Girlfriend
Saat berjalan kaki selama perjalanan pulang, semua orang memperhatikan Taylor dengan tatapan aneh. Mungkin, mereka berpikir bahwa Taylor adalah orang gila atau semacamnya. Bayangkan saja, Taylor berjalan dengan pakaian kotor, membawa kantung plastik dan lebih parahnya, dia hanya mengenakan sebelah sepatunya. Taylor sama sekali tak mempunyai niat untuk kembali mengambil sepatunya dan berhadapan dengan pemuda sialan yang benar-benar membuatnya frustasi. Taylor berharap dirinya dan pemuda itu tak akan pernah bertemu lagi.
Taylor menghela nafas setelah akhirnya sampai di halaman Daisy Floor. Taylor menaiki tangga dan ketika sampai di depan pintu, ia memasukkan pin di door lock. Pintu terbuka, Taylor berjalan masuk lalu menyimpan sebelah sepatunya di rak sepatu yang terletak tak jauh dari pintu.
Langkah kaki Taylor seketika terhenti saat mendapatkan pemandangan yang berbeda ketika ia tiba di ruang nonton. Empat orang gadis, dua berambut pirang dan dua lagi berambut cokelat, duduk di sofa dengan tatapan serius ke arah televisi. Namun, menyadari keberadaan Taylor, mereka sama-sama beranjak dari sofa dengan wajah keheranan melihat penampilan gadis itu.
"Apa kau penghuni baru?" Seorang gadis berambut pirang di atas bahu, bertanya dengan aksen khas orang Inggris.
"Iya." Jawab Taylor singkat.
"Tapi, apa yang terjadi denganmu, khususnya pakaianmu?" Tanya seorang gadis berambut cokelat. Dari penampilan dan cara bicaranya, Taylor tak melihat dia adalah seorang British, dia lebih terlihat seperti gadis Latin.
"Sesuatu telah terjadi. Apa aku boleh masuk ke kamarku?" Taylor bertanya. Pakaiannya terasa semakin tak nyaman sekarang.
"Tentu saja." Jawab mereka serentak.
Dengan masih menenteng kantung plastik belanjaannya, Taylor berjalan masuk ke dalam kamarnya.
"Apa tadi terlalu canggung, hingga kita lupa berkenalan dengannya?"
"Apa dia lebih tua dariku?"
"Sepertinya dia orang Amerika."
"Kita menang, dia berambut pirang! Jangan lupa hukuman kalian!"
Setelah itu, suara teriakan girang dari dua orang terdengar. Taylor meletakkan kantung belanjaannya di atas meja dan hanya dapat tersenyum ketika mendengar pertanyaan serta pernyataan empat gadis itu dari dalam kamarnya. Seketika suasana hati Taylor kembali berubah menjadi senang. Sepertinya, mereka adalah gadis-gadis baik, ceria dan dekat satu sama lain, bukan anti sosial yang seperti Taylor pikirkan.
Taylor bergerak mengambil peralatan mandi dan berjalan keluar dari dalam kamarnya. Namun, saat Taylor melewati dapur untuk menuju kamar mandi, mereka yang tadinya begitu ribut tiba-tiba terdiam ketika kembali melihat Taylor.
Taylor menghentikan langkahnya. "Santai saja, lanjutkan pembicaraan kalian. Aku hanya ingin ke kamar mandi."
"Oh, baiklah." Balas salah satu gadis berambut pirang setalah itu Taylor berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
~~~~~
Harry mulai memasuki ruang makan keluarga Styles. Ibu Harry—Anne Styles—tampaknya sudah ada di sana, duduk manis dengan dua pelayan yang sedang menyiapkan makan malam di atas meja dengan sangat baik. Menyadari kedatangan Harry, dua pelayan makanan itu menundukkan kepala mereka sebentar dan Harry membalasnya dengan sekali anggukan. Setelah pekerjaan mereka beres, kedua pelayan itu bergegas meninggalkan ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity
FanfictionHarry Styles (Director) dan Taylor Swift (Secretary). Dua manusia berlatar belakang yang berbeda, dipertemukan pertama kalinya dalam kesan yang buruk. Namun, tak ada yang tahu, mereka menjadi dekat karena sebuah tuntutan pekerjaan dan akhirnya benih...