Suram

19K 2.4K 112
                                    

Tadi Malam Sekar tidak bisa tidur dengan nyenyak, banyak hal ia pikirkan dari masalah atas masa lalu suramnya. Sekar tahu tidak akan ada yang bisa terima keberadaannya yang nista ini, terlebih keluarga Rajendra adalah keluarga yang terpandang, apa jadinya kalau orang luar tahu seorang mantan gundik bekerja di sini akan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Juragan muda Samudra sudah pasti akan memecatnya, memberitahukan aibnya pada juragan Rajendra dan ndoro Lingga. Sekar hanya bisa pasrah kalau ia benar kelak di usir dari rumah ini. Ia pun tidak bisa berpikir akan pergi kemana lagi.

Sangat pagi Sekar sudah beraktivitas membantu mbah Zumi memasak. Sekar menata makanan di atas meja. Terdengar derap langkah kaki berlari mendekati meja makan, Sekar tersenyum saat Angin bocah lelaki berusia empat tahun itu memeluknya dan menyapanya.

"Pagi Sekar,"

Sekar mengelus pucuk rambut Angin, ia kemudian berjongkok merapikan dasi sekolah Angin kenakan.

"Juragan muda mau sarapan apa, nasi goreng apa bubur?" Tanya Sekar gemas mencubit pelan pipi Angin yang terkekeh memperlihatkan barisan gigi susunya yang rapi dan putih.

"Aku mau bubur." Sahut Angin.

"Kalau begitu duduk dulu di kursi biar Sekar sediakan."

Angin mengangguk dan duduk di kursi, tidak lama Sekar menyajikan bubur di atas mangkuk yang ia sodorkan di hadapan Angin.

Senyum sekar mengembang memperhatikan Angin yang menyantap bubur buatannya dengan lahap, namun senyum itu memudar saat tatapan Sekar tidak sengaja mengarah pada sosok lelaki yang melangkah mendekati meja makan.

Sekar merunduk saat Samudra sudah menggeser kursi dan menghempaskan bokongnya.

"Juragan muda mau makan nasi goreng atau bubur?" Tanya Sekar gugup. Samudra hanya mendelik tajam, ia sama sekali tidak menyahut hanya memperhatikan Sekar dari atas kepala sampai ujung kaki.

Kehadiran mbah Zumi yang menaruh beberapa gelas kosong di atas meja mengalihkan pandangan Samudra. Ia membenarkan posisi duduknya.

"Mbah aku minta kopi," kata Samudra pada prempuan tua itu.

"Baik juragan." Kata mbah Zumi berbalik untuk membikinkan kopi.

Sekar merasa keberadannya tidak di perlukan lagi, ia pun berbalik ingin melanjutkan pekerjaannya.

"Kamu mau kemana Sekar?" Tanya Lingga yang muncul dengan juragan Rajendra bersamaan mendekati meja makan.

"Pagi juragan, Ibu." Sapa Sekar ramah.

"Ayo makan sama sama, mbah Zumi mana?" Tanya Lingga.

Sekar bergeming atas permintaan Ibu Lingga, memang beliau sering mengajak Sekar, maupun mbah Zumi satu meja makan. Tapi kali ini berbeda, Sekar mendelik pada Samudra yang mengawasinya tajam. Sekar lekas mengalihkan padangannya. Samudra pasti tidak sudi kalau dirinya menyetujui permintaan ibu Lingga makan bersama di meja ini.

"Mbah Zumi masih di dapur. Maaf bu, saya masih kenyang." Tolak Sekar halus.

"Loh kenapa toh ndhak biasanya menolak." Kata Lingga heran.

"Benaran Bu, nanti saya akan makan di dapur saja kalau lapar."

Lingga menghela nafasnya hanya mengangguk, ia menggeser duduk bersebalahan dengan suaminya juragan Rajendra.

Sekar melayani dan menyungguhkan makanan yang ia dan mbah Zumi masak.

"Sekar kami akan keluar kota, ada keperluan di sana, aku akan ikut menemani suamiku, jadi ku harap kamu bisa jaga Angin baik baik." Kata Lingga saat Sekar menuangkan air putih untuk Angin.

SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang