💚 Yours - Part 12

889 105 16
                                    

Stephen tersentak.
"Christine, apa yang kau lakuk-

Christine mengarahkan jarinya ke Stephen. Tidak!
Dia bisa mengontrol pikiran.
Stephen tercekik di udara.

"Please, s-stop. Please!!
Apa yang kamu mau?!"
kataku histeris.

Christine tertawa.
"Apa yang aku mau???
Tuh, Stephen "ku".
Jangan rebut apa yang
bukan milikmu."

Benar kan tebakanku.

Stephen semakin sesak.
Lehernya tercekik erat.

"Baiklah. Aku akan kabulkan
yang kamu mau. Tapi, sebelumnya,
lepaskan dia." jawabku.

"Nah... Sesimpel itu kan?"
Christine melepas leher Stephen.

Aku segera mendatangi Stephen.
Dia membungkuk kehabisan nafas.

"Stephen. Are you okay?"

Stephen mencoba memberitahuku seusuatu, sebelum-

"No!!! Jangan!!!" teriakku.

Pikiran Stephen sudah sepenuhnya dikontrol. Apapun yang diinginkan Christine dapat ia lakukan.

Bara api tepancar di mata Stephen.
Dia berlari ke arahku.

"Stephen, No! Listen to me!!"
kataku sambil menangkis
magic spell yang dia lemparkan.

Aku berusaha mengontrol pikirannya.
Tapi dia terlalu kuat.

Dia menyerangku dengan amarah.
Aku tak boleh menyakitinya.
Tidak kali ini.

Aku berlari sambil membentuk magic spell untuk melindungi diriku.
Aku berusaha masuk ke pikirannya.

Ahh! Tanganku makin lelah.
Terpaksa aku mulai menyerangnya.

"Stephen! Berhenti!!" kataku sambil melemparkan bola api.

Sekelilingku mulai terbakar.
Wong pasti marah besar.

Wong tiba-tiba muncul disampingku,
"Awas!!!" teriak Wong.

Tali api melintas di atas kepalaku.
Aku menoleh ke Wong.
Wong memberi kode dengan mengangguk.

Wong menahan serangan Stephen.
Sementara aku mencoba memasuki pikirannya. Aku tak peduli dengan keberadaan Christine.
Yang penting, Stephen sadar dahulu.

Yes!
Aku punya kontrol akan pikiran Stephen. Tidak sepenuhnya, tapi cukup untuk mengendalikannya.

~~~•~~~

Tiba-tiba, aku berada di
ruangan tanpa ujung yang gelap.

"[Y/n], kemarilah."

Aku mendekati suara itu.
Stephen!

Aku berjalan ke Stephen.
Begitu aku berusaha memegang dia,
dia hilang begitu saja.
Itu terus-terusan terjadi.

Lalu, aku mendengar suara lain.
Suara Christine.

Suara itu bergema,
"Seandainya kamu datang lebih cepat,
kedua orang tuamu tak akan meninggal."

"Seandainya kamu tidak menolak Peter, pasti dia akan menolongmu sekarang."

"Seandainya kamu tidak macam-macam dengan Stephen, pasti dia tidak akan nyaris terbunuh."

"Semua gara gara kau."

Aku mencoba menentang suara itu.
"Stop! Aku tahu itu salah!"

"[Y/n], [y/n], kamu hanya gadis buangan. Kau tidak berguna tanpa magic itu."

"Stop!! Please!" kataku sambil mulai menitikkan air mata.

"Cengeng! Hanya seorang anak
yatim yang merengek!"

"Cukup!!!" kataku dengan air mata semakin deras.

"Kalau bukan karena kamu,
pasti, STEPHEN TAK AKAN KUBUNUH."

STEPHEN?!?!!

~~~•~~~

Christine menghunus Stephen dengan pedang.

"Kamu bilang kamu milik Stephen.
Tapi kenapa... Mengapa!? Kau membunuhnya?!?"

Christine menjawab,
"Karena kamu hanyalah anak bodoh yang mudah ditipu."

Ahhh... Dadaku tertusuk pedang Christine. Mataku berkunang kunang. Kulihat apa yang terjadi dengan sisa tenagaku.

Tiba-tiba, Stephen menusuk Christine dengan magicnya.
Tak ada luka bekas tusukan di tubuh Stephen. Itu semua hanya ilusi.

Aku makin terhuyung huyung.
Dadaku sakit.

Yang terakhir aku lihat ada wajah Stephen yang tampak khawatir.

~~~•~~~

Aku membuka kelopak mataku.

"[Y/n], are you alright?"

Aku melihat wajah Stephen didepanku. Aku mengangguk.

"Mana Christine?"
tanyaku.

"She's gone. Forever.
Dia tak akan pernah menggangu
kita. Sekali pun tidak."

Stephen mengangkatku berdiri.

Refleks, aku memeluknya.
"Sorry, Stephen.
Aku minta maaf."

"Minta maaf kenapa?"

"Karena kamu telah menghabiskan waktumu hanya untuk orang bodoh yang satu ini, aku."

Stephen menggeleng.
"Nggak. Kamu nggak bodoh.
Hanya saja kamu berbeda dengan yang lain. Spesial, menurutku."

Aku tersenyum.

Stephen bertanya kembali,
"Bolehkah aku juga minta maaf?"

"Minta maaf kenapa?"
tanyaku bingung.

Senyum Stephen tersungging keatas.
"Karena aku tidak menyadari lebih awal, bahwa satu-satunya orang yang kuinginkan di dunia ini hanyalah,
Kamu.

Strangely, i definitely have fell in love
with you."

Stephen mendekat di hadapanku.
Mukanya berhadapan persis di depanku.

Kau pasti tahu apa yang terjadi selanjutnya :)

"Are you a magnet?
Because you always
stick back to me.

And i promise,
I will be your magnet, forever."

[Ending Part 12]
15 Agustus 2019

Strange Love - Doctor Strange Fan FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang