1. Beri Sedikit Jalan

397 30 9
                                    

Cantik, hampir semua laki-laki suka wanita seperti itu. Bahkan, perempuan lain tidak dapat menahan rasa kagumnya saat melihat perempuan cantik lainnya. Karena itu, Nadira mulai memperhatikan penampilannya, terlebih saat ingin berkunjung ke rumah Argi. Hari Minggu, libur sekolah, libur pula mandi, itulah Nadira. Namun, ada yang berbeda pada hari Minggu kali ini. Nadira siap keluar dari zona nyaman. Kamar mandi yang sangat ia hindari, mendadak menjadi tempat yang paling ingin ia tuju saat ini, sampai ia lupa membawa handuk dan terpaksa berteriak meminta tolong kepada Risa, untuk membawakan handuk untuknya.

Seusai mandi, gadis itu berlari ke kamar Risa. Apa saja yang ada di meja rias ibunya, ia poles ke wajahnya. Beberapa menit berlalu, Nadira siap. Ia melihat pantulan dirinya di cermin, sontak ia kaget saat melihat tidak ada perubahan pada wajahnya. Ia bahkan terlihat lebih buruk dari sebelumnya. Nadira meronta dalam diam. Ingin sekali ia menghapus riasan di wajahnya, namun teriakan Risa membuatnya terpaksa keluar kamar dengan wajah mengerikan.

"Ya Allah..., kenapa kamu jadi badut? Kita bukan pergi ke pesta ulang tahun, sayang," ucap Risa saat melihat putri kesayangannya keluar dari kamar.

"Nadir juga gak tahu mah kalau jadinya kaya gini," jawab Nadira panik, sambil menyeka riasannya dengan kapas.

"Lagian kamu itu aneh, jadi feminim kok dadakan, biasanya pakai bedak aja gak mau."

"Beda dong mah, kita kan mau ke rumah Tante Amira."

"Bedanya di mana? Bukannya kamu gak pernah peduli ke mana pun kamu pergi, gak pernah mikirin penampilan."

"Mah, di rumah tante Amira itu ada Argi. Kalau Nadir ketemu Argi dengan wajah biasa aja, gak dandan, Nadir gak bisa kelihatan cantik dong di depan dia."

Risa menyipitkan mata, mencerna dengan baik apa yang anaknya katakan. "Sebentar, sejak kapan kamu peduli dengan penampilan? Sampai ingin terlihat cantik..., kamu suka ya sama Argi?" selidik Risa.

"Gak perlu Nadir jawab, mamah pasti tahu. Kaya gak pernah muda aja. Mendingan sekarang kita pergi. Satu jam lagi Argi latihan mah, ntar Nadir gak bisa ketemu dia," oceh Nadira lalu bergegas menuju luar rumah, berjalan lebih dulu, meninggalkan ibunya.

Risa geleng-geleng kepala, lalu menyusul Nadira yang lebih dulu duduk di mobil. Ia melirik Nadira sekilas—gadisnya itu masih sibuk dengan wajahnya. Risa geleng-geleng kepala. Ia pun menghidupkan mesin mobil dan langsung menuju rumah Amira. Sepanjang perjalanan Nadira berhasil membersihkan wajahnya. Ia merasa dirinya lebih baik dan cantik, daripada sebelumnya—saat ia merias wajahnya.

Tidak sampai tiga puluh menit, keduanya tiba di sana. Baru saja mesin mobil dimatikan, Nadira sudah merasa ada yang tidak beres dengan jantungnya. Ia merasakan gempa, bahkan gemuruhnya terdengar begitu jelas.

"Baru sampai di halaman rumahnya udah deg-deg an. Gimana kalau ketemu sama orangnya langsung," ledek Risa sebab Nadira sedari tadi sibuk mengelus dada kirinya .

"Mimisan mah," jawab Nadira singkat, lalu dengan percaya diri turun dari mobil, disusul Risa setelahnya.

Keduanya tiba di depan pintu utama. Nadira mencoba untuk mengatur napas. Ia sangat takut jika yang membuka pintu adalah Argi—ia takut pingsan. Begitu pintu di buka, Nadira merasa lega. Amira dengan lembut menyambut kedatangannya bersama Risa.
Mereka dipersilakan masuk, seperti sebelum-sebelumnya Nadira selalu memperhatikan foto keluarga yang terpampang di ruang tamu. Satu fokusnya, Argi. Ia merasa Argi sangat tampan di foto itu. Bahkan ketika ia sudah duduk di sofa, matanya tidak beralih menatap senyum laki-laki itu.

"Awas kebawa mimpi," kata Risa tiba-tiba membuat gadis itu menatapnya malu.

"Memangnya kenapa?" tanya Amira yang tidak mengerti maksud Risa.

Waiting For You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang