Penyesalan tidak termaafkan, penyesalan yang akan membekas selamanya di hati terdalam Sekar Rahayu pada dosa besarnya telah meninggalkan dan membuat celaka kekasihnya Dewata Dhaneswara. Saat takdir mempertemukannya bertahun lamanya dengan Dewata, semua kisah manis dulu telah usai. Dewata telah menemukan penggantinya yang lebih baik darinya. Tidak salah Dewata menolaknya. Dan ia sadar telah keliru menginginkan cinta Dewata kembali berharap lelaki itu mengerti tindakan yang dulu hanya sebuah kesalahan.
Meski dosanya termaafkan, tidak lantas mengubah hati yang dulu kembali lagi. Semua telah pupus dengan rasa sakit yang Sekar torehkan. Sekar memutuskan pergi dari kehidupan Dewata. Karena ia tahu diri ia tidak lantas terus berada di sisi Dewata.
Saat Sekar meninggalkan rumah Dewata ia bingung harus menuju kemana karena ia memang tidak mempunyai tempat berteduh, dirinya pun masih menjadi incaran germo di rumah bordil karena berani melarikan diri.
Sekar memang gundik tapi bukan pilihannya menjalani pekerjaan nista, ia di lempar suaminya sendiri di rumah pergundikan untuk membayar semua hutang pada si germo.
Selama menikah Sekar memang di perlakukan nista, ia bahkan berapa kali keguguran karena perbuatan keji dari suaminya sampai ia harus menerima pil pahit harus melayani lelaki hidung belang di rumah pergundikan, meski hatinya brontak nyatanya Sekar tidak kuasa melawan. Kalau sedikit saja ia brontak maka siksaan fisik akan ia terima dari anak buah germo itu.
Malam dengan hujan yang turun membasahi tanah, Sekar berjalan sendirian di tepi jalan tanpa arah tujuan, di saat itulah pertemuannya dengan lelaki baik bernama juragan Rajendra berusia 55 tahun, beliau turun dari dalam mobil memayungi Sekar yang tubuhnya menggigil kedinganan, Sekar mendongak tidak terlalu jelas karena pandangannya terhalang kegelapan malam dan rintik hujan yang semakin lebat.
"Kamu mau kemana, kenapa malam malam begini di jalanan?" Tanya beliau ramah.
Belum sempat Sekar mejawab ia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri.
***
Sekar membuka matanya, pandangannya memindai sekiling kamar yang sangat asing baginya. Suasana sangat sepi, ini sudah pagi, Sekar bangkit memegang kepalanya yang masih terasa pening. Batinnya bertanya ia berada di mana? Sekar menyibak selimut ingin beranjak dari dipan namun pergerakannya terhenti saat tirai pintu tersibak menampakan seorang perempuan anggun berumur sekitar 45 tahun tersenyum manis padanya, perempuan itu sama sekali Sekar tidak kenal, ia masih memperhatikan perempuan itu meletakan segelas minuman di atas meja kayu kemudian perempuan itu duduk di tepi dipan.
"Ternyata kamu sudah bangun, sebaiknya minumlah wedang jahe itu." Katanya dengan suara lembut.
"Anda siapa?" Tanya Sekar penasaran.
"Aku Lingga, istri dari juragan Rajendra yang malam tadi menolongmu pingsan di jalanan, namamu siapa?"
Sekar mengerutkan keningnya, ia baru ingat kejadian malam tadi, rupanya ia pingsan dan ia malu merepotkan keluarga ini.
"Sekar Rahayu. Terima kasih ndoro,"
"Jangan panggil aku ndoro, panggil saja ibu, kalau boleh tahu kamu asal dari mana?"
Sekar bergeming, ia meneguk salivanya dan ia bingung harus mejawab apa.
"Apa kamu punya tempat tinggal?" Tanya Lingga lagi.
Sekar mengeleng lemah, ia tertunduk. Lingga menatap kasihan pada Sekar.
"Terima kasih ibu telah menolong saya, kalau begitu saya pamit dulu." Kata Sekar ingin beranjak dan di tahan Lingga.