1. Diam itu Mas Mas

120 6 2
                                    

"Pagi, bu."
"Pagi, Mit." sahut ibu. "Seno mana?"
"Mas Seno di kamar, bu."
"Pasti masih tidur." kata ibu. "Adik2nya udah sampai Padang, dia masih di Bangkinang." ibu geleng2.

Kata mas Seno, 'Kalau ibu ngomong sesuatu tentang mas, jangan disanggah. Iyain aja.'.

"Mita sama Puput mana, bu?"
"Mita pergi keluar sebentar, cari telor katanya. Puput ke warung, nyusul Dio."
"Ibu jadi ke pasar?" tanyaku. "Kalau enggak, biar Mita sama mas Seno yang ke pasar."
"Bangunin dulu Seno. Belum mandi juga dia, kan."

Mas Seno sih udah bangun dari jam 4. Malah mas Seno yang ngajak pergi ke pasar, jadi biar ibu stay di rumah nonton sinetron azab. Bosan di rumah katanya, enggak ada hiburan. Mending ke pasar, lumayan bisa main becek dan nyium bau ikan.

Tivi ada, tapi mas Seno bukan tipe orang yang suka nonton tivi. Kalau liat berita, suka dia itu.

Oiya, namaku dan adik iparku, istri adik mas Seno yang nomor dua sama. Sama2 Mita. Cuma ia lebih tua dariku 8 tahun. Adik iparku satu lagi, istri adik mas Seno yang nomor tiga, Puput. Umurnya 3 tahun lebih tua dariku.

Mereka memanggilku kakak. Karena bagaimana pun juga aku kakak ipar mereka.

"Emang mau masak apa buat makan siang?"
"Mita sama mas Seno puasa, bu." kataku. "Jadi enggak makan siang."
"Puasa?" aku ngangguk. "Puasa apa?"
"Kata mas Seno ibu tau kalau dia puasa."
"Enggak. Ibu enggak tau."

Aku jadi bingung.
Mas Seno bilang ibunya tau.

"Ya deh, bu. Mita panggil mas Seno dulu. Mau ke pasar."

Ibu ngangguk.

Di kamar, kulihat mas Seno lagi memandang layar laptop. Tampak sangat serius.

Aku duduk disebelahnya.
Tanpa menoleh, ia bertanya, "Jadi?".

"Mas bilang ibu tau."
"Emang ibu bilang apa?"
"Ya ibu enggak tau. Terus ibu ngira kamu masih tidur."
Mas Seno tertawa sinis.
"Malah ketawa."
Ia melihatku. "Haha.. "

*

"Lagi ngapain nih berdua di dapur?"
"Main catur, bu."
"Mas!"
"Ya lagi masak lah, bu." kata mas Seno
"Buat makan siang."
"Loh, kata Mita, kalian puasa."

Aku dan mas Seno saling melihat.  Lalu kami melihat ibu.

"Itu kemarin, bu."
"Kemarin?" tanya ibu. "Sekarang enggak?" kami menggeleng.

Benar apa yang pernah diceritakan mas Seno. Miskomunikasi, adalah ketika terjadinya kesalahpahaman dan pengertian.

Pantes mas Seno sampai umur 23 ia belum sukses2 juga sebagai seorang penulis.

Apalagi mas Seno katanya korban pengekangan orangtua. Dimana orangtuanya selalu menghendaki apa kehendak, keinginan dan kemauan mereka pada anak mereka.  Khususnya mas Seno.

Aku jadi kasihan. Untung mas Seno punya pembaca setia cerita di blog miliknya dan akhirnya menikah dengan pembaca setia tersebut. Siapa lagi kalau bukan aku.

"Ibu emang suka gitu. Makanya mas pernah bilang ke kamu, iyain aja kalau ngomong sama ibu."
"Kamu enggak papa, mas?"
"Enggak papalah." jawab mas Seno. "Udah sering kali mas disalahpahami sama orangtua, mas. Karena ya bagaimana pun mereka orangtua mas. Mas ngomong, mas jawab, eh, dibilang membangkang. Pelawan. Mending diem.  Ya kan?" mas Seno tersenyum tipis.

"Eh, Mita."
"Ya, bu?" sahutku. "Kenapa?"
Ibu melangkah mendekati kami.
"Besok2 biar ibu aja yang nyuci piring. Atau nih, suami kamu. Tidur aja di kamar. Ngendok. Ngeramin telor,  telornya enggak netas2. Masa ayahnya yang nyuci."
"Yang nyuci piring, sama gelas kemarin mas Seno kok, bu." kataku. "Malah Mita yang di kamar, tidur. Hehe.. "
"O ya?" aku ngangguk.

Mas Seno melirik-lirik aku dan ibu.

Kapan Nikah? ( Season 2. Edisi Lebaran.) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang