5. Izin!

8.4K 484 32
                                    

Aziz tersenyum melihat Ridwan tampak senang melihat wahana permainan. Tadi dia sudah meminta izin pada Khumaira untuk mengajak bermain di pusat kota.

"Paman, ini bagus Dedek mau!"

Ridwan begitu antusias melihat robot dan mobil-mobilan. Tentu saja keinginan terkabul.

Banyak pasang mata menatap Aziz dan Ridwan kagum. Mereka pikir Aziz Ayah dari Ridwan dan sudah duda. Pasalnya pria dewasa menggendong anak kecil tanpa pasangan.

"Paman, nanti kita mampir di toko buku ya."

"Memang Tole mau beli apa?"

"Al-Qur'an dan buku. Dedek mau jadi penghafal Al-Qur'an, supaya Abi dan Umi masuk Surga. Dedek ingin belajar dari sekarang supaya dapat membanggakan."

Deg

Jantung Aziz berdegup kencang mendengar perkataan mulia Ridwan. Entah kenapa air mata luruh mendengar perkataan polos keponakan. Anak sekecil ini berpikir begitu mulia dengan kedewasaan belum saatnya.

Aziz tidak kuasa merengkuh erat Ridwan sembari menciumi puncak kepala keponakannya. Hatinya tidak mampu berhenti menangis karena Ridwan. Anak kecil ini begitu luar biasa.

"Mari kita beli Al-Qur'an dan alat tulis. Paman akan mengajari Tole menulis dan membaca. Jadilah lelaki hebat seperti Abimu, Nak. Paman sangat mencintaimu."

"Yeee ... terima kasih, Paman. Dedek akan belajar dengan giat bersama Paman dan guru lain. Yeee, Dedek ngga sabar memberitahu Umi kalau Dedek akan jadi Hafidz."

Aziz tambah menangis haru mendengar perkataan Ridwan. Tidak peduli orang lain menilai dia cengeng. Pasalnya Aziz hanya ingin menangis haru.

"Mas Azzam, lihat Putramu begitu mulia. Apa Mas bangga melihat Tole Ridwan punya semangat juang begini? Mas, izinkan Aziz mendidik Putramu agar menjadi pria hebat dan berbudi luhur seperti, Mas. Izinkan Aziz juga menjadi Ayah untuk Tole Ridwan. Mas, sungguh aku sangat menyayangimu dan menyayangi Tole Ridwan," batin Aziz.

"Paman jelek kalau menangis. Paman kenapa malah bengong tidak bersuara. Paman ada masalah?"

"Paman itu tampan walau menangis. Paman hanya berpikir sebentar. Ayo kita pergi ke toko buku, Tole Ridwan!"

"Tampan? Ayo Kita pergi ...! Ye, Dedek bakal jadi Hafidz!"

Aziz tersenyum tipis mendengar keceriaan Ridwan. Dia gendong tubuh mungil keponakan agar lebih cepat keluar dari wahana permainan. Dia tidak menanggapi kata tampan bisa ribet urusannya.

Setelah membeli Al-Qur'an, Iqro dan berbagai alat tulis, Aziz dan Ridwan memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan tidak henti-hentinya Ridwan mengajak bicara Aziz. Kecerian anak ini mampu membuat Aziz tersenyum begitu manis.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!" salam Aziz dan Ridwan bersamaan.

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh," sahut Khumaira dari arah dapur.

Ridwan berlari membawa Paper Bag yang hendak di tunjukan ke Ibunya. Sampai dapur Ridwan berteriak kegirangan.

"Umi ...! Lihat Dedek bawa apa?"

Khumaira melepas celemek dan membenarkan jilbabnya. Tersenyum pada Aziz sebentar lalu berjalan ke arah Ridwan. Dia Berlutut guna menyamakan tinggi badan. Khumaira langsung menerima Paper Bag dari Ridwan.

"Wah, Al-Qur'an, Iqro dan alat tulis. Dedek mau belajar semua ini?"

Ridwan mengalungkan tangan di leher jenjang Ibunya. Lalu ia mengecup pipi Khumaira penuh kasih sayang.

Assalamu'alaikum Imamku 2 (END)!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang