1

159 15 4
                                    

Lova, gadis remaja yang sederhana, polos, ceria, dan ramah kepada semua orang yang ditemuinya meskipun dia tidak mengenal dengan orang tersebut. Dia berumur 13 tahun dan dia sekarang duduk di kelas 2 SMP. Dia sekolah di SMP favorit di kotanya. Ada satu pelajaran yang baginya adalah setan kejam yang selalu menghantuinya. Pelajaran itu ialah matematika. Entah mengapa dia tidak suka bahkan takut dengan matematika. Selain banyak angka-angka yang muncul dalam pelajaran matematika, gurunya yang killer menambah Lova semakin muak dengan matematika.

Di sekolah, Lova sangat pandai bergaul. Semua orang yang ditemuinya, dalam sekejap dapat menjadi temannya. Entah mengapa bisa seperti itu, mungkin ini semua kekuatan dari Tuhan. Baginya teman adalah segalanya, selain kedua orang tuanya.

"Beep ... beep ... sekarang jam lima lebih lima belas menit beep ... beep ....," suara alarm jam weker membangunkan Lova dari mimpi-mimpi indahnya. "Hssstt ... dasar jam weker jelek, bisanya cuma ngomong nggak jelas mulu," gerutu Lova sambil memasukkan jam wekernya ke dalam gelas yang berisi air minum.

Setelah memasukkan jam wekernya ke dalam gelas, Lova pun mencoba membuka matanya perlahan-lahan, lalu mulai duduk. Tak lama kemudian Lova berbaring lagi dan tertidur. Hari ini adalah hari pertama Lova masuk sekolah dan menempati kelas baru, tapi Lova tak segera mempersiapkan diri ke sekolah atau mengecek peralatan tulisnya.

"Ceklek ...," tiba-tiba pintu kamar Lova terbuka dan sontak Lova langsung bangun dari tidurnya. "Non Lova, bangun non," suara lembut dari balik pintu itu mencoba mendekati Lova. "Iya, Bi... tapi Lova masih ngantuk nih bi," balas Lova sambil menutup kepalanya menggunakan selimut. "Ayo, non bangun. Ini sudah jam setengah enam. Nanti non bisa terlambat. Ini kan hari pertama non Lova masuk sekolah kan ?," ucap bibi sambil membuka selimut yang menutupi kepala Lova. Lova langsung berdiri dan merapikan tempat tidurnya. "Ha ? Jam setengah enam ? wah gawat, aku bisa telat nih," balas Lova sambil terburu-buru merapikan tempat tidurnya dan langsung menuju kamar mandi. Wushhh... Lova berlari secepat kilat. "Haduh, non Lova. Tiap hari bangun jam segini terus. Gimana nggak terlambat," kata bibi menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengeringkan jam weker yang Lova masukkan ke gelas berisi air.

Beberapa menit kemudian, Lova pun keluar dari kamarnya dan langsung menuju ruang makan. "Papa sama mama kemana, Bi ?" tanya Lova seraya mengambil sendok. "Tuan dan nyonya belum pulang, non. Kemarin malam tuan menelpon kalau beliau baru bisa pulang besok lusa. Sedangkan nyonya, beliau baru pulang nanti sore. Katanya kemarin malam nyonya sudah menelpon non Lova, tapi katanya nggak non angkat," kata bibi menjelaskan panjang lebar. "Oh ...." jawab Lova asal-asalan. "Bi, kenapa ya sekarang mama sama papa selalu pulang malam ? Kadang mereka tak pulang hingga dua hari. Bahkan saat weekend, mereka tetap bekerja dan tak punya waktu untukku," tambah Lova. "Yah, mungkin mereka benar-benar sibuk, non," jawab bibi sambil memandangi Lova yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk sarapannya. "Kok nggak segera dimakan non ? Nanti keburu kesiangan loh. Sekarang udah jam tujuh kurang dua puluh menit, non. Ayo non, berangkat. Nanti non terlambat lagi," tambah bibi sambil melihat jam besar di sudut ruang makan. "Aduh gawat, bi. Oke bi, Lova berangkat dulu ya ..." jawab Lova sambil lari terburu-buru keluar rumah. Dalam sekejap, bayang-bayang Lova hilang dikesejukan udara pagi.

Two pieces of papersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang