Pdf sekar original redy hanya bisa di beli di wa +62 895‑2600‑4971 atau di kbm app dan KARYAKARSA
Hari sakral itu akhirnya tiba meski keinginan di hati kecil dua sepasang lawan jenis yang mengucapkan janji suci pernikahan tidaklah sama dengan apa yang mereka lakukan saat ini.
Ijab qabul telah di ucapkan dengan lugas. Samudra dan Lisa sudah sah menjadi sepasang suami istri yang saling mencintai.
Cinta. Sampai detik ini pun perasaan mereka tetap sama tidak seperti dulu lagi, hampa dan hambar malah di hati kecil mereka terbesit penyesalan atas sebuah rahasia mereka simpan apik, hanya demi sebuah nama baik.
Pesta pernikahan Samudra dan Lisa di selenggarakan sangat meriah. Di tengah riuh pikuk tamu undangan memenuhi area di mana pesta di selenggarakan, Samudra memilih menepi sendiri di atas balkon lantai dua. Ia duduk di balkon menikmati sebotol minuman keras. Iris matanya memerah menahan sakit yang luar biasa menghantam jiwanya.
Pernikahan ini sangat berat Samudra lalui ke depannya karena bayang bayang Sekar tidak mau hilang dari isi fikirannya. Bahkan sampai menjelang pernikahan Samudra masih sangat antusias mencari jejak keberadaan Sekar.
Samudra menegak minuman kerasnya lagi, ia mengerutkan keningnya hanya sisa beberapa tetes keluar dari dalam botol. Saat ia ingin beranjak ia menatap Haris yang baru menaiki anak tangga dan melangkah menghampirinya.
"Kamu," Kata Samudra acuh seraya ingin berlalu dari Haris.
Haris mendelik tajam, ia mencekal tangan Samudra hingga langkah sahabatnya itu terhenti. Refleks Samudra menepis kasar tangan Haris.
"Kenapa kamu di sini Samudra di saat hari pernikahanmu. Kamu malah mabuk mabukan?" Kata Haris.
"Bukan urusanmu, jangan pernah ikut campur dan mengatur hidupku." Kata Samudra mendengus kasar melanjutkan langkahnya untuk menuruni anak tangga.
"Kamu ndhak mencintai Lisa tapi kamu malah menikahinya." Kata Haris lantang.
Samudra menoleh menatap sengit pada Haris.
"Aku tahu kenapa hatimu berubah. Karma." Kata Haris membuat mimik wajah Samudra memias." Karma karena kamu dulunya menyakiti Sekar dan mengganggap perempuan bekas gundik itu racun mematikan. Dan kamu Sekarang terkena racunnya, bukan."
Samudra berdesis. Menerjang Haris merenggut kemeja bercorak biru yang melekat di tubuh Haris. Tatapan mereka saling beradu tajam.
"Lebih baik kamu diam.ussstt..." Geram Samudra melepaskan kasar renggutannya dan berbalik menuruni anak tangga.
Haris kembali ke bawah bergabung dengan para tamu. Dika juga hadir di sana. Haris meneliti pada Samudra yang terlihat segar dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya sedang berbicara pada tamu penting, sepertinya rekan bisnis keluarga mereka.
Haris mengacungi jempol dengan lakon yang di lakukan Samudra. Sahabatnya itu akan bersikap 99 drajat berbeda saat bersama mereka. Samudra sangat pandai menjaga image di hadapan keluarga dan orang lain tapi Haris tahu bahwa jiwa Samudra kosong. Sampai kapan Samudra terus berpura pura karena Haris yakin kalau semakin di teruskan lakon ini Samudra sendiri akan hancur menjadi abu.
Pesta akhirnya selesai menjelang malam. Samudra dan Lisa memasuki mobil pengantin yang di setir sendiri oleh Samudra yang membawa mereka ke sebuah rumah baru hadiah dari sang bapak Rajendra.
Selama di dalam perjalanan tidak ada satupun dari mereka buka suara, sampai mobil memasuki gerbang yang di bukakan penjaga. Samudra memakirkan mobilnya di halaman luas rumah itu. Mereka bersamaan menatap pada rumah dengan desain minimalis namun terlihat elegan bercat biru muda sangat indah sebagai rumah impian.
Seharusnya keduanya bahagia tapi lihatlah hanya kemuraman di wajah Samudra dan Lisa.
"Kamu beristirahatlah duluan. Aku ingin pergi sebentar." Kata Samudra akhirnya buka suara.
Lisa menganguk seraya membuka pintu mobil, ia keluar dari dalam mobil melangkah tanpa menoleh ke belakang saat Samudra menjalankan lagi mobilnya keluar dari gerbang rumah.
Lisa kini sudah berada di dalam rumah membuka kamar pengantinnya. Ia memindai sekeliling kamar luas itu dengan taburan kelopak bunga mawar di tempat tidur dan lantai.
Langkahnya membawanya ke meja rias. Disana ia menatap pantulan dirinya yang mengenakan baju kebaya pengantin berwarna putih gading.
Air matanya menetes dan ia tersungkur ke lantai menutup wajahnya seiring dengan tangisan yang semakin menjadi.
Seharusnya pakaian pengantin ini ia kenakan saat bersanding dengan Indra bukan Samudra tapi apa yang terjadi, saat ini statusnya sudah berbeda ia resmi menikah dengan Samudra, lelaki yang tidak lagi ia cintai.
Semua ia lakukan demi ibunya dan janin yang ia kandung. Lisa meraba perutnya yang masih rata. Tidak mungkin ia biarkan janin ini terlahir tanpa seorang ayah. Andai Indra lebih dulu mengetahui bahwa ia hamil akankah Indra tetap pergi atau malah memperjuangkannya?
Lisa mengeleng keras. Meski Indra mati matian memperjuangkannya keputusannya tetap sama, ia tidak akan mengecewakan ibunya. Rasa trauma kematian ayahnya membuat Lisa merasa berdosa seumur hidupnya. Karena dirinya ayahnya pergi untuk selamanya, menikah dengan Samudra cara satu satunya membuat mendiang ayahnya akan memaafkannya di alam sana.
***
Menjelang malam Sekar merintih saat perutnya kesakitan, ia duduk di tepi ranjang menyentuh perutnya yang sakitnya tiba tiba. Ia tidak bisa mendiamkannya kuatir dengan kehamilannya yang sudah menginjak tujuh bulan. Sekar melangkah tertatih ke lemari mengambil duit yang ia simpan, setelahnya ia melangkah memanggil pak Kadir yang berjaga di depan.
"Pak Kadir bisa tolong Sekar." Teriak Sekar dengan keringat mengucur di pelipisnya.
Pak Kadir mendengar suara Sekar segera menghampiri. Wajah beliau terlihat cemas menatap pada Sekar yang sangat pucat.
"Kenapa toh ndhuk?"
"Perut Sekar sakit pak lek, bisa di bawakan ke mantri atau bidan terdekat toh." Pinta Sekar.
"Baik ndhuk tunggu pak lek siapkan sepeda dulu." Dengan cepat pak Kadir mengambil sepedanya di pakiran sekolah. Sekar segera duduk di belakang sepeda berboncengan dengan pak Kadir yang mengayuh membawa Sekar ke klinik terdekat.
Sampai di sana si mantri segera menangani Sekar dari hasil pemeriksaan kehamilan Sekar baik baik saja hanya mungkin Sekar salah makan mengakibatkan perutnya terasa melilit dan sakit.
Sekar mengingat, apa yang ia makan dari kemarin. Ia pun tidak tahu dan bingung karena nafsu makannya pun hampir tidak ada beberapa hari ini.
Si mantri meminta Sekar untuk mengatur pola makannya lebih baik lagi. Sekar di haruskan rawat nginap malam ini.
Tidak lama ibu Imah datang menghampiri Sekar yang terbaring di sebuah ruangan di klinik.
"Bagaimana nak apa ndhak apa dengan kandunganmu?" Tanya ibu Imah panik.
"Ndhak apa bu semua baik baik saja. Tapi kenapa ibu tahu aku berada di sini?"
"Ibu di kasih tahu pak Kadir. Inilah ibu cemaskan kamu tinggal sendirian di sekolahan itu tanpa ada menjagamu. Nak kali ini saja ikut dengan ibu tinggal di rumah ibu, sendhaknya ibu bisa memantaumu andai kamu mau lahiran nanti."
Sekar terdiam, ia tidak bisa menjawab dengan permintaan ibu Imah. Sebenarnya ia tidak ingin terlalu merepotkan ibu Imah karena Sekar percaya ia masih mampu meski ia tinggal sendirian di bangunan sekolahan itu.
Air mata Sekar tiba tiba menetes, ia lantas terkejut mengusap pipinya. Ibu imah memperhatikan itu meraih Sekar dalam pelukannya.
"Kali ini nurutlah dengan ibu." Lirih ibu Imah.
Tangisan Sekar semakin deras. Kenapa ia menangis, Sekar sendiri bingung hanya ia merasakan di hatinya kesedihan yang teramat dalam.
TBC
