💚 Our Love - Part 9

873 117 6
                                    

Your POV

2 months later

Sehari, seminggu, sebulan, sudah kulewati disini. Benar benar tak terasa. Aku merasa, ini sungguhan takdirku. Untuk menjadi sorceress,
bagi dunia yang penuh kejutan ini.

Banyak hal yang aku dapat disini. Buku buku yang telah kubaca,
beribu ribu magic spell, puncak dunia sampai multiverse pun pernah ku kunjungi.

Betapa beruntungnya aku.

Besok adalah hari ulang tahunku.
Kurasa tidak ada yang tahu.

Aku teringat ulang tahunku yang
ke 16, papa mamaku memberiku 3 buah buku.
Sampai sekarang pun,
aku masih suka membaca buku,
terutama di perpustakaan
Sanctum Sanctorum.

Ah sudahlah.
Biarkan itu berlalu, lebih baik berjalan ke depan, tidak mungkin aku mengulang waktu, eh, kecuali pakai eye of agamotto.

Selama disini, pikiranku benar benar tenang, persis yang dijanjikan oleh Stephen. Memang aku dapat mengontrol pikiran, namun tanpa kekuatan itu pun, kurasa aku sudah menjadi orang yang berbeda.
Secara ungkapan dan literally.

~~~•~~~

Sore ini, aku berjalan di New Zealand.
Ya, New Zealand. Kan pakai portal...
Syal putihku berhembus diikuti gerakan coat coklatku perlahan.
Aku duduk di karpet rerumputan hijau. Angin sepoi sepoi santai menemani sore ku.

Tiba-tiba, muncul percikan kuning emas. Sebuah portal pun terbuka.
Seseorang keluar dari portal itu.

"Hei. Ingat aku?"

Aku tersenyum. Peter.

Kalian bertanya tanya? Kok bisa Peter buat portal? Simple. Masih ingat Soul Realm? Kan aku yang mengajarinya.
Sekarang paling tidak dia bisa membuat portal.

Peter duduk di sampingku.
Dia membuka pembicaraan,
"Jadi, ngapain aja kamu
baru baru ini?"

"Seperti biasa sih, baca buku spell,
belajar, jalan jalan.
Oh ya, kamu kenapa datang kesini? Masih sedih?"
tanyaku balik.

"Oh, nggak kok. Belakangan ini aku cuma merasa, kosong. Hidupku sekarang terasa flat banget. Nggak ada kejutannya." kata Peter sambil termenung.

"Mungkin kamu butuh seseorang di hidupmu." jawabku.

Peter tersenyum memikirkan seseorang. Aku menunggu sebuah nama keluar dari mulutnya.
"Dan orang itu adalah kamu."

Aku sedikit terkejut, namun aku rileks kembali.
Meskipun aku tahu keinginannya,
aku bertanya kembali,
"Maksudnya?"

"Aku rindu kamu. Entahlah, aku hanya merasa kamu yang pantas kuberi hatiku." kata Peter serius.

Peter memang baik, namun aku merasa ada suatu dinding yang memisahkan aku darinya.
Dan aku tidak mau mematahkan hatinya. Dia tampak serius denganku.

Aku mencoba menjelaskan perasaanku,
"Peter. Aku tahu kamu suka denganku. Itu jelas. Aku mungkin bisa benar benar menyukaimu, tapi kenyataannya," aku menghela nafas sebentar "aku tidak."

Maafkan aku Peter. Maaf.

Peter terlihat kecewa, namun dia kembali tersenyum.
"Itu semua terserah padamu.
Aku tidak memaksa."

Aku mencoba membaca pikirannya.
Dia rela, namun merasa sedikit kecewa. Aku pun merangkulnya.

"Kamu tahu kan, kamu masih bisa bertemu denganku kapan pun."
kataku menenangkannya.

Peter mengangguk.
Dia berdiri.
"Thank you, [y/n]."
Dia membuka portal dan kembali.

Baru saja dia menutup portalnya, di sebelahku berdirilah seseorang.
Stephen. Aku tersenyum, lagi.

"Hi." kataku canggung.

Dia diam seribu kata. Dia duduk di sampingku. Angin berhembus menerpa kami berdua.
Memang canggung sekali, tapi aku menikmati momen ini.

Setelah lama sekali aku menunggu,
dia mulai berbicara,
"Kau tahu, aku merasa aneh berada di sampingmu."

Tanpa harus membaca pikirannya, aku sudah tahu, dia menyembunyikan perasaannya.
Typical Stephen. Arogan, namun
hangat setelah kau kenal dirinya,
itu yang aku suka darinya.

"Masih ingatkah kamu, saat pertama kali kau menolongku? " kataku sambil menatap kosong.

"Ya." jawabnya singkat.

Kita berdua berdiam lagi.
Beberapa sisi dariku ingin melakukan sesuatu. Aku bersandar ke Stephen.

Stephen pertama agak kaku, namun dia tetap tenang. Dia memegang tanganku. Tangannya yang satu lagi
mulai bergerak.

Di sekelilingku, munculah sebuah kupu kupu kaca yang terbang kesana kemari. Dengan anggun kupu kupu itu memutari kita berdua.
Perlahan datang kupu kupu yang lain, satu demi satu. Sampai akhirnya banyak kupu kupu membentuk formasi dengan indah.
Percikan percikan warna memantul di mata.
Memori terlintas di pikiran kita.

Benar benar sebuah mimpi.
Kita berdua menutup mata.
Menikmati momen.

Stephen tidak menujukkannya dengan kata-kata, namun dengan hatinya. Itulah yang membuatku tertarik padanya pertama kali.
Kurasa, i belong to him.
Tak peduli bila perbedaan memisahkan kita, kita pasti dapat kembali "lengket" lagi.

Ia menceritakan masa lalunya,
pengalaman di hidupnya, dan
kenapa dia bisa jadi seperti ini.

Tiba-tiba Stephen berhenti bercerita.
Stephen berdiri.
"I have to go."

Aku mengeryit.
"Kemana?"

Stephen tidak memperhatikan dan dia pergi.

Ada apa dengannya?
Aku bertanya tanya.

"Love.
What's love without you?"

[Ending Part 9]
10 Agustus 2019

Strange Love - Doctor Strange Fan FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang