[Perasaan Ishaq✨]

27 4 0
                                    

"Kalian tidak tau konsekuensi jika terlambat!" Kak widy memarahiku dan Sufam di depan peserta seleksi drama lainnya. Malu? Ya pasti.

"Kak, tad----"

"Jangan harap kalian bisa lolos! Bawa barang-barang kalian dan pulang ke rumah masing-masing! Kalian didiskualifikasi!"

Aku menatap Kak Widy, "Kak, aku sudah minta maaf dan mengakui kesalahanku. Aku udah berjuang sejauh ini kak. Tolong, ka-----"

"Kak, ini semua salahku. Kakak gak pantas untuk diskualifikasi Khaisra juga. Cukup aku kak!" Timpal Sufam. Ia terima jika dirinya saja yang didiskualifikasi, tapi tidak dengan Khaisra. Perempuan yang sudah menjadi pusat perhatiannya ini pernah mengatakan bahwa lolos seleksi drama tingkat nasional adalah salah satu impian terbesarnya.

"Keputusan ini tidak bisa diganggu gugat. Kalian tetap didiskualifikasi."

Khaisra yang sedari tadi menahan tangisnya sekarang malah mengeluarkan unek-uneknya. Ia meledekkan tangisnya dan segera meninggalkam lapangan basket. Sufam yang masih ingin menjelaskan pada Kak Widy, malah mengejar Khaisra.

Khaisra segera masuk ke kelasnya untuk mengambil barang-barangnya dan langsung pulang. Perjuangannya sia-sia saja selama ini. Waktu, materi, tenaga sudah ia korbankan, tapi apa yang ia dapatkan?

Sufam masuk ke kelas Khaisra dan mendapati perempuan itu tengah duduk di atas salah satu meja sambil meringkukkan kepalanya. Langkah kakinya segera tertuju pada perempuan itu. Ingin mengusap pucuk kepalanya, tapi ia tahu itu takkan mungkin.

"Maaf, Kha."

"Jangan ganggu gue, Fam." Lirih Khaisra. Sufam menatap Khaisra yang sekarang nangis senggugukan di hadapannya.

"Jangan pernah muncul di kehidupan gue lagi. Anggap kita gak pernah kenal."

Sufam ambigu mendengar pernyataan Khaisra. "Kha, lo----"

"Pergi, Fam!"

Bentakan Khaisra membuat Sufam terkejut. Mau tak mau, Sufam harus pergi dari tempat ini. Langkah kakinya terasa berat, "Kalo lo butuh gue, gue selalu standby untuk lo, Kha." Ujar Sufam sebelum meninggalkannya sendirian.

"Sesayang itu lo sama Khaisra?"

Sore ini, Diah dan Ishaq menghabiskan waktu sore mereka di taman kota. Sudah lama Ishaq tak ber-quality time begini dengan Diah. Jadi, sebelum ia pergi ke Lampung, setidaknya ia sudah menepati janjinya pada Diah untuk menikmati senja di taman kota.

"Sayang sebatas adik, Yah." Jelas Ishaq. Lelaki yang masih mengenakan setelah pramuka itu menyeruput bubble tea yang ada di genggamannya. "Gue bisa bedain mana sayang sebatas adik atau lebih dari adik, Haq."

"Ck."

"Ngerti apa kamu tentang cinta? Masih baru tamat SMA juga." Iya, Ishaq dan Diah memang sebaya. Sama-sama baru menyelesaikan pendidikan SMA mereka.

"Ih! Gue serius, Haq!"

Ishaq tertawa melihat tingkah sepupunya yang satu ini. Sudah tamat sekolah, tapi masih saja bertingkah seperti anak-anak. Ah, lucu!

"Gini, Yah. Khaisra itu udah kayak aku anggap adik aku sendiri. Setiap dia punya masalah selalu ngadunya ke aku, dia selalu percaya bahwa aku bisa dijadikan tempat berkeluh kesahnya. Aku juga suka sifat dia, gak terlalu kekanakan juga kedewasaan."

"Ah, jika aku meninggalkan kota ini. Mungkin dia adalah satu bagian yang akan rindukan. Bawelnya, rusuhnya, setiap dia merepotkanku. Aku bakal rindu dia. Pasti."

"Kalo bukan dia, jadi siapa yang lo suka sekarang? Soalnya gue ada cium bau-bau gak enak dari lo."

"Aku...menyukai Syahfira. Dari bagaimana dia berbicara, bagaimana ia menjaga auratnya maupun pandangannya." Ujar Ishaq sembari menatap langit sore dari kota yang ia cintai ini.

"Bersyukur kalo sekarang lo udah bisa punya perasaan lagi ke cewek. Gue kira, karena masa lalu, lo bakalan trauma sama cinta."

"Tapi itu bukan fokusku sekarang. Yang harus aku pikirkan sekarang adalah bagaimana aku menambah biaya untuk kehidupan sehari-hariku di Lampung. Aku gak mau nyusahin Ibu lagi."

"Semoga Allah memudahkan urusanmu, Haq."

"Semoga Allah mindungimu setiap langkahmu, Yah."

"Aamiin." Jawab mereka bersamaan.

Syahfira sedang memperhatikan kegilaan sepupunya yang terpampang jelas di layar ponselnya. "Kha, udah jangan galau gitu. Masih ada kesempatan lain. Gak di drama, di pendidikan Lingkungan hidup. Gak di ekskul, di akademis. Gak sekarang, ya nanti. Allah tau apa yang terbaik untuk hambaNya, Kha. Sudah jangan begitu."

"Tapi ya Syahf, gue udah berjuang mati-matian begini masa karena terlambat sebentar aja udah di-dis. Gak terima gue."

"Lo terlambat gara-gara apa emang sih?"

"Lo masih ingat cowok yang jadi partner gue?"

"Hooh, masih ingat, emang kenapa?"

"Ya sebenarnya gue sih yang jail, ngejutin dia pas dia lagi ngegame, kebetulan samping dia ada selokan. Yaudah deh gitu,"

"Kecemplung maksud lo?"

"Hehe iya." Cengir Khaisra. Tak habis pikir Syahfira punya sepupu segesrek ini. Untung sepupu, untung cantik, untung pinter.

"Trus? Dia gimana?"

"Dia repetin gue sambil narik gue ke counter depan sekolah. Lo tau? Kak Ishaq juga kesana, terakhirnya dia yang lerai gue sama dia. Dia yang bayarin uang ganti rugi gue ke Sufam. Padahal gue tau Syahf, dia pasti butuh uang itu untuk biaya hidupnya di Lampung."

Dari nada bicara Khaisra, siapapun yang mendengar akan tau jika Khaisra sangat peduli pada Ishaq. Bagaiman tidak, Ishaq rela jualan gamis, khimar, cadar, coklat demi menambah uang tabungannya.

Ishaq memang sebegitu mandirinya untuk membiayai kuliahnya sendiri. Bagaimana Khaisra tak jatuh hati?

"Kha, gimana kalo kamu ngungkapin perasaan aja? Kalo Kak Ishaq tau perasaan kamu kan, dia bakal jaga perasaanmu."

Syahfira benar juga, gimana ya?

RAFIQUH ALRUWH [BELAHAN JIWAKU] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang