Dua

2.3K 449 25
                                    

Hangyul menundukkan kepalanya seraya meletakkan nampan berisi camilan dan minuman untuk Seungyoun dan dirinya tentu saja. Ia lalu mengambil tempat duduk di sebelah Seungyoun, namun kepalanya masih tertunduk ke bawah.
 
"Silahkan hyung, maaf hanya menyajikan ini, aku belum berbelanja keperluan bulananku."
 
Seungyoun mengacak rambut Hangyul pelan. "Tak apa, Hangyul-ah. Seharusnya kau tak perlu repot-repot."
 
  
Rambut yang diacak, hatinya yang berantakan. Resolusi 2019 Hangyul? Tak perlu ditanya. Secara tak sadar Hangyul mengerucutkan bibirnya kesal memikirkan hal itu.
 
Seungyoun terkekeh pelan. "Lucu."
  
Hangyul merasakan pipinya memanas mendengar hal itu, namun Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, yang membuat wajahnya tidak terlihat oleh Seungyoun pokoknya.
  
"Lucu tidak bisa membuatku mendapatkan uang." cicit Hangyul.
  
"Kalau dari dulu bisa seperti itu, maka kau sudah kaya raya, Hangyul-ah." Seungyoun membalasnya.
  
  
Double kill. Hangyul, bagaimana kabar hatimu?
  
  
"Eum... Hyung sudah malam, kau tidak ingin pulang?" Hangyul sengaja mengalihkan pembicaraannya. Lama-lama dalam pembicaraan seperti itu membuat jantungnya tidak sehat.
  
"Kau mengusirku?"
  
"A-ah, bukan seperti itu hyung. Daerah sini agak berbahaya jika pulang terlalu larut."
  
"Oh seperti itu, baiklah aku menginap saja. Boleh kan, Hangyul?"
  
   
Hangyul refleks menoleh ke arah Seungyoun, terkejut dengan ucapan pemuda itu barusan. Hangyul memainkan jari-jarinya gugup. Bingung harus berkata apa pada Seungyoun.
  
  
"Tidak boleh ya? Tidak apa kalau tidak boleh. Aku pulang saja."
 
  
Seungyoun beranjak dari tempat duduknya dan hal itu membuat Hangyul kelabakan karena merasa tidak enak. Baru hendak melangkahkan kakinya, tangan Seungyoun pun tergenggam oleh tangan pemuda yang lebih muda.
   
Hal ini tentu membuat Seungyoun menyunggingkan senyumannya, namun Ia segera menetralkan kembali ekspresi wajahnya. Ia pun menatap Hangyul.
 
 
"Um, kau boleh menginap disini jika kau mau." Hangyul mengatakan hal itu dengan telinga yang memerah. Sangat menggemaskan sampai Seungyoun ingin memeluknya. Tahan Seungyoun, tahan.
  
Terlalu malu, Hangyul segera melepas tangannya dari tangan Seungyoun, lalu bergegas menuju kamarnya, hendak mengambil bantal serta selimut untuk Seungyoun. Setelah dua hal tersebut didapatnya, Ia langsung memberikannya kepada Seungyoun. Setelah acara mengucap terima kasih dan sama sama, Hangyul langsung kembali menuju kamarnya. Tak baik terlalu lama di dekat Seungyoun bagi jantung Hangyul.
 
  
"Hangyul-ah...." panggil Seungyoun.
   
Hangyul menghentikan langkahnya namun tak menoleh ke belakang. "I-iya hyung?"
 
"Boleh aku menonton TV?"
  
"A-ah silahkan hyung. Buat dirimu nyaman."

    

*****

   
Hangyul terbangun pada dini hari karena merasakan tenggorokannya sangat kering. Ia pun pergi menuju dapur untuk minum segelas air. Saat hendak kembali ke kamarnya, entah kenapa  Ia melangkahkan kakinya ke ruang tamu.
  
Ia memperhatikan dalam diam wajah Seungyoun yang tertidur di sofabed miliknya, lalu menghela napas berat.
 
 
"Setelah tiga tahun kita tidak pernah bertemu, kenapa kita harus bertemu kembali hyung? Tak bertemu saja sulit bagiku. Apalagi jika bertemu kembali seperti ini?" cicit Hangyul pelan, nyaris tak terdengar.
  
"Apa kau tak suka jika bertemu kembali denganku?" terdengar suara Seungyoun yang serak khas orang yang baru terbangun dari tidurnya.
 
 
Mati kau, Lee Hangyul. Seungyoun baru saja mendengar kata-katamu.
  
  
"Eum, bukan begitu hyung. Ta-tapi.... Aish tidak tahu ah."
  
Hangyul beranjak pergi dari sana sesegera mungkin. Kesal sendiri kenapa Ia begitu ceroboh sampai bisa mengatakan hal tersebut di depan si pemuda Cho.
  
Seungyoun perlahan membuka matanya lalu tersenyum kecil.
  
  
"Sungguh menggemaskan. Untung saja aku masih bisa menahan diri."
  

*****

  
"Kau sedang memasak?"
  
Hangyul terlonjak kaget mendengar suara Seungyoun yang entah sejak kapan sudah bangun. Ia berusaha agar detak jantungnya yang begitu keras tidak terdengar oleh Seungyoun.
  
Hangyul menoleh dan mengangguk singkat. "Iya, untuk sarapan kita."
  
Seungyoun yang mendengar hal itu sontak tersenyum cerah. Ia pun menaik-naikkan alisnya. "Kita ya? Entah kenapa kata 'kita' membuatku sedikit berdebar."
  
"Tak usah berpikir yang aneh-aneh. Ini sarapanmu, segera dihabiskan." ucap Hangyul sambil meletakkan sepiring pancake untuk Seungyoun dan tak lupa menuangkan sirup maple di atasnya.
  
Setelah berterima kasih, Seungyoun memakan pancake buatan Hangyul. "Kenapa buru-buru? Kau ingin kemana?"
  
"Bekerja, tentu saja. Kau tak bekerja?"
  
"Memangnya sekarang pukul berapa?"
  
"Sudah pukul 6 lewat 30 menit, tuan Cho."
  
 
Seungyoun membelalakkan matanya, dan menghabiskan pancake dengan cepat.
  
 
"Kenapa kau tak membangunkanku? Astaga aku bisa dibunuh oleh kakakku."
 
  
Seungyoun pun mengambil barang-barangnya yang masih ada di ruang tamu, lalu kembali ke dapur dengan cepat.
  
 
"Aku pergi dulu ya, terima kasih sudah mau menampungku disini. Boleh aku pinjam ponselmu sebentar?"
  
  
Dengan polos Hangyul menyerahkan ponselnya. Lalu dengan cepat Seungyoun mengetikkan nomor telepon dan meneleponnya. Tak lama, ada ponsel yang berdering, asalnya dari tas kecil milik Seungyoun.
  
"Oke, ini nomorku. Tolong simpan baik-baik ya. Aku pamit."
 
Seungyoun memeluk tubuh Hangyul singkat dan mengusap pipi si pemuda Lee pelan lalu melesat keluar dari apartemen Hangyul. Hangyul masih terdiam mencerna apa yang terjadi sampai Ia menyadari sesuatu.
  
 
"Hangyul bodooooh. Apa yang baru saja kau lakukan? Kenapa kau memberikan ponselmu begitu saja."
    
    

*****
   
   

Ini gue ngetik apaan😭

move on -seungyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang