Chapter 02 - Petrichor

213 30 4
                                    

Mino POV

Suara rintik hujan menggema di seluruh rongga telingaku. Menjalar hingga ke hatiku, namun tidak cukup untuk dapat menenangkan rasa gundahku.

Aku masih terbaring lemas di atas kasur, menghadap jendela yang kubuka lebar-lebar. Tidak masalah jika lantai kamarku basah karena hujan. Tidak masalah jika aku sakit karena anginnya yang menusuk kulit.

Toh, itu karena aku menyukai aromanya.

Langitnya berwarna kelabu sendu, namun di sela-selanya terdapat kilauan cahaya yang mencoba untuk menembus kesedihan langit itu.

Disaat langit mencurahkan semua air matanya ke bumi, ia tetap memperlihatkan sisi indahnya. Menutupi betapa paraunya ia menangis dan tetap mencoba untuk tegar.

Hey, kau mengingatkanku akan seseorang.

Seseorang yang tidak kehilangan keindahannya walau hujan mengguyurnya. Tetap cantik dan kuat. Tidak memperlihatkan sisi lemahnya kepada orang lain.

Seseorang yang membuatku takut untuk memejamkan mata dikala malam maupun saat sang surya memunculkan dirinya.

Seseorang yang membuat tubuhku mati rasa saking takutnya untuk menjawab panggilan telepon yang sedaritadi berdering keras seolah menuntut untuk dijawab.

Barusan adalah panggilan ke 39.
Ya, aku menghitungnya, sembari menatap kosong luar jendela.

Aku takut melihat jam. Aku takut mendengar suara detikan jam yang berlalu cepat. Aku takut malam datang dan hari esok menyapa.

Aku tidak dapat tidur.

Aku tidak sedikitpun ingin makan walaupun tubuhku meronta kesakitan.

Aku tidak ingin berbicara kepada siapapun. Sudah cukup batinku tersiksa sekarang.

Aku tidak dapat sedikitpun menangis. Kelenjar air mataku seakan mengering, sama seperti hatiku sekarang yang haus akan kerinduan.

Tiba-tiba panggilan pesan suara masuk.
‘…… silahkan tinggalkan pesan setelah nada berikut ….’

Bro, ini Yoon. Dimana kau sekarang? Apa kau tidak mau menemui Jinwoo-ssaem? Besok datanglah. Aku tahu hal ini berat untukmu, tapi coba temui dia. Dia tidak mengatakan apapun, tetapi selalu menengok ke arah pintu,’

‘…………..’

‘Kurasa dia benar-benar merindukanmu.’

Panggilan pesan suara itu selesai dan kamarku kembali hening.

Hanya suara tangis langit yang mendominasi sekarang.

Aku menenggelamkan wajahku ke bantal.

“Aku juga sangat merindukannya. Sungguh,” gumamku parau.

~~00~~


Sebuah tamparan keras membangunkanku.

“Aduh!” aku meringis kesakitan.

Kudongakkan kepalaku dan mendapati Yoon berdiri memandangku dengan wajah menyebalkan.

“Apa?” tanyaku jengkel.

“Kau mau menginap di sekolah? Ayo pulang!” jawab Yoon yang tidak kalah jengkel.

“Eh?” aku memandang sekitar.

Ah, ternyata aku tertidur.

Murid-murid lain sudah bergegas untuk pulang, sehingga kelasnya mulai sepi. “Kau mimpi indah sekali ya? Kau bahkan tidak terkejut dengan suara bel sekolah,” celetuk Yoon.

Diphylleia Grayi [MINO x JINWOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang