"Lihat PR!"
Calista tersentak kaget saat tiba-tiba saja Merry menggebrak mejanya dan berbicara dengan nada tinggi. Kelas masih cukup sepi, pastinya Victor juga belum datang.
"Lo tuli? Cepetan sini PR lo!" bentak Merry lebih kecang lagi hingga beberapa anak yang sudah datang memerhatikan mereka.
Calista menghembuskan napas secara perlahan. Ia lelah selalu ditindas seperti ini. Lalu kalimat Victor secara mendadak muncul di kepalanya.
Jangan takut. Karena gue akan selalu ngelindungin lo, Calista.
Setelah mengumpulkan keberanian yang ia rasa cukup, Calista bangkit dari duduknya dan menatap Merry tepat di matanya. "Aku enggak mau. Kerjain aja sendiri," ujarnya dengan tenang walau sebenarnya kakinya bergetar dan lemas.
Merry menaikan sebelah alisnya. "Oh, lo udah berani sekarang sama gue?" Gadis itu mendekat dengan seringai yang menyeramkan. "Cewek kayak lo harus dikasih pelajaran."
Calista memejamkan matanya saat Merry mengangkat tangan dan mulai mengayunkannya.
Namun setelah menunggu beberapa detik, ia tidak juga menerima sebuah tamparan atau pukulan. Dengan takut-takut, Calista membuka matanya perlahan kemudian senyumnya mengembang melihat punggung lebar yang familiar untuknya.
"Merry, lo enggak pernah kapok ya? Satu kaca spion belom cukup? Atau perlu gue hancurin lengan lo ini?" tanya Victor dengan nada dingin. Sangat berbeda ketika sedang bersama Calista.
"Le-Lepas! Sakit, Victor!" seru Merry sambil memberontak ketakutan. Ia mencoba melepaskan lengannyanyang dicengkram sangat erat namun tidak juga berhasil.
Merry mulai terisak. Ia yakin lengannya masih memar namun cengkraman di lengannya tidak juga mengendur. "Tolong!"
"Vic," panggil Calista cemas. Bukannya takut Merry terluka tapi ia takut Victor akan mendapat masalah. "Victor, lepas. Aku tidak apa-apa."
Dengan kesal, Victor menghentak tangan Merry hingga gadis itu terjerembab ke lamtai kelas yang dingin. "Gue enggak akan segan-segan untuk ngehancurin lengan lo kalo gue lihat lo gangguin Calista lagi. Gue bukan tipe cowok yang akan lembut sama cewek kasar."
Setelah mengatakan itu, Victor membalikan tubuhnya. Menatap Calista yang malah tersenyum manis padanya.
"Aku tau kamu bakal datang," ujar gadis itu dengan polosnya.
Victor berdecak kesal namun tidak bisa marah pada gadis manisnya itu. "Gara-gara lo, gue jadi enggak mood belajar. Lo mau ikut gue bolos gak?" tanya pria itu masih dengan nada sewot.
"Kok gara-gara aku?" Calista mengerjapkan mata bulatnya dengan bingung. Tidak mengerti salahnya di mana.
"Mau ikut enggak?" tanya Victor sekali lagi dengan tidak sabar tanpa menjawab pertanyaan Calista yang akhirnya dijawab oleh anggukan lemas oleh gadis itu.
Seperti pada waktu itu, Victor melepas jaketnya kemudian memakaikannya pada Calista. "Jangan ada yang bilang kalo Calista bolos sama gue. Yang berani bilang bakal abis," ancam pria itu sambil menatap tajam seluruh penghuni kelas yang mengangguk patuh ketakutan.
Victor meraih tangan gadis polos di hadapannya lalu menariknya keluar sekolah melalui pintu belakang.
"Ini pengalaman bolos pertamaku," ungkap Calista sambil terkekeh dengan senang. Ia melirik genggaman tangan Victor yang membuat senyumnya semakin lebar lagi.
Merasa tidak mendapat jawaban, Calista memperhatikan wajah pria di sebelahnya yang nampak gusar.
"Vic, kamu marah?"
Mendengar pertanyaan itu, Victor berhenti berjalan. Ia menghela napas panjang dan bersiap untuk mengeluarkan kekesalannya.
"Kenapa lo cari ribut sama Merry? Kalo dia mukul lo gimana? Kalo tadi gue enggak dateng tepat waktu gimana?" tanya Victor dengan nada yang sedikit tinggi hingga Calista sedikit mengkerut di tempatnya.
"Aku yakin kamu pasti datang tepat waktu jadi aku mencoba berani. Maaf kalau kamu enggak suka..." lirih gadis itu sambil menunduk dalam. "Lagipula kemarin kamu janji mau melindungi aku."
Victor kembali menghela napas lalu tanpa bisa ia tahan, tangannya meraih pundak Calista dan menariknya ke dalam dekapannya.
"Bukan gak suka. Gue takut lo terluka, Calista. Gue emang janji akan lindungin lo tapi bukan berarti lo seenaknya cari bahaya kayak tadi. It's makes me scared."
Calista tersenyum hingga wajahnya terasa akan terbelah menjadi dua. Terlalu merasa senang dalam dekapan Victor. "Aku senang sekali hari ini. Terima kasih, Vic."
"Lo udah buat gue khawatir dan sekarang malah bisa seneng? Bener-bener ya... Lo harus dihukum, naughty girl," ujar Victor seraya membuat sedikir jarak antara dirinya dan Calista kemudian mengikis jarak wajah mereka.
"Vi-Victor?" Wajah Calista berubah menjadi merah padam. Ia tidak tau apa yang harus dilakukan. Yang pasti jantungnya hampir meledak karena berdetak terlalu kencang.
Victor tersenyum melihat wajah gugup dan malu milik gadis polos di hadapannya. Kemudian ia mendaratkan sebuah kecupan di pipi kemudian hidung Calista dengan lembut.
"Itu hukuman buat lo. Kalo lo buat gue takut lagi, hukumannya akan bertambah jadi di sini." Pria itu menyentuh bibir lembut Calista kemudian mengusapnya dengan ibu jari.
"Vic..." Calista meremas kemeja seragam Victor dengan kuat sambil mencoba kembali bernapas dengan normal. "Sepertinya tadi lebih seperti hadiah bukan hukuman," ujarnya dengan polos. Napasnya masih tersendat-sendat karena terlalu terkejut sekaligus senang.
Victor terkekeh dengan suara beratnya lalu mengacak rambut gadis di hadapannya. "That's because, I'll never hurt or punish a girl that I like."
Entah kenapa, Calista merasa Victor memiliki hobi yang dapat membuatnya mati muda. Pria itu sepertinya sangat senang membuat napasnya berhenti, jantung yang berdetak terlalu cepat dan tubuh yang berubah menjadi lemas.
Ini pengalaman bolos pertama yang tidak akan permah Calista lupakan. Akhirnya ia bisa mengetahui bahwa perasaannya tidak hanya bertepuk sebelah tangan setelah mendengar kalimat yang diungkapkan Victor tadi.
Hanya itu yang penting saat ini.
--TBC--
23 Agustus 2019