7. Keluarga

24 3 0
                                    

Kata BCL, artis, penyanyi dan pemain film favorit mas Seno di dalam sebuah lagu, "Harta yang paling berharga adalah keluarga.".

Karena itu, mas Seno lebih rela mengalah, asalkan ayah, ibu dan adik2nya senang.

Mau ngupil pake jempol pun enggak papalah. Enggak ada yang larang juga. Itu juga kalau muat.

Kata teman2, sahabat dan keluargaku, aku enggak beruntung bisa menikah dengan mas Seno. Tapi mas Seno sangat beruntung bisa menikah denganku. Mengingat ia siapa, statusnya apa dan apa yang ia punya.

Tapi aku merasa beruntung bisa menikah dan memiliki mas Seno. Ia enggak pernah marah, membentak ataupun memarahiku.

Bukan karena dulu ketika menikah aku semua yang menanggung, tapi memang begitulah ia aslinya.

Ia terlalu baik, bahkan sanking baiknya ia terus berada di fase terpuruk. Ketika ia akan naik ke fase yang lebih baik, sebuah tuntutan datang dan mau enggak mau ia harus menerima dan melakukannya.

Fase tersebut ketika ia hendak membuka usaha, tapi masalah yang disebabkan sang adik harus diselesaikan. Apalagi orangtuanya sangat sayang dan enggak rela anak mereka masuk jeruji besi. Baik mas Seno, adik2nya apalagi.

Tapi sekarang mas Seno sedang berada di fase terbaiknya.

"Seno!!"
Ibu datang dari ruang tamu.
"Kenapa, bu?" tanya mas Seno. "Di luar hujan duit."
"Bukan."
"Terus?"
"Kalau hujan duit mah, ngapain ibu manggil kamu."
"Kali ibu mau minta bantu sambut uangnya."
"Iya juga ya."
Aku dan mas Seno tertawa.
"Eh, malah ketawa."
"Ya ibu lucu." kataku. "Emang ada sih, bu? Hujan duit beneran ya?"

Yang tadinya ketawa-ketawa, eh sekarang harus berpikir keras.

"Hmm... " mas Seno memegang dagunya.
"Kalian balik kapan?"
"Besok pagi, bu." jawabku.
"Enggak terkejar." kata mas Seno. "Ibu bener minjemin ke om Yayat?" ibu ngangguk.
"Ya udah, mas. Udah."
"Kenapa?"
Ekspresi wajah mas Seno b aja. Tapi aku tau, di dalam hatinya ia pasti marah banget.

Lagi dikontrol amarahnya.

Mobil kami dipinjam lagi sama om Yayat, sampai kami harus mengundur balik ke Jakarta. Pukul 11 mobil udah dikembalikannya, tapi dalam keadaan lecet dan bagian depan mobil kami rusak.

Ia langsung balik, dan ditelfon ibu enggak ia yang mengangkat, tapi istrinya. Untung istrinya baik. Ia minta maaf, dan akan disampaikan ke suaminya.

"Masuk, yuk." ajak mas Seno.
"Mobil gimana?"
"Gampang lah." jawabnya.

Kami pun masuk.
Sementara ayah dan ibu masih melihat bagian mobil yang rusak.

Di dalam kamar, mas Seno langsung membuka laptop, dan menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Hingga sore, mas Seno masih kerja.
Padahal mobil rusak parah banget. Habis banyak uang buat perbaiki pastinya.

Mana dibeli pake uang hasil promosiin barang2 di blog.

*

Aku diluar dengan ayah dan ibu. Sekalian ngobrolin tentang mobil dan bahas apa saja aktivitas kami di Jakarta.

Ayah dan ibu mengira mobil dibeli pake uangku. Padahal pake uang hasil kerja mas Seno sendiri.
Pemasukan dan pengeluaran kami pun juga ditanya.

Aku dan mas Seno belanja seminggu sekali. Karena kami puasa, pengeluaran sedikit. Pemasukan yang lumayan. Lumanyun kalau kata mas Seno.

Palingan pengeluaran selain belanja mingguan cuma bayar Wi-Fi dan listrik.

Kalau yang lain2 kalau lagi butuh aja.

"Widiih, lagi ngobrol seru nih. Ngobrolin apaan? Spongebob?"
"Bukan, mas." jawabku. "Ayah sama ibu nanya aktivitas kita di Jakarta."
"Oohh.. kirain apaan."

Mas Seno ikut nimbrung, tapi ayah dan ibu merubah topik pembicaraan.

"O iya, yah, bu. Seno mau ke bengkel, antar mobil. Tadi udah Seno telfon bengkelnya. Seminggu selesai insya Allah. Sekalian mau beli tiket pesawat murah."
"Tiket pesawat?"
"Seno sama Mita baliknya pake pesawat aja."
"Terus mobil, gimana?"
"Nah, gini. Mobil Seno kasih ke ayah sama ibu. Seminggu lagi suruh aja Tara atau Dio jemput. Paling nanti Seno beli mobil baru di Jakarta."
"Loh, kok... emang-"
"Satu aja sih pesan Seno." kata mas Seno dengan ekspresi penuh harap. "Kasihan boleh, tapi kita harus tau gimana orang yang kita kasihani."

Abis itu drama deh. Ibu mas Seno nangis. Dipeluknya anaknya. Ayahnya senyum2 aja. Puput, adik iparku muncul.

"Kenapa, Put?" tanyaku.
"Di depan ada om Yayat sama tante Rika." jawab Puput. "Di ruang tamu."
"Mau ngapain?" tanya ayah.
"Mau ngobrol sama ayah, mas Seno juga."

Ayah pun menemui om Yayat. Mas Seno enggak mau menemui oomnya. Udah terlanjur enggak senang, tapi ia masih menerima kenyataan kalau om Yayat adalah adik ibunya, oomnya yang pernah berharap banyak darinya.

Malam harinya ia menemui oomnya, sendirian. Aku enggak diajak.

Aku tau mas Seno mau ngapain.
Laki2 terkadang suka menyelesaikan masalahnya sendirian.

Besok paginya, di perjalanan ke Bandara, di depan rumah om Yayat ia lagi kerja, dan ada satu mobil pick up buat angkat barang berat.

"Mas?"
Ia cuma melempar senyum.

Kapan Nikah? ( Season 2. Edisi Lebaran.) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang