Satu

2.8K 471 19
                                    

31 Desember 2015.
   
Sudah berkali-kali di hari ini Hangyul mengacak rambutnya frustasi dan menghela napasnya kasar. Hanya ada satu hal yang mengganggu pikirannya saat ini; bagaimana cara menyatakan perasaannya kepada senior yang sudah Ia kagumi sejak lama?
  
  
Hangyul mengambil handphonenya ketika terlintas sebuah ide.
  
  
'Sunbae, jika hari ini kau tidak sedang sibuk, mau lihat kembang api bersamaku?'
  
  
Sent.
  
  
Hangyul memukul kepalanya sambil mengutuk dirinya sendiri. Apa-apaan itu, Lee Hangyul? Kau cukup berani mengajak kencan seorang Cho Seungyoun? Seorang kutu buku sepertimu dan pangeran kampus sepertinya?
  
  

'Boleh, kujemput atau bagaimana?'
  
 
Speechless. Itu yang dirasakan Hangyul. Dia bahkan sepertinya lupa caranya bernapas setelah mendapat balasan seperti itu dari Seungyoun.
  
 
'Tidak perlu sunbae. Bertemu di kedai dekat sungai Han saja. Aku akan menunggu.'
  
  
Kau gila Hangyul. Kau pasti sudah gila. Bersiap-siaplah dan jangan sampai membuat kesalahan.
  
  
'Baiklah, sampai jumpa disana.'
  
  

*****
  

Dan disinilah Hangyul, duduk diam memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang sejak tadi. Sesekali Ia menyeruput susu pisangnya untuk menghilangkan kegugupannya.
  
 
Namun lama-lama terasa bosan juga jika hanya duduk berdiam diri seperti ini. Mungkin jalan di sekitar sungai Han tak jadi masalah.
  
 
Hangyul berjalan pelan menikmati angin yang menerpa wajah rupawannya. Sesekali bersenandung kecil, Ia mulai memikirkan apa yang harus Ia ucapkan nanti di hadapan Seungyoun.
  
 
Langkahnya terhenti saat netranya menangkap sosok tinggi di depan yang membelakanginya. Semburat merah di pipinya perlahan muncul ketika tau bahwa Seungyoun benar-benar datang sesuai permintaannya.
  
 
Ia pun hendak memanggil seniornya itu. Namun tenggorokannya tercekat kala Ia melihat seorang wanita yang tiba-tiba memeluk Seungyoun dengan erat. Matanya memanas, tak terasa air matanya menetes begitu saja.
  
 
Ya, sejak awal seharusnya Ia menahan diri, agar tidak menumbuhkan perasaannya lebih dari sekedar kagum. Ia seharusnya tidak menganggap semua perhatian Seungyoun padanya lebih dari seorang senior ke juniornya. Seharusnya Hangyul paham itu.
    
    
Tak butuh waktu lama bagi Hangyul untuk pergi dari sana. Ia pun berlari menuju rumahnya, dengan mata yang sudah bercucuran air mata tentu saja.
  
  
Maka, di tahun terakhir Seungyoun di perguruan tinggi pun dihabiskan Hangyul untuk menghindari Seungyoun sebisa mungkin. Pesan dari Seungyoun pun Ia balas seadanya saja. Masih mau memulihkan sakit hatinya, katanya. Terus begitu sampai akhirnya Seungyoun lulus dan Hangyul tak pernah bertemu dengannya lagi.
    
    

*****
    
    

00:00 KST, Awal Januari, 2019
  
  
"Apa kabar, Lee?"
  
  
Tiga tahun tak bertemu, tiga tahun itu juga Hangyul habiskan untuk menghapus perasaannya pada Seungyoun. Baru saja Ia membuat resolusi di tahun ini, namun sudah dikacaukan oleh oknum yang bersangkutan.
  
 
Hangyul tersenyum tipis membalas senyuman Seungyoun. "Ya, seperti ini saja sunbae. Maaf sunbae, tapi aku harus per-"
 
 
"Tunggulah sebentar lagi disini denganku. Kita bahkan baru bertemu, Hangyul-ah."
  
 
"Ah, ne sunbae." Hangyul menunduk gugup, menahan suara detak jantungnya yang begitu keras agar tidak terdengar sampai ke telinga Seungyoun.
  
 
Hening menyelimuti keduanya. Seungyoun berdeham pelan sebelum memulai kembali pembicaraan.
  
  
"Aku menunggumu tahun kemarin, dua tahun yang lalu, dan tiga tahun yang lalu disini. Namun kita baru bisa bertemu sekarang." Seungyoun terkekeh pelan, lalu menatap Hangyul yang masih menundukkan kepalanya.
  
  
"Aku merindukanmu." lanjut Seungyoun.
   
  
Hangyul menggigit bibir bawahnya. Hatinya sakit mendengar kalimat yang keluar dari bibir seniornya itu. Ia tidak berharap kalimat itu yang keluar dari bibir Seungyoun.
  
 
"Sunbae...." cicit Hangyul.
  
 
"Ada apa, Hangyul-ah?"
  
  
"Aku pamit pulang duluan. Permisi sunbae." Hangyul ingin menghindar sebisa mungkin. Ia ingin pergi dari sana secepat mungkin, kalau bisa.
 
  
Pergerakan Hangyul terhenti karena Seungyoun menahan tangannya.
 
  
"Aku antar." ujar Seungyoun final seraya menarik tangan Hangyul menuju tempat dimana mobilnya terparkir.
  
  
Sesampainya di tempat parkir, Seungyoun langsung membukakan pintu mobilnya untuk Hangyul lalu membiarkan Hangyul duduk didalamnya. Tak banyak bicara, Seungyoun bergegas menutup pintu mobil dan segera masuk ke dalam mobil.
  
  
"Jadi, sekarang kau tinggal dimana? Apa masih tinggal bersama orang tuamu?" tanya Seungyoun memecah keheningan namun matanya masih fokus ke arah jalan.
  
  
"Tidak sunbae, sekarang aku tinggal sendiri di apartemenku. Jaraknya hanya beberapa blok dari sini, seharusnya kau tak perlu repot repot mengantar."
 
  
"Aku tak merasa direpotkan olehmu Hangyul-ah. Dan tolong berhenti memanggilku dengan sebutan sunbae, kau bisa memanggilku hyung kalau kau mau."
  
  
"Apa sebutan itu membuatmu tak nyaman?"
  
 
Seungyoun menghela napasnya pelan. "Bukan seperti itu, namun kita sudah tidak di perguruan tinggi, dan lagipula kita cukup dekat kurasa. Kau bisa memanggilku dengan sebutan hyung."
  
  
"Baiklah, hyung. Berhenti di depan saja hyung, apartemenku sudah dekat."
   
  
"Tidak, aku akan mengantarmu sampai apartemenmu. Ini sudah larut sekali. Tak baik berkeliaran sendirian."
  
   

*****

    
   
Dan, disinilah Hangyul. Di dapur apartemennya, menyiapkan cemilan dan minuman untuk Seungyoun.
  
  
'Aish, kalau seperti ini, bagaimana resolusi tahun 2019ku bisa tercapai?' rutuk Hangyul.
  
 

    

move on -seungyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang