus dan berirama. Seolah si pengetuk memang tidak berniat membangunkan sang pemilik kamar.
Tungkainya bergerak turun perlahan dari atas ranjang. Sejemang ada perasaan janggal yang hinggap di benaknya manakala telapak kaki tanpa alas itu menapak pada lantai dingin, berjalan melewati rak buku dan meja belajar yang terletak di sisi kiri tempat tidur.
Suara ketukan pada daun jendela disana masih terdengar jelas di rungunya. Namun kemudian suara ketukannya menghilang tertelan angin kala jemarinya berhasil menyibak tirai.
Jendela kaca tersebut terbuka setelahnya. Irisnya mengedar ke sekitar tidak ada siapapun yang dia dapati disana selain dahan pohon yang bergerak pelan karena sapuan angin, cahaya remang dari lampu di halaman depan rumahnya, suara binatang malam, serta siulan angin yang menyapu kulit wajahnya serta keheningan total di dalam rumah.
Han Yeji hendak berbalik sebelum pada akhirnya kedua iris tersebut menemukan setitik bayangan yang tengah bersembunyi dibalik pohon mahoni tua.
Gadis bermarga Han itu menyorot telak pada tubuh yang berlindung di balik tembok.
"Keluarlah! Aku tahu kau disana,"
Sosok bayangan yang bersembunyi di balik pohon mahoni tua tersebut bergerak keluar. disertai kekehan pelan,
"ketahuan ya," ujarnya tanpa rasa bersalah.
Yei menahan nafas dalam sekejap. Tiap derap langkah pelan yang bergerak konstan milik pemuda yang berjalan menuju ke arahnya terdengar senada dengan kinerja detak jantungnya saat ini.
Sejurus kemudian Jungkook sudah berdiri di hadapannya. Menyunggingkan sebuah senyuman.
"Kau lebih peka dari yang kukira," katanya.
Yeji berdecih pelan, membuang muka kian merasa muak.
"Tidak perlu berbasa-basi, siapa kau? apa maumu sebenarnya?" Todong Yeji, maniknya menatap lekat sedang kedua alisnya bertaut.
Lagi, Jungkook kembali terkekeh kemudian dengan senyuman yang masih jelas terpatri di wajahnya ia beralih menatap lurus ke wajah sang gadis. Manik jelaga itu saling bersirobok. Bersamaan dengan itu, lampu pada halaman depan rumah dan kamar milik Yeji mendadak padam. Gadis itu tersentak pelan, keadaan sekitar berubah mencekam dan hening total dalam sekejap.
Keduanya terdiam dengan iris yang saling menatap lekat. Cahaya bulan diatas sana yang masuk melalui celah tirai tipis jendela yang terbuka menjadi satu-satunya penerangan bagi keduanya.
Satu
Dua
Tiga
"Siapa kau?" Bisik Yeji serak. Kedua tungkainya bergerak mundur perlahan diikuti langkah Jungkook yang terus berjalan ke arahnya. Ada secuil ketakutan yang tercipta manakala senyum menyebalkan itu menghilang dari wajah sang pemuda.
"Kau bertanya siapa aku? Kau lupa? Aku Jeon Jungkook, teman sekelasmu," balas Jungkook. Tungkainya masih terus bergerak menuju Yeji yang bergerak mundur.
"Kau bukan manusia kan? Siapa ka-" ucapan gadis itu terputus begitu merasakan punggungnya menabrak dinding pintu kamar tidurnya. Disusul kedua tangan Jungkook yang memenjarakannya.
Yeji meremat ujung pakaiannya. Kedua matanya bergerak gelisah, mencari celah agar dapat kabur dari kungkungan pemuda bermarga Jeon tersebut.
"Kau tahu jelas siapa aku Han Yeji," Jungkook kembali bersuara. Keduanya saling berhadapan tanpa jarak yang berarti. Yeji membuang pandangan, sepersekian detik setelahnya gadis itu beralih menatap Jungkook tajam.
"Berhenti menggangguku, apa maumu sebenarnya. Menghantuiku? Membuatku tak tenang?" Jungkook menunduk sembari tersenyum samar.
"Han Yeji," panggilnya, menarik nafas lalu mendongak, memutuskan untuk kembali menatap sang gadis.
"Pada akhirnya nanti, kau akan tahu siapa aku dan apa tujuanku. Tapi untuk sekarang tidak akan kuizinkan kau mengetahuinya," jawab Jungkook. Meneliti paras jelita gadis di hadapannya. Lalu secara perlahan rahang itu bergerak maju perlahan.
"Ya! Apa yang mau kau laku-" belum sempat kalimatnya terucap sempurna bibirnya harus kembali bungkam begitu sebuah benda lembut bergerak menekan bibirnya lama.
Kedua irisnya terbelalak, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Disela-sela otaknya yang terus mengais sedikit kewarasan, pikirannya secara perlahan mendadak kosong lalu kemudian sepersekon setelahnya semua mendadak gelap dan terasa hampa. Yeji jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan Jungkook yang menatapnya sayu.
..........
Terkadang ada hal-hal yang kau inginkan pergi dari pikiranmu. Namun mereka terus merangsek maju mendominasi seluruh isi kepala.
Disela langkah kakinya yang berpijak pada koridor sekolah, otaknya terus dipaksa untuk berpikir. Kembali bertanya-tanya apa lagi yang terjadi padanya tadi malam. Niat hati ingin menodong berbagai pertanyaan, namun sialnya sang pemuda tak hadir di sekolah.
Yeji tak pernah mengerti sejak kapan presensi Jungkook nyaris membuatnya sakit kepala. Berbagai macam prasangka maupun praduga mampir secara acak memenuhi kepala kecilnya. Ditambah dengan kehadiran Taehyung dan pembicaraan mereka terakhir kali di gang rumahnya. Semakin membuatnya pusing.
Gadis itu berjalan dengan langkah terseret bersama tangan yang menenteng dua kantong plastik besar berisi sampah sembari menggerutu kesal. Sial, kenapa ketika tiba gilirannya piket sampah harus selalu sebanyak ini.
Tangannya bergerak memilah kembali sampah-sampah organik dan non organik lalu memasukannya ke sebuah wadah besar sesuai jenis sampahnya, enggan menyadari bahwa ada sesosok tubuh yang sejak tadi diam mengawasinya dari atap gedung sekolah.
"Han Yeji awas! Diatasmu!" Teriakan itu terdengar lantang. Yeji masih belum menyadari situasi hingga Taehyung berlari kencang ke arahnya kemudian meraihnya dalam satu tarikan menuju dekapannya. Disusul sebuah bongkahan batu bata yang jatuh di dekat mereka.
Kedua iris Yeji membulat, kedua tangannya yang berada disisi Taehyung meremat seragam si pemuda Kim.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Taehyung, meneliti wajah pucat Yeji. Yeji mengangguk mengiyakan. Taehyung menarik nafas lega sekaligus kesal secara bersamaan, kemudian mendongak ke atas, menatap presensi yang amat dikenalinya.
"Sialan, kau."
.
.
.
Kkeut~Heyyo Anyeong....!!!
Ada yang kangen dan nungguin lanjutan cerita ini wakakakak (pliss deh kagak bakal ada yang nungguin cerita absurd begini)
Atau jangan jangan kangen sama akunya HAHAHAHAHAHAmaapkeun aku yang membiarkan work ini berdebu. Makasih banyak buat semua pembaca yang udah nyempatin waktunya buat ngunjungi work ini, ngasih vote dan bahkan komentar.
SAYANG KALIAN BANYAK BANYAK💜💜😭😭
Sampai jumpa di next chap
Semangat semuanya KAZZAA!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Beside Me
FanfictionMereka ada, Bahkan ketika kau tidak melihatnya. Disekitarmu Berdiri mengawasimu Di sudut yang tak dapat kau jangkau. ©2019