RECREANT |04

12.2K 641 38
                                    

©Copyright, Agustus 2019

⚠DILARANG MEMPLAGIAT⚠


Sinar mentari sudah menyinari langit semesta. Suara burung berkicauan, bunga yang mula bermekaran dan di sambut dengan udara pagi yang sangat segar membuat siapa saja pasti merasakan ketenangan dan juga semangat untuk memulai hari. Begitu pun dengan seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam rumahnya, wanita itu adalah Aisyah. Setelah melaksanakan sholat dhuha, Aisyah lantas pergi ke supermarket yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. Bahan masakan di dalam kulkas sudah menipis, itu artinya sudah saatnya ia berbelanja.

Aisyah selalu menghitung biaya yang akan ia keluarkan, karena pesan ibu mertuanya selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Sebenarnya Aisyah tak begitu peduli dengan ucapan Diva, hanya saja ada kalanya ia merasa tersakiti terlebih jika membahas tentang keturunan.

Meskipun hidup serba berkecukupan, tapi Aisyah selalu senantiasa untuk berhemat. Toh, uang yang diberikan Brian pada dirinya bisa dikatakan lebih dari cukup. Setiap bulannya, Brian menerima gaji tiga puluh juta rupiah, dan itu semua diserahkan kepada Aisyah. Sepenuhnya, Aisyah yang mengendalikan uang yang telah Brian berikan. Paling banyak, dalam satu bulan Aisyah mengeluarkan biaya hanya empat juta rupiah untuk keperluan rumah tangganya.

Dari gaji Brian, sebagian ia tabung, lalu sebagianya lagi ia sumbangkan pada panti asuhan dan panti jompo yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Sedangkan uang dari hasil penjualan gamis dan jilbab miliknya, ia tabung dalam rekening pribadinya yang memang khusus untuk bertransaksi. Sejauh ini, Brian sama sekali tidak mengetahui bahwa istrinya itu memiliki usaha busana muslim yang sudah sangat terkenal ke seluruh penjuru kota Indonesia. Lagi pula, Aisyah juga merahasiakan hal ini pada Brian. Ia tidak mau Brian mengenalnya sebagai wanita karier, Aisyah mau Brian mengenalnya sebagai Aisyah yang sederhana.

Tak apa selama  tiga tahun ini dirinya terus mendapat cemoohan dari Diva—ibu mertuanya lantaran menjadi seorang istri pengangguran dan tidak mempunyai gaji untuk mencukupi kebutahannya sendiri. Aisyah ikhlas, semua cemoohan itu membuat dirinya senantiasa mengingat Allah. Daripada dipuja dan justru membuat dirinya semakin lupa dan mencintai dunia, lebih baik dirinya dihina namun tetap melibatkan Allah dalam setiap langkahnya. Karena ada saatnya ia menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.

Aisyah baru saja turun dari dalam mobilnya setelah memakirkan kendaraan roda empat miliknya. Seperti biasa, Aisyah selalu menggunakan gamis berwarna hitam, namun kali ini untuk jilbabnya ia memilih warna army untuk dipadu-padankan dengan gamisnya.

Seorang karyawati terlihat tersenyum hanya sekadar menyapa Aisyah. Bisa dikatakan Aisyah adalah pelanggan tetap di supermarket tersebut. Jadi sudah tidak heran lagi jika beberapa pekerja di sana sudah mengenal Aisyah cukup baik.

"Assalamualaikum Mbak Aisyah," sapa suara cempreng yang memekakkan teliga. Dialah Fatimah—karyawati yang selalu.menyambut Aisyah jika wanita itu berbelanja di sana.

"Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh, Fa." Fatimah tersenyum ketika melihat kedua Aisyah membalas ssnyumannya. Sungguh, bagi Fatimah—Aisyah adalah sosok wanita yang sempurna.

Dengan semangat Fatimah berjalan menghampiri Aisyah. Wanita yang sudah cukup banyak membantu kebutuhan ekonomi keluarganya. Bahkan pengobatan ibunya, Aisyah lah yang membantu meringankan beban di pundaknya.

Wanita itu memekik tertahan, begitu Farimah justru merebut trolly miliknya yang baru saja ia ambil tak jauh dari kasir.

"Biar mbak aja, Fa. Kamu kerja aja sana," tolak Aisyah. Wanita itu hendak merebut kembali trolly yang sudah di dorong oleh Fatimah. Namun wanita berambut sebahu itu langsung menahan tangannya.

RECREANT [END-HINOVEL]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang