[Hati?✨]

31 7 0
                                    

Khaisra meletakkan asal pulpennya setelah ia merangkai puisi di buku kesayangannya. Siapa lagi jika bukan tentang Ishaq?

Jujur, Khaisra sangat menyukai Ishaq saat mereka membicarakan masalah di sekolah mereka. Ya, Ishaq pernah bersekolah di SMA yang menjadi tempat Khaisra menuntut ilmu sekarang.

Apapun yang dibahas, tentang dunia perkuliahan, impian, kendala-kendala dalam dunia pekerjaan maupun krisisnya akhlak kaum milenial sekarang selalu saja nyambung dengannya.

Kak Ishaq tipe aku banget, ucap Khaisra beberapa waktu lalu pada teman-temannya. Bagaimana tidak? Ishaq sangat berprestasi di satu bidang yang sama dengan Khaisra yaitu tentang Pendidikan Lingkungan Hidup, baik, dermawan, akhlaknya baik, mandiri, ah semualah.

Namun, Khaisra lantas sadar diri. Siapa dia? Siapa Kak Ishaq?

Dia adalah perempuan yang sangat minim ilmu, sangat tidak tahu malu dan masih suka berbuat dosa.

Kak Ishaq? Ah sudahlah tak usah ditanya. Bahkan di luaran sana banyak yang lebih berhak berjodoh dengan Kak Ishaq. Yang sama Ilmunya, maupun akhlaknya.

Cerita kita tak pernah ada di atas Bumi Allah ini. Jikapun ada, tak sampai titik terakhir.

Khaisra menarik napas dalam-dalam dan membuangnya dengan penuh tekanan. Matanya melirik ke arah kalender. Tepat 1 Agustus, Kak Ishaq akan berangkat ke Lampung untuk melanjutkan pendidikannya di tingkat perkuliahan.

Terdiam.

Mungkin hanya itu yang bisa ia lakukan. Mencintai seseorang dalam diam mengapa sebegini menyakitkannya?

Apalagi mencintai seseorang yang dicintai oleh banyak orang. Kak Ishaq, andai aku berani. Sejak 6 bulan lalu, mungkin aku akan mengungkapkan rasa ini.

Perempuan beralis tebal itu meraih ponselnya.

02.56

Selalu begini. Semenjak memikirkan kepergian Kak Ishaq, dirinya sering mengalami insomnia. Padahal, pergi atau tidaknya Kak Ishaq dari kota ini tak akan memengaruhinya. Karena jikalaupun masih satu kota, mereka hanya akan bertemu sebulan sekali.

Khaisra menelungkupkan kepalanya di meja belajar. Ia bimbang antara menyatakan apa tidak. Padahal kata Fathiah, jika ia tidak mengungkapkan perasaannya. Kak Ishaq takkan pernah tau  dan tak peka dengan perasaannya.

Perempuan bergamis biru langit itu menngambil sebuah polaroid di selipan buku Be The New You Wirda Mansur.

Tampak seorang lelaki berkemeja hitam, dan fokus terhadap kamera yang ia pegang. Lelaki yang selalu Khaisra sebut namanya di setiap bait-bait doa perempuan berparas cantik itu. Lelaki yang menyita perhatian Khaisra selama 6 bulan terakhir ini. Siapalagi kalau tidak Ishaq Fadillah Yusuf?

Khaisra lantas membalikkan foto yang selalu ia pegang saat merindukan lelaki bertas consina biru itu.

Ishaq Fadillah Yusuf
31 Januari 2001
TL-ITERA
-Imam in the future-

Kata orang-orang, semakin banyak diucapkan, semakin banyak dituliskan, semakin banyak diingat maka hal yang menjadi impianmu itu akan tercapai.

Bukan berharap, hanya saja ia ingin Ishaq yang menjadi imam dari kehidupan masa depannya. Lelaki itu yang selalu support Khaisra kala perempuan berada di titik terbawah. Lelaki yang selalu mengingatkan bahwa ujian yang dihadapinya sekarang karena Allah sayang padanya.

"Rabbi, aku rindu." Lirihnya pelan. Menarik napas sedalam mungkin dan membuangnya secara asal. Ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi masuk.

Ishaq.fadillah31: kita pernah berada diposisi sedang menghindari seseorang, tapi setidaknya jangan terlalu dipaksa untuk melupakan karena semakin dipaksa akan semakin ingat.

Pikiran Khaisra menerawang. Apa yang dikatakan Ishaq memang benar. Sekuat apapun melupakan, tak ada yang benar-benar bisa dilupakan. Hal itu pernah ada, tak bisa hilang walau dimakan masa.

Bentar-bentar, ini sudah larut malam. Mengapa Ishaq...

Tidur, ini sudah malam.

Kak, aku insomnia. Bagaimana bisa tidur?

Sudah sering kakak bilang, murajaah hapalanmu. Pasti kamu akan tertidur.

Untuk kesekian kalinya, Khaisra melakukan saran Ishaq walaupun tidak sangat memungkin untuk tertidur. Perempuan itu mulai murajaah hapalannya dari surah al-furqan.

Tanpa ia sadari, ia sudah terlelap untuk malam ini.


Khaisra menyambar roti berselai bluberry di atas meja dan lantas menyalami uminya. "Mi! Aku udah terlambat! Duluan ya, Mi! Assalamualaikum."

Sahwa hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan anaknya. "Waalaikumsalam."

Ia berdecih kala tak ada satupun angkot yang lewat di depan halte komplek rumahnya. Khaisra menatap jam berwarna biru terang yang ada di sebelah kirinya.

07.45

Pantas saja tak ada angkot, ini sudah terlambat dan angkot-angkot mulai berada di pusat kota.

"Assalamualaikum ughtea."

Khaisra menoleh. Menyipit sedikir matanya, ia tampak tak asing dengan motor ini. Tak lama kemudian si pemilik motor membuka kaca helm dan menyapa perempuan yang sedang kebingungan itu.

"Lucu banget sih, udahin lucunya. Nanti gue gemes, ntar ku cubit-cubitin ntar lo yang nyesel." Ujar Sufam sambil terkekeh kecil.

"Apaan sih gaje tau."

"Alah. Bilang gaje di mulut tapi hati mah berbunga-bunga."

"Lo tuh makhluk mana sih? Ngeselin."

"Makhluk bumi."

"Tinggal di bumi tapi asal dari planet alien. Dasar."

"Lo kali yang dari planet alien. Ngaca, muka lo aja gak memenuhi standar kecantikan seorang cewek."

Khaisra semakin kesal dengan kehadiran makhluk alien yang satu ini. "Au ah bodo amat!"

Khaisra berlari menjauhi halte dan buru-buru mengambil ponsel dari dalam kantong roknya. Perempuan itu hendak memesan gojek tapi langkahnya terhenti saat aplikasi tersebut tidak menemukan driver terdekat dengannya. "Ah shit!"

"Sama gue aja gih."

Khaisra meliriknya sebentar. Tanpa menggubris, ia kembali fokus pada ponselnya. Tak acuh. "Gue tinggal ya nih?" Khaisra kembali tak acuh. "Ok, gue tinggal. Tapi ingat jangan salahkan gue kalo lo kena hukuman."

Cowok bertas hitam itu menghidupkan motornya dan meninggalkan Khaisra. Tapi itu tak berlangsung lama.

"Sufam! Gue ikut!"

Khaisra berlari mengejar Sufam. "Untung gue sayang, Kha. Kalo gak, gak capek-capek gue jemput lo ke ujung kulon begini."





RAFIQUH ALRUWH [BELAHAN JIWAKU] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang