Siang ini Arilla akan kembali ke Jakarta. Aryan menjemputnya ke hotel, tapi pihak hotel memeberitahukan bahwa Arilla sudah chek- out sejak pagi. Rupanya gadis itu sengaja pergi lebih awal untuk menghindari Aryan.Lelaki itu bergegas menyusulnya ke Bandara. Setibanya di sana Aryan tampak kelimpungan mencari keberadaan Arilla di antara sibuknya aktifitas di tempat itu. Dan setelah mencari beberapa saat, akhirnya Aryan mendapati Arilla duduk di sebuah bangku seorang diri.
Gadis itu termenung, dengan wajah lesu dan tatapan kosong. Sekilas ia melihat seseorang yang tak pernah lepas dari ingatannya. Arilla menoleh, dan melihat Aryan menghampirinya.
Langkah pemuda itu gontai. Seakan masih merasa tak pantas untuk sekedar memandang Arilla sekalipun.
Arilla bangkit perlahan. Semarah apapun dirinya pada Aryan, sedalam apapun luka hatinya saat ini, Aryan tetaplah lelaki yang sangat ia cintai. Arilla tak ingin meninggalkannya dengan memberikan beban pada pujaan hatinya itu.
"Aku tahu, aku tak pantas memohon lagi sama kamu. Tapi aku minta, jangan melepaskan diri dari aku Rill. Aku enggak akan bisa kehilangan kamu ...," ucap Aryan lirih.
Arilla menatapnya dengan mata berkaca. Namun sudah terlalu lelah baginya untuk menangis. Air matanya sudah terkuras habis dan rasanya hampir mengering.
Arilla tak bisa memaafkan kesalahan Aryan. Tapi juga tak ingin melihat lelaki itu melanjutkan hari- harinya di Australia dengan dirundung perasaan bersalah. Cukuplah ia merasa terluka seorang diri, tanpa harus melihat kehancuran Aryan juga.
Arilla akan bisa menahan kesakitannya, menyembuhkan luka hatinya sendirian. Tapi tak akan sanggup melihat Aryan dalam keadaan terpuruk seperti saat ini. Ia terlalu mencintai pemuda itu.
Arilla melangkah mendekati Aryan. Lalu meraih kedua tangannya.
"Berhentilah menyesali apa yang sudah terjadi, Yan. Karna semua itu enggak akan bisa merubah keadaan. Lanjutkan hidup kamu, juga pendidikan kamu. Ingat, Papa sama Mama menunggu kamu memberikan kebanggaan buat mereka. Hanya setahun lagi, selesaikan kuliah kamu dengan baik! Yang terjadi di antara kita, biarkan hanya aku, kamu, dan musim gugur Melbourne yang tahu. Luka itu akan sembuh seiring berjalannya waktu. Meski mungkin keadaannya tak akan sama lagi setelah itu ...." Arilla tersenyum nanar. Senyuman penuh luka yang bisa dengan jelas dirasakan Aryan.
Lelaki itu mengalihkan pandangannya, tak sanggup menatap wajah Arilla dengan senyuman kesakitan itu.
Arilla tertunduk. Sekilas melihat Aryan menyeka sudut matanya sendiri dengan ujung jarinya.
Arilla ingin mengatakan, bahwa setelah terluka sedalam inipun, perasaannya pada Aryan tetap tidak berubah. Cintanya masih tetap utuh untuk pemuda itu. Tapi ia menahan kalimat itu dalam relung hatinya yang terdalam.
Aryan melipat bibirnya rapat. Pertanda ia sedang menahan diri agar tak sampai menangis.
Arilla mengusap wajah kekasihnya itu dengan jemarinya. "Fokuslah untuk kuliah kamu. Pulanglah ke Jakarta dengan sehat dan selamat. Aku janji, akan menyambut kamu saat kamu kembali ke rumah nanti. Lupakan apa yang terjadi belakangan ini. Kita enggak perlu saling menyakiti dengan sesuatu yang sudah terlanjur terjadi. Aku tahu, enggak mudah buat kamu bertahan dalam kesepian di sini. Aku tahu benar gimana rasanya ada dalam keadaan itu," tutur Arilla lembut.
Pundak Aryan bergoncang. Karna tak kuat menahan tangisannya. Setelah apa yang dia lakukan pada Arilla, gadis pujaannya itu masih bisa mengatakan hal ini untuk mencoba tak memberi beban padanya. Padahal Aryan sangat faham, sedalam apa luka yang sudah ia torehkan di hati Arilla.
Arilla menghela nafas berat. Meskipun merasakan dadanya perih seolah ditikam ribuan jarum yang kemudian terasa bersarang di dalam sana.
"Mungkin aku yang enggak bisa ngerti bagaimana situasi kamu di sini. Kamu sendirian. Kamu kesepian. Tanpa aku, tanpa keluarga juga sahabat. Maaf ... jika aku enggak bisa memahami bagaimana penderitaan dan keadaan kamu selama ini." Arilla tertunduk dalam-dalam.