DORRR!! DORRR!!Suara tembakan menggema di sebuah rumah mewah, teriakan kesakitan yang memekak kan telinga mendominasi ruangan kediaman keluarga Tanapon yang menjadi tempat eksekusi satu keluarga tak bersalah. Sang tuan rumah sudah tergeletak tak bernyawa, ia tewas dengan luka tembak di bagian kepala, darah segar tercecer di lantai ubin yang putih, bahkan para pelayan juga tak luput dari kesadisan sekelompok orang yang tiba-tiba masuk lalu menembaki mereka.
Rumah yang tadinya hangat penuh canda tawa seketika menjadi kelam, suara tembakan dan teriakan saling beradu, dalam sekejap lantai ubin yang putih itu di penuhi dengan ceceran darah merah pekat.
Seorang wanita cantik berlutut memohon ampun ia menangis meraung di hadapan laki-Laki berperawakan tinggi, wajah lelaki yang berusia sekitar 30 tahunan itu sangat datar tak terbaca, kemudian tak segan-segan ia menendang wajah wanita yang masih memohon meminta diberi kesempatan untuk hidup.
Duagghh... Brukk...
Wanita itu tersungkur kelantai dengan hidung yang mengeluarkan darah segar, air mata masih membanjiri wajah putihnya, lalu pandangan wanita itu tertuju pada seorang bocah laki-laki yang berada di dalam sebuah lemari, pintu lemari itu sedikit terbuka menampakkan sepasang mata tajam yang penuh air mata, bocah berusia lima tahun itu meringkuk menggigil ketakutan, ia memandangi wajah ibunya yang penuh darah, sesaat ia melihat bibir ibunya seperti memberikan isyarat kalimat yang sangat familir baginya.
" lo... Ve you...... " bibir ibunya berucap lemah, tak ada suara yang keluar dari sana.
DORRR!!!
Brukk.... wajah wanita itu tergeletak ke lantai, matanya terbelalak dengan lelehan liquid bening yang belum sempat mengering tapi nyawa sudah menghilang dari raganya. Satu timah panas sudah bersarang di kepala bagian kirinya hingga darah merah mengalir deras melewati dahi dan menetes ke lantai.
Bocah yang berada di dalam lemari itu memekik tertahan, ia sangat ketakutan hingga tubuhnya lemas tak mampu bergerak di dalam ruangan sempit, bibirnya bergetar ingin memanggil ibunya.
"Ma.... Mama..... " ia ingin berteriak tapi tidak bisa, tidak ada suara yang keluar dari tenggorokannya, suara seperti menghilang di telan oleh ketakutan yang tiba-tiba menghantam jiwa anak itu.
"Bakar tempat ini! Lenyapkan semuanya, jangan sampai ada yang tersisa!" Terdengar suara serak namun tegas ia memerintahkan kepada orang-orang yang berbadan besar lainya untuk membakar rumah keluarga Tanapon ia ingin melenyapkan bukti-bukti kejahatannya saat melakukan usaha kotornya selama ini.
Beberapa orang sudah mulai menumpahkan beberapa jerigen yang berisikan bensin.
Joe Pithchaya tersenyum penuh kemenangan setelah dia menghabisi keluarga Tanapon yang menurutnya adalah sebuah kesalahan, ia tidak mempercayai siapa pun walaupun Tanapon adalah sahabatnya sendiri.
"Apa kalian menemukan anak itu? Cari lalu bunuh dia, Aku tidak mau berurusan dengan hal sepele begini pada masa yang akan datang!"
Semua anak buah Joe menggeledah ruangan itu, mereka mencari dari sudut kesudut ruangan, tapi belum menemukan apapun, api mulai berkobar membakar seluruh ruangan, semua orang sudah keluar kecuali satu orang, ia merupakan salah satu pengikut dari Joe Pithchaya yang tanpa diketahui olehnya masih berusaha mencari bocah berusia lima tahun itu. Phiravich tidak tega membiarkan anak dari sahabatnya harus mati terpanggang di dalam rumah ini.
Bocah malang yang masih berada di dalam lemari itu mulai susah bernafas karena asap tebal dari kobaran api yang mulai membesar melahap benda apapun yang berada di ruangan itu, dari sofa, perabotan, piano, dan juga tubuh orang tuanya yang mulai di lahap api yang semakin mengganas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The silence enemy
Fanfiction. Rank#1 di lovebychance 6 sept 2019 Pete Pithchaya sang pangeran kampus tampan kaya dan terkenal di kalangan para wanita. Karena satu taruhan main-main,nasib sial menimpa nya, pete harus berurusan dengan mahasiswa baru pindahan dari jepang yang seb...