Hujan di Bulan September

43 4 2
                                    

  Tepat pada pertengahan september jakarta diguyur hujan dengan derasnya
di malam minggu, kebanyakan orang menikmati suasana malam dingin dengan makan bakso di dalam rumah sambil menyaksikan acara televisi, tetapi tidak dengan saya dan satu kawan saya yang bernama aldy justru kami di luar kehujanan karena mencari bakso yang tak kunjung melintas depan rumah. Karena pikir saya langit sore tadi cerah saya mempunyai ide untuk membelinya di satu tempat dan setelah kami dapat dua porsi bakso yang rencananya kami makan di rumah aldy hujan rintik mulai turun

"Yah gerimis dy, gimana nih?" Gerutu saya "yaudah jalan aja kalau deras kita berteduh" lantas saya menginjak sela motor dengan mantap dan langsung beranjak, baru saja berjarak lima menit dari tempat membeli bakso hujan langsung deras.

"Sialan." ucap kami yang berada satu jok motor dengan serentak satu ketukan, karena tak melihat tempat yang cukup strategis untuk berteduh kami memilih melanjutkan perjalanan mau tak mau baju celana basah kuyup begitu juga panasnya plastik yang berisikan bakso berubah menjadi adem sesampainya di rumah aldy.

Ternyata bakso adem terasa nikmat pula ketika saya yang kehujanan dan lapar tapi ada satu pesan yang membuat saya berhenti menyuap bakso,

"Alisya : ka bisa jemput gue ga?"

Beberapa hari setelah saya melihat-lihat foto di akun instagram perempuan yang saya anggap aneh ini saya pun tergoda untuk membuat percakapan dengannya dan siapa sangka ternyata dia asik juga.

"Emang ayah lu kemana?" Tanya saya
"Tidur deh kayaknya" baru saja berganti baju, menghangatkan tubuh dengan upaya memakan bakso adem saya langsung pergi menuju tempat alisya terjebak hujan, saya menjemput karena pikir saya kasihan juga dia tak bisa pulang karena ditinggal tidur bapaknya. Menunggu kurang lebih lima menit dan akhirnya alisya muncul dengan sedikit berlari membuat lamunan kabur "maaf yaa jadi ngerepotin ka" ucapnya, saya hanya tersenyum dan memberi sweater coklat yang dipakainya kebesaran sengaja saya bawa karena pikir saya gadis zaman sekarang tidak suka memakai jaket atau pakaian tebal kalau pergi malam padahal kata ibu saya itu sangat penting apalagi memasuki musim penghujan.

"Ah gausah ka" tolak alisya
"Mau gua pakein atau lu diem sendiri di sini nungguin kolongwewe lewat yang nantinya lu diajak ke sarangnya buat ngisi kesepian dia di malam minggu ini?" Alisya tertawa dan langsung memakai sweater yang sebelumnya ditolak karena dia bilang trauma sama kolong wewe, alisya terus tertawa, saya juga, dan begitu juga kolongwewe yang kebetulan sekali lewat ikut tertawa.

Sampai di rumah alisya dia mengutarakan banyak-banyak terima kasih dan itu yang membuat saya berubah pikiran kalau dia gadis yang judes tadinya, mungkin juga tertawanya yang terngiang selalu di pikiran saya setelah beranjak pulang ke rumah.

"Ah, alisya" gerutu saya dalam hati di perjalanan pulang.

Sesampainya di rumah saya langsung masuk ke kamar mandi, melepas baju yang basah dan kemudian saya cuci.
Berada cukup lama di kamar mandi membuat saya memikirkan banyak hal tentang alisya, rasa-rasanya saya ingin menulis puisi untuknya tak perduli puisi ini bakal sampai dibacanya atau tidak.

'Hujan di Bulan September'

Ini teruntuk hujan di kota kelam
Tentang aku yang baru saja tenggelam
Aku bingung
Harus berkata apa pada sang malam?

Suara tawa mengusik para petapa dari kesunyian malam
Aku sang petapa
Dan sangat jelas aku tergoda
Entah kau dibantu setan macam apa
Datang secara tiba-tiba
Lalu beranjak tanpa rasa iba

Meninggalkan angan kepada aku sebagai pujangga
Lantas mau mu apa?

Kebon jeruk, September 2017

Hey, alisya...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang