Gadis itu baru saja pulang dari pemakaman ibunya. Namun ketika sampai rumah, ia mendapati ada sosok wanita asing. Berdampingan dengan ayahnya, duduk di sofa ruang keluarga sembari cekikikan menonton televisi.
Ia mulai mengamuk.
Barang-barangnya yang ada di kamar dilempar ke luar. Dilesatkan ke wajah wanita asing itu. Yang semakin membuat amarahnya terbakar, ayah kandungnya sendiri bersedia menjadi tameng. Melindungi wanita asing itu dari amukannya.
Tak punya pilihan lain, ia ke luar rumah sembari terus berteriak seperti orang gila. Sumpah serapahnya terlontar untuk ayah kandungnya beserta wanita asing itu.
Pacuan langkahnya semakin kencang. Sampai tanpa sadar, ia mulai menjauh dari rumah yang menjadi tempat berlindungnya sedari kecil.
***
Tubuh Jingga bergetar hebat. Seperti baru saja terkena setruman, bulu kuduknya menegang. Ditatap gadis yang ada di depannya itu dengan sorot teduh.
"Kamu mau bunuh diri, ya?" tanya Jingga tanpa basa-basi.
Rainbow melotot. Merutuki kebodohan Jingga di dalam hati. Maksudnya, mana ada orang yang terang-terangan melontarkan pertanyaan vulgar semacam itu?
"Heh, kalo dia tersinggung gimana? Apalagi tadi kita yang mau nabrak dia, loh," kata Rainbow setengah berbisik.
"Bukan kita yang mau nabrak, Kak. Tapi emang dia niat bunuh diri," jawab Jingga santai. Wajahnya pun datar seperti biasa.
Jingga melangkah maju, menundukkan pandangannya agar dapat melihat wajah gadis di depannya itu secara lebih jelas.
"Bener, kan?" tanya Jingga untuk memastikan.
Gadis bernama Olla itu dibanjiri kepanikan. Tatapannya dilempar ke arah lain, asal tidak bertemu dengan manik mata Jingga. Tepat saat ia hendak melenggang pergi, Rainbow dengan gesit mencengkeram lengannya.
"Lo tadi mau bunuh diri beneran? Dasar nggak waras," celetuk Rainbow dengan nada bicara menyebalkan. Perkara memancing emosi orang lain, serahkan pada dirinya. "Segampang itu lo mau mati?"
Kalimat-kalimat penenang sudah tersusun rapi di kepala Jingga. Namun setiap kali ia hendak membuka mulut, Rainbow sudah lebih dulu mengoceh.
"He, bocah! Kalo tadi lo bener-bener ketabrak, gue sama si keong ini bakal diarak masa, dong. Terus nanti beritanya bakal viral di Dream High School. Kita berdua dihujat sana-sini," cerocos Rainbow, membayangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Dan predikat gue sebagai bigos paling teladan di Dream High School, bakal lengser gara-gara kasus ini."
Niatnya si kribo ingin menyadarkan gadis itu. Namun yang terjadi, Olla malah tampak semakin kesal.
Dia memang membutuhkan teman curhat yang dapat memberinya saran.Ia juga ingin didengarkan, agar beban yang dipikulnya terasa lebih ringat. Tapi ia tidak mau dihakimi seperti sekarang. Apalagi mereka baru pertama kali bertemu, lancang sekali jika Rainbow terus memojokkannya?
"Aku bahkan udah nggak punya orang tua." Tiba-tiba Jingga bersuara. "Tapi nggak pernah sekali pun, aku kepikiran buat bunuh diri."
Deg!
Bibir Rainbow mengatup rapat. Tidak lagi pecicilan atau bahkan banyak omong, cowok itu hanya bisa terpaku menatap wajah polos Jingga.
"Mereka pergi di waktu bersamaan, secepat itu." Jingga bercerita dengan napas terengah-engah.
Membuka memori pahitnya beberapa tahun silam, otomatis membuka kembali luka di hatinya yang sebenarnya belum mengering.
"Rencana Tuhan emang nggak selalu indah di awal. Tapi kalau hari itu udah terlewati, kamu bakal jadi sosok yang lebih kuat dari sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovember
Teen FictionBagi Jingga Langit Sore, November adalah bulan yang kelabu. Bulan itu hanya mengingatkannya pada kejadian kelam 8 tahun silam. Kejadian kelam yang membuatnya mendapatkan hal ajaib. Sedikit aneh tapi nyata. Setiap kali Jingga menyentuh air mata ses...