"Nadeo? Lo udah balik? Gimana gimana? Lolos nggak?" Hanif menggeser tubuhnya mendekati cowok berkulit putih yang baru datang itu.
Bukan cuma dia yang semangat, Brenda malah lebih heboh. "Lolos dong pasti. Apa sih yang Nadeo nggak bisa?"
Di belakangnya, Rainbow berdecak. "Dia nggak lolos di seleksi akhir, tes fisik. Iya, kan?"
Mendengar respon cepat Rainbow, tatapan keempat anggota Paskibra itu seketika terpusat ke arahnya.
"Kok lo udah tahu? Lo mata-matain Nadeo di sana?" Zutan membelalak. Heran bercampur takjub. "Emang bener Nad, lo nggak lolos?" Kali ini ia menatap Nadeo untuk meminta jawaban.
Cowok tampan itu mengangguk lemah. "Belum rejeki, nggak papa. Sampai ke kabupaten aja udah syukur banget."
Jingga yang berada di antara senior-seniornya itu, hanya bisa diam memperhatikan. Padahal sebentar lagi bel masuk berbunyi. Tapi gadis itu masih saja sabar menunggu mereka sampai selesai berbincang.
"Woy, ni si keong gimana nasibnya?" Rainbow menengahi sembari mengacungkan telunjuknya ke Jingga.
Nadeo langsung menyahut. "Bisa, kok. Sebenernya penutupan pendaftarannya kemarin. Tapi karena slot pendaftarnya belum full, nama kamu masih bisa kita catat. Formulirnya?"
Jingga hendak menyodorkan ke Nadeo, namun Brenda yang tidak sabar menunggu responnya langsung menyambar kertas itu.
"Kampret ya kalian. Kalo si Nadeo yang minta, langsung diiyain. Tadi gue sampai ngotot-ngotot gitu, tetep aja nggak dibolehin," sungut Rainbow.
Tangannya dilipat ke depan dada. "Mentang-mentang ganteng," lanjutnya dengan suara lirih.
"Heh, lo nggak usah banyak protes deh." Hanif membela sahabatnya. "Kalo nggak karena Nadeo itu keluar dari tim futsal, lo nggak bakal bisa jadi kiper utama dan kapten di tim futsal sekolah."
Tanpa terduga, Rainbow bergerak maju. Tangannya mengepal, bersiap melayangkan pukulan pada Hanif. Di sampingnya, Jingga berusaha mencegah.
Namun karena langkahnya yang terlalu lambat dan tidak berhati-hati, ia malah tersangkut kakinya sendiri.
"Eitsss!" Tanggap, Nadeo mencengkeram lengan gadis itu. "Kamu harus berusaha keras buat masuk ekskul Paskibra. Latihan fisik setiap hari. Kalo kayak gini terus, aku pesimis kamu bisa lolos."
Selama ini, apa pun kata-kata berisi nasihat yang ditujukan untuk Jingga, tidak pernah benar-benar masuk ke otaknya.
Namun suara Nadeo yang terdengar tegas dan bijaksana itu, membuat Jingga seketika terdiam. Seolah ia sedang diberi sugesti positif yang bahkan langsung merasuk ke alam sadarnya.
"Heh, Bow Kribow! Lo mau ke mana?" teriak Hanif begitu mendapati Rainbow hendak beringsut.
"Ke tempat lain, di sini nggak ada yang bisa digosipin. Anggota lo flat semua," tanggap Rainbow blak-blakan.
"Lah ini bocah lo yang bawa, ya lo yang anterin balik, dong." Brenda menyahut. Ia tampak tidak senang melihat Jingga yang mulai akrab dengan gebetannya.
Rainbow mendengkus tak peduli. "Yaelah, dia punya kaki, bisa jalan sendiri. Jangan lupa kalo jalannya kelamaan, lo tiup-tiup dulu ya."
"Emangnya dia keong?" Zutan mencibir. "Jingga kalo dibiarin jalan sendiri, bisa-bisa sampe di kelas pas udah bel istirahat pertama gaiz," bisiknya di samping telinga Hanif.
Brenda jadi frustasi sendiri. "Astagaaaaaa, belum masuk ekskul Paskibra aja udah bikin kita pusing gini!"
"Kak," panggil Jingga lirih. Ia lalu menunduk untuk pamit. "Saya balik ke kelas sendiri aja. Makasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovember
Teen FictionBagi Jingga Langit Sore, November adalah bulan yang kelabu. Bulan itu hanya mengingatkannya pada kejadian kelam 8 tahun silam. Kejadian kelam yang membuatnya mendapatkan hal ajaib. Sedikit aneh tapi nyata. Setiap kali Jingga menyentuh air mata ses...